Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Berikan Opini untuk Perusahaan, Advokat Kenny Wisha Sonda Jadi Terdakwa

Seorang advokat, Kenny Wisha Sonda, menjadi terdakwa usai dilaporkan perusahaan atas opini yang diberikan.

5 September 2024 | 22.58 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Seorang advokat, Kenny Wisha Sonda, menjadi terdakwa usai dilaporkan mitra bisnis perusahaan tempat dia dijadikan konsultan (in house counsel) atas opini yang diberikan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Majelis Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pun mengabulkan permohonan Kenny Sonda untuk menjadi tahanan kota. "Saat ini kami sedang mengurus, mengubah status dari tahanan rutan ke tahanan kota," ujar tim kuasa hukum Kenny, Christian Pietersz saat dihubungi Tempo via telepon, Kamis 5 September 2024.  

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kenny merupakan Legal Counsel dari PT Energy Equity Epic (Sengkang) PTY LTD. Ia dipidanakan oleh PT Energi maju Abadi (PT EMA) karena posisinya sebagai konsultan hukum dianggap telah memberikan opini yang membuat perusahaan, selaku partner PT EEES, tidak menerima distribusi pendapatan dari hasil kerja sama.

Christian menjelaskan telah terjadi perbedaan penafsiran antara kedua belah pihak dari klausul kontrak kerja sama. “Seseorang yang memberikan opini sebagai konsultan hukum tidak boleh (dipidanakan), yang mana opininya berdasarkan perjanjian yang dia pahami,” katanya.

Jika pun ada kesalahan penafsiran kontrak, kata Christian, itu masuk ranah perdata, bukan pidana. Hal lain yang ia permasalahkan adalah karena Kenny bukan pemegang keputusan dan hanya bersifat sebagai penasihat. "Pengambil keputusan tetap perusahaan," ujar dia.  

Ia menjelaskan, Kenny memberikan opini hukum kepada PT EEES bahwa pembagian keuntungan bisa diberikan setelah semua pembayaran pinjaman yang dimiliki PT EEES lunas. Namun, PT EMA memiliki penafsiran berbeda. 

Duduk Perkara Kenny Dilaporkan

Berdasarkan salinan surat dakwaan yang Tempo terima, PT EEES bekerja sama dengan PT EMA karena dia ingin menjalankan bisnis pertambangan dan minyak bumi di Indonesia. Aturan di Indonesia mengharuskannya menggandeng perusahaan lokal.

PT EEES merupakan anak usaha dari Energy World Corporation LTD, perusahaan asal Australia. Perusahaan ini mulanya memiliki 100 persen participating interes (PI) di Blok Migas Sengkang. Namun, 49 persennya dialihkan ke PT EEE senilai US$ 2. Selain itu, ada 1 persen PI tambahan.

Dalam perjanjian kerja sama disebutkan pula jika PT EMA setuju pendapatan dari 49 persen PI itu dipakai untuk membayar pinjaman PT EEES kepada sejumlah kreditor dan pajak penghasilan dengan jumlah dan waktu yang dibatasi. Namun, sebelum dipakai untuk kepentingan mitranya, mereka merasa berhak menerima distribusi pendapatan dari PI ini.

Selain itu, mereka berdalih pendapatan dari PI yang sebesar 1 persen bisa langsung didistribusikan. “Tidak ada pengaturan dimana PT Energy Equity Epic (Sengkang) PTY LTD dapat menggunakan pendapatan PT Energi Maju Abadi yang berasal dari 1 persen partisipasi interes tambahan” tulis salah satu poin dakwaan.

Belakangan, kuasa hukum PT EMA mendapat salinan dokumen yang menunjukkan PT EEES telah menggunakan pendapatan dari PI 49 persen yang sudah dialihkan di luar kesepakatan kedua perusahaan.

Dalam dakwaan disebutkan pula jika Kenny Wisha Sonda selaku penasehat memberikan opini jika pendapatan dari operasi migas di Sengkang belum bisa didistribusikan ke PT EMA. Alasannya pinjaman PT EEES kepada sejumlah kreditor belum lunas. Akibat masalah ini, PT EMA mengaku mengalami kerugian hingga US$ 31,4 juta.

Selain Kenny, dua petinggi perusahaan juga dipidanakan. Mereka adalah General Manager PT EEES,  Andi Riyanto dan Finance Controller PT EEES, Elizabeth Minar Tambunan. Mereka diuntut dalam berkas perkara terpisah.

Berbeda dengan Kenny yang harus lebih dulu di tahan di rutan. Kedua pejabat perusahaan yang menurut Christian berwenang mengambil keputusan, justru sejak awal berstatus tahanan kota.

"GM sama finance manager tidak ditahan dalam rutan, ini yang kami ajukan keberatan juga , sejak awal mereka jadi tahanan kota padahal pelaksana keputusan, kenapa Kenny (bukan pengambil keputusan) harus ditahan," ujar dia.

 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus