PRO kontra pengawasan bank muncul lagi. Silang pendapat ini merebak dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Bank Indonesia di DPR sepanjang dua pekan terakhir. Akibatnya, penggodokan calon pengganti Undang-Undang Bank Sentral Tahun 1968 itu hampir buntu dan target untuk mengesahkannya pada akhir Maret ini tertunda. Jadwal baru yang ditetapkan pekan depan bisa saja molor lagi.
Rupanya, lobi khusus antara pemerintah, yang diwakili Menteri Keuangan Bambang Subianto, dan DPR tidak membawa hasil. Bahkan, tak kunjung dicapai titik temu. Soalnya, ketentuan mengenai tugas pengawasan bank harus dipegang oleh Bank Indonesia tetap ditampik pemerintah.
Selama ini, tugas Bank Indonesia adalah menyelenggarakan kebijakan moneter, mengelola sistem pembayaran, plus mengatur dan mengawasi bank. Tapi pada rancangan tadi, tugas Bank Indonesia dipangkas. Tujuannya, agar tugas bank sentral bisa dilaksanakan lebih terarah, dan tak keberatan beban. Lalu tugas itu akan dilimpahkan ke sebuah badan khusus yang independen dan tidak berada di bawah Departemen Keuangan. Badan itu akan dibentuk pada pertengahan tahun 2000.
Menurut Menteri Bambang Subianto, membebaskan Bank Indonesia dari tugas mengawasi bank perlu dilakukan demi menghindari konflik kepentingan. Kalau tidak, pelaksanaan fungsi Bank Indonesia di bidang moneter bisa bertabrakan dengan fungsi mengucurkan kredit untuk menyelamatkan bank.
Lembaga khusus tadi diharapkan bisa meniadakan kelemahan Bank Indonesia. Soalnya, fungsi pengawasan bank selama ini tidak dilakukan oleh bank sentral secara efektif, hingga kebocoran dan penyimpangan terus terjadi. Bukan rahasia lagi, para petinggi Bank Indonesia rentan terhadap kolusi dan gampang dipengaruhi oleh keluarga pejabat atau pemilik bank yang nakal. Paling tidak, itulah yang akan diamputasi pemerintah melalui rancangan undang-undang yang kini sedang dibahas dengan DPR.
Jauh sebelum itu, kalangan media dan pengamat juga ramai membicarakannya. Sebagian menghendaki agar tugas pengawasan dipisahkan dari bank sentral, sebagian yang lain bersikukuh agar tugas melaksanakan kebijakan moneter dan tugas mengawasi bank tetap dipegang oleh Bank Indonesia. Alasannya, tanpa wewenang mengawasi bank, bank sentral tidak akan dapat menjalankan kebijakan moneter dengan baik.
Para wakil rakyat juga berpendapat, tugas pengawasan bank tetap harus di tangan Bank Indonesia, karena tugas di bidang moneter berkaitan dengan tugas pengaturan dan pengawasan bank. Dua tugas itu tak bisa dipisahkan. "Sesuai dengan prinsip manajemen, tugas merencanakan, melaksanakan, dan mengawasi itu merupakan satu paket," kata Nico Daryanto dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia.
"Jangan selalu membentuk lembaga baru. Lembaga yang sudah ada saja diberdayakan fungsinya," ujar anggota Fraksi Persatuan Pembangunan, Alfian Darmawan. Yang penting, bagaimana menjamin independensi Bank Indonesia dari campur tangan pemerintah dan pengaruh pihak lain. Pihak yang pro-DPR mengingatkan, kalau selama ini pengawasan bank tidak efektif, bukan berarti wewenang bank sentral yang harus dipreteli, tapi para petingginya yang dipinggirkan. Pemerintah sendiri yang harus lebih dulu membersihkan diri, dan jangan lagi mengobok-obok Bank Indonesia.
Semua alasan itu masuk akal. Tapi pihak pemerintah terus saja "menyeruduk". Sayangnya, Bank Indonesia bersikap pasif. DPR sebenarnya sangat mengharapkan pendapat Syahril Sabirin. "Buat apa DPR memberikan tugas pengawasan bank pada Bank Indonesia bila yang dikasih tak mau?" tutur Alfian.
Direktur Bank Indonesia Bidang Hukum, Achiar Ilyas, mengaku instansinya memang cenderung diam. Menurutnya, tugas pengawasan bank oleh lembaga lain bisa mengundang masalah koordinasi dengan Bank Indonesia, selain juga terkendala oleh biaya dan sumber daya manusia.
Sebenarnya, menurut Achiar, sudah ada rambu-rambu untuk menghindari konflik kepentingan antara tugas moneter dan tugas pengawasan bank. Contohnya, rambu berupa pemberian kredit yang ketat, yakni Bank Indonesia hanya memberikan kredit untuk likuiditas bank, berjangka waktu 90 hari, dan memiliki jaminan 100 persen. Jadi, "Tak ada lagi risiko konflik kepentingan," ucapnya.
Dengan isyarat dari Achiar Ilyas itu, bisa ditafsirkan Bank Indonesia siap mengemban tugas pengawasan bank. Karena itu sebaiknya ditunggu saja dalil lanjutan dari Menteri Bambang Subianto, Senin pekan ini.
Happy S., Dwi Wiyana, dan Iwan Setiawan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini