Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Berpijak Di Garansi Palsu

Mabes polri menahan raya broni lubis, 38, schubari fachrurrozi, frans surjaman dan dickson palenawen. mereka berkomplot memalsukan bank garansi bank bumi daya (bbd) guna menipu para nasabah.

10 September 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BERBAGAI cara dilakukan penjahat untuk mengakali bank. Salah satunya, yang dua pekan lalu dibongkar Mabes Polri, adalah dengan jalan memalsukan bank garansi -- semacam surat berharga jaminan bank, yang bisa diperjualbelikan. Itu pula yang dilakukan Dr. Raya Broni Lubis, M.Sc. 38 tahun, dan tiga orang temannya, Drs. Schubari Fachrurrozi, Drs. Frans Surjaman, dan Ir. Dickson Palenawen. Keempat tersangka bertitel sarjana itu mencoba memalsukan 20 lembar bank garansi Bank Dagang Negara (BDN) -- dua lembar di antaranya bernilai Rp 24 milyar sempat mereka edarkan untuk menipu orang lain. "Ini suatu bukti bahwa Polri memang siap menangani kejahatan bank," kata Direktur Serse Mabes Polri, Brigjen. Koesparmono Irsan, mantap. Prestasi Mabes Polri ini termasuk bagus. Sebab, hanya sehari setelah laporan masuk, komplotan itu sudah terbekuk. Namun, sampai pekan lalu, belum terlihat keterlibatan orang dalam BDN sendiri. Sementara itu, Direktur Utama BDN, Samadikun Hardjodarsono yang dihubungi TEMPO, ketika berada di Bali, tak berkomentar banyak. "Masalah ini sudah sepenuhnya di tangan polisi," katanya. Dari pengakuan sementara kepada polisi, Dr. Raya Broni, ahli konstruksi yang mengaku tamatan UCLA, Amerika, ini membenarkan telah mencetak 20 lembar bank garansi palsu untuk dijual kepada orang lain. Namun, yang sempat diedarkan baru dua lembar. Menurut Broni, ide membuat surat berharga palsu itu muncul pada Mei lalu, ketika ia bertemu seorang nasabah BDN, pemilik bank garansi Ir. Achmad -- tak ada hubungan dengan komplotan ini -- di lobi BDN Jalan Thamrin. Setelah mengobrol tentang bank garansi, Broni memfotokopi bank garansi asli milik Ir. Achmad. Bermodalkan fotokopi itu, Broni mencetak 20 lembar blangko bank garansi di sebuah percetakan di Jalan Saharjo, Jakarta Selatan, dengan biaya Rp 100 ribu. Untuk memperlancar rencananya, ia mengajak tiga orang temannya, Frans Suryaman, lulusan Universitas Nasional, Jakarta, Ir. Dickson, lulusan sebuah Universitas di Australia, dan Drs. Fachrurrozi lulusan Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta -- juga Direktur Utama PT Pelita Insani -- untuk bergabung. Frans dan Dickson bertugas mencari korban. Fachrurrozi ikut menyandang dana bersama Broni masing-masing Rp 5 juta. Setelah itu mereka "memproduksi" dua buah bank garansi palsu masing-masing bernilai Rp 15 milyar dan Rp 9 milyar. Kertas berharga itu seolah-olah dikeluarkan BDN sebagai jaminan bagi PT Pelita Insani dalam melaksanakan proyek perumahan Hankam di Bandung, dan untuk mengekspor pupuk urea ke Cina. Keduanya diterbitkan 30 Juni 1988, dan ditandatangani mereka sendiri dengan nama Amran dan Muchsin Sudadi, sebagai pejabat BDN tersebut. "Jelas, kedua proyek itu fiktif," kata sumber TEMPO di Mabes. Dalam proyek pupuk, misalnya, dibuat seolah-olah PT Pelita Insani membeli pupuk sebanyak 50 ribu ton dari PT Pupuk Kujang untuk dikirim ke Singapura melalui eksportir PT Kenso Corporation Limited cabang Jakarta dengan direktur Dr. Raya Broni Lubis. Proyek itulah yang seakan-akan dijamin BDN dengan bank garansi. Semula komplotan ini hendak mencari sasaran, pembeli bank garansi itu, para pedagang Hong Kong. Untuk lebih meyakinkan, sejak 8 Agustus, mereka membuat kantor penghubung di Hotel Borobudur, Jakarta. Tapi, setelah empat hari menginap di situ, mereka diusir karena menunggak rekening Rp 2 juta -- termasuk biaya telepon dan teleks ke luar negeri. Operasi mencari sasaran ini pun jadi kacau. Tapi, entah mengapa, tahu-tahu ada seorang pengusaha yang tertarik membeli bank garansi ekspor pupuk tersebut. Kabarnya, pengusaha ini sepakat membeli Rp 7 milyar dari nilai bank nominal bank garansi yang Rp 9 milyar itu. Hanya saja sebelum transaksi itu berlangsung, 20 Agustus, si pengusaha mengecek keabsahan surat berharga tersebut ke BDN. Jawaban dari BDN membuat calon pembeli itu kaget: "Itu bank garansi palsu." Setelah mendapat konfirmasi, pengusaha itu dan juga BDN langsung melapor ke Mabes Polri. Kepalsuan surat itu tampak dari hasil cetakan dan tanda tangan pejabat di surat berharga itu. Di situ, misalnya, tertera nama Amran dan Muchsin Sudadi. Padahal, nama Amran tak ada di BDN Jalan Thamrin sementara Muchsin Sudadi, kendati memang pegawai BDN, tak berwenang menandatangani bank garansi tersebut. "Cara yang digunakan mereka kurang canggih." kata sumber di Mabes Polri. Salah seorang terdakwa Direktur PT Pelita Insani, Fachrurrozi, 49 tahun, yang kini ditahan polisi, kepada TEMPO mengaku bahwa PT-nya itu sudah lama bergerak di bidang ekspor pupuk. Perusahaannya, Januari lalu, katanya, mendapat pesanan 50 ribu ton pupuk bernilai sekitar Rp 9 milyar dari Cina. Ia pun mencari pemasok, dan terpenuhi oleh PT Pupuk Iskandar Muda (PIM) Aceh. "Sejumlah 23 ribu ton L/C-nya sudah cair dari PIM," katanya. Menurut rencana, katanya, ekspor itu sedianya akan direalisasikan pada 25 Agustus lalu. Tapi, pada Mei, harga pupuk di dalam negeri naik. "Kalau saya paksakan ekspor, sayalah yang rugi," kata Fachrurrozi yang berkantor di Jalan Raden Saleh, Jakarta Pusat. Untuk mengatasi soal itu, ia terlibat komplotan Broni. Akibatnya, ia kini mendekam di tahanan. "Yah, apa mau dikata, semua sudah amblas di sini. Rencana yang sudah saya perhitungkan hati-hati kandas akibat kesalahan menentukan pijakan," katanya. Ternyata, Direktur Pemasaran PT Pupuk Iskandar Muda Aceh, Masrun, terperanjat mendengar perusahaannya disebut-sebut Fachrurrozi. Sebab, setahu dia, PIM belum pernah menjalin hubungan dagang dengan PT Pelita Insani. "Belum pernah L/C dari kami sebanyak itu," kata Masrun. L/C dari PT PIM paling tinggi baru 10 ribu ton. "Jadi, tak betul itu," katanya. Cerita terdakwa itu memang bisa jadi khayalan. Tapi melihat semakin banyaknya pemalsuan surat berharga, Koesparmono Irsan mengimbau agar pihak bank semakin mengamankan surat-surat yang dikeluarkannya. Misalnya dengan mencetak surat itu dengan teknik yang lebih canggih sehingga sulit dipalsukan. Widi Yarmanto, Moebanoe Moera, dan Muchsin Lubis (Biro Jakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus