Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mahmud termangu di atas sepeda motor yang ia parkir di kolong jemÂbatan penyeberangan halte Transjakarta, Cawang-Soetoyo, Selasa pagi dua pekan lalu. Jam tangannya menunjukkan pukul 06.30. Matanya menatap kosong ke arah beragam kendaraan yang berpacu di Jalan D.I. Panjaitan, Jakarta Timur. Pagi itu jalanan belum terlalu padat.
Tiba-tiba Mahmud tersentak. Dia melihat sesosok tubuh meluncur dari atas jembatan penyeberangan. Tubuh itu lalu jatuh tengkurap di depan pintu masuk proyek apartemen The Hive Cawang, persis di samping jembatan penyeberangan. Jaraknya sekitar 20 meter dari tempat Mahmud merajut lamunan. "Melayang kayak layangan putus," ujar Mahmud, tukang ojek yang sudah belasan tahun mangkal di tempat itu, kepada Tempo, Rabu pekan lalu.
Dia bergegas menuju lokasi jatuhnya si lelaki. Beberapa pekerja proyek apartemen juga menghampiri pria yang terkapar dengan kepala berlumuran darah itu. Mereka hendak meraba tubuhnya untuk memastikan apakah ia masih hidup atau meninggal. Namun Mahmud melarangnya. Dia pun memanggil polisi yang mengatur lalu lintas, sekitar 200 meter dari lokasi jatuhnya si lelaki. Belakangan diketahui pria itu Ikuten Sinulingga, Direktur Operasional III PT Wijaya Karya (Wika).
Kepala Unit Reserse Kriminal Kepolisian Sektor Jatinegara Inspektur Satu Ambarita menyatakan Ikuten mengalami patah tulang lengan kanan atas, luka di mulut dan dahi, serta memar pada lutut. Polisi saat itu menyatakan Ikuten diduga sengaja melompat dari jembatan penyeberangan yang tingginya sekitar tujuh meter tersebut.
Pernyataan polisi itu segera ditanggapi oleh PT Wika, yang siang harinya langsung menggelar jumpa pers. Menurut Sekretaris Perusahaan PT Wijaya Karya Natal Argawan, pihaknya tak yakin Ikuten melakukan bunuh diri. Sejumlah kolega Ikuten di Wika juga ragu terhadap keterangan polisi. Mereka menduga Ikuten terpeleset saat berjalan di jembatan penyeberangan.
Pekan lalu Tempo menyusuri jembatan besi itu. Jembatan tersebut memiliki pagar pembatas setinggi rusuk orang dewasa. Di bagian bawah pagar terdapat palang besi yang berjarak sejengkal dari lantai jembatan. Tak masuk akal memang orang yang sekalipun terpeleset bisa "lolos" dari sela-sela palang besi tersebut.
Beberapa saat setelah tersiar berita Ikuten jatuh dari jembatan, muncul suara-suara yang menyebutkan ia berniat bunuh diri lantaran stres. Ikuten kemudian dihubung-hubungkan dengan kasus korupsi pembangunan Pusat Olahraga Hambalang. Wijaya Karya memang menjadi kontraktor proyek senilai Rp 1,2 triliun itu, bersama perusahaan pelat merah lainnya, Adhi Karya. Namun Natal Argawan membantah spekulasi ini. Alasannya, Ikuten baru masuk Wijaya Karya pada Mei 2012. Adapun proyek Hambalang dimulai pada 2010. "Tak ada kaitan antara beliau dan Hambalang," kata Natal.
Satu-satunya kasus yang bisa melibatkan Ikuten ke pusaran perkara korupsi adalah kasus rasuah di PT PLN Sumatera Utara. Kasus korupsi dalam pengadaan suku cadang dan perbaikan turbin Pembangkit Listrik Tenaga Gas Belawan, Medan, itu tengah disidik Kejaksaan Agung. Ikuten diduga terlibat karena menjabat General Manager PLN Sumatera Utara pada 2010-2011.
Selasa pekan lalu, dokter gagal menyelamatkan nyawa Ikuten. Ia meninggal. Kamis pekan lalu, diiringi keluarga dan rekan-rekannya, antara lain dari PT Wika, jenazahnya dimakamkan di pekuburan San Diego Hills, Karawang.
PERKARA rasuah di PLN Sumatera Utara ini dilaporkan Janto Dearmando, Ketua Umum Asosiasi Kontraktor Kelistrikan Indonesia, pada 2012. Dia menuding tender proyek itu dilakukan tertutup agar peserta dan pemenang bisa diatur.
Proyek pengadaan ini bermula dari rusaknya turbin gas PLTG Belawan, yang beroperasi sejak 1994. Menurut PLN, mesin turbin rusak karena terlambatnya pergantian suku cadang. Itu buntut dari berulangnya kegagalan tender pengadaan barang dan perbaikan pembangkit listrik di wilayah Sumatera Utara, Aceh, dan Riau. PLN saat itu menaksir perbaikan menelan dana Rp 527,7 miliar.
Karena lelang terbuka berkali-kali gagal, PT PLN memutuskan menggelar tender tertutup. Yang diundang Siemens asal Jerman, Ansaldo Energia asal Italia, dan Mapna Co asal Iran. Ansaldo akhirnya menolak ikut tender karena terikat kesepakatan tak bersaing dalam satu tender dengan Siemens.
Dalam tender pada 2012, Siemens kalah meski mengajukan harga lebih rendah daripada Mapna. Pihak PLN beralasan Siemens keok karena tak mau meneken garansi mesin akan berproduksi normal dengan kapasitas 132 megawatt setelah diperbaiki.
Kekalahan Siemens memicu kecurigaan kejaksaan. Jaksa pun mengendus penggelembungan nilai proyek yang melampaui taksiran awal PLN senilai Rp 527,7 miliar. Sepekan setelah Mapna menang, nilai kontrak membengkak jadi Rp 554 miliar.
Jaksa juga menilai daya yang dihasilkan mesin seusai perbaikan tak sesuai dengan jaminan kontrak: 132 megawatt. Berdasarkan pengukuran penyidik dan tim ahli jaksa, mesin itu hanya memproduksi daya sebesar 123 megawatt.
Dalam kasus ini, kejaksaan sudah menetapkan lima tersangka. Mereka antara lain Chris Leo Manggala (mantan General Manager PLN Sumatera Utara), Surya Darma Sinaga (ketua panitia lelang), serta Rody Cahyawan dan Mohammad Ali (anggota panitia lelang).
Bekas Direktur Utama PT Nusantara Turbin dan Populasi Supra Dekanto juga diseret jaksa. Soalnya, anak usaha PT Dirgantara Indonesia yang dia pimpin turut mengerjakan proyek dalam konsorsium pemenang tender. "Kerugian negara sekitar Rp 25 miliar," ucap Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Setia Untung Ari Muladi.
Kejaksaan Agung tak berhenti pada lima tersangka itu. Jaksa terus mengembangkan kasus ini, termasuk, kemudian, memeriksa Ikuten. Menurut sumber Tempo, lulusan teknik elektro Institut Teknologi Bandung ini berkali-kali diperiksa di kejaksaan. Itu karena proses persiapan tender memang terjadi pada akhir masa jabatannya. "Dia tahu proses awal sampai penentuan siapa saja yang harus ikut tender," kata sumber di Kejaksaan Agung.
Setia Untung membenarkan jaksa telah beberapa kali memeriksa Ikuten. Menurut dia, Presiden PT Indonesia Power periode 2006-2008 itu diperiksa sebagai saksi Chris Leo dan kawan-kawan. Soal kemungkinan Ikuten jadi tersangka baru, Setia Untung tak mau menjawab. "Saat ini masih berstatus sebagai saksi," ujarnya. Tapi sumber Tempo di kejaksaan menyebutkan, kendati masih saksi, kemungkinan Ikuten menjadi tersangka sangat besar.
Juru bicara keluarga Ikuten, Minola Sebayang, membantah kabar bahwa ayah tiga anak itu mencoba bunuh diri karena tersangkut masalah korupsi. Keluarga tak melihat perubahan sikap atau mendengar keluhan yang menandakan Ikuten mengalami stres dan kemudian berujung pada bunuh diri itu.
Menurut Minola, pagi itu Ikuten berangkat ke kantor seperti hari-hari biasa. Dia diantar sopirnya dari kompleks perumahan Liga Mas, Pancoran. Kebiasaan Ikuten, sebelum sampai kantor, dia turun dari mobil di jembatan penyeberangan itu, lalu jalan kaki ke kantor. "Untuk olahraga pagi saja," ucap Minola. Keluarga, kata Minola, justru mencurigai Ikuten menjadi korban kejahatan. Indikasinya, telepon seluler dia hilang. Tali jam tangannya pun putus.
Tapi soal Ikuten menjadi korban perampokan seperti dinyatakan Minola ditampik polisi. "Kami tidak menemukan tanda-tanda tindakan kriminal pada korban," ujar Kepala Polsek Jatinegara Komisaris Suminto, yang menangani kasus ini. Sejumlah saksi juga tak melihat ada orang lain di jembatan saat Ikuten meluncur dari atas.
Suminto tetap menduga keras Ikuten bunuh diri. Kendati demikian, kata dia, polisi masih menyelidiki kasus ini. Itu karena kemungkinan lain, ia diperdaya dan kemudian dijatuhkan orang, misalnya, tetap bisa saja terjadi.
Febriyan, Afrilia Suryanis, Erwan Hermawan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo