Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Dibalik Remaja Jahat

Wawat, 16, siswa smp widiasana utama, medan membunuh & merampok pedagang minyak pelumas teng a hiok, 35, dan melukai teng hu lie, 72, anton, 9. perilakunya dilatar belakangi keretakan keluarga.

10 September 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KEJAHATAN remaja semakin berbahaya. Polisi pun tampaknya tak main-main menghadapinya. Seorang remaja, sebut saja Wawat, 16 tahun, lewat magrib Jumat pekan lalu, dihadapi polisi bak bajingan besar. Beberapa anggota Poltabes Medan yang mencarinya terpaksa memberondongkan senjata untuk melumpuhkannya. Ia baru tertankap setelah delapan dari 12 peluru polisi menembus badannya. Kejahatan yang dituduhkan kepada remaja itu memang mengerikan. Sore itu, Wawat, yang masih duduk di bangku kelas 3 SMP Widiasana Utama, Medan, sedang makan angin di lantai IV rumahnya. Ee, dia melihat tetangganya Teng A Hiok, 35 tahun. Gadis bergaun malam itu sedang sembahyang pakai hio, juga di lantai IV rumahnya, yang berbatas tembok dengan rumah Wawat, di Jalan Thamrin, Medan. Tiba-tiba ide jahatnya muncul. Begitu A Hiok selesai sembahyang, Wawat meloncati pembatas lantai IV kedua rumah itu, yang cuma dihalangi pagar setinggi setengah meter. Gadis itu dikuntitnya dari belakang. Tangan A Hiok segera dicekalnya ketika wanita itu hendak mengunci pintu lantai III rumahnya. A Hiok, yang kaget, seketika berteriak memanggil neneknya, Teng Hu Lie, 72 tahun. Tapi teriakan itu membuat Wawat, anak k-8 dari 10 bersaudara, panik. Dia meraih kayu palang pintu yang terdapat di situ, dan segera memukulkannya ke bagian belakang kepala A Hiok. Setelah merintih, A Hiok pun pingsan. Begitu Teng Hu Lie muncul di lantai III, Wawat menyambut dengan tinjunya. Nenek tua itu terjajar dan jatuh ke bawah tangga. Anton, 9 tahun, cucu Hu Lie yang berada di belakang sang nenek, ikut jatuh. Tapi Anton segera bangkit dan di sudut kamar tamu pura-pura pingsan. Hu Lie bangkit sempoyongan. Tapi Wawat menyambutnya dengan pukulan kayu tadi. Nenek itu pun tersungkur dan pingsan. Tapi Wawat belum puas, ia kembali naik ke lantai IV dan mencari A Hiok yang lagi pingsan. Bagai kesurupan, Wawat memukuli kepala A Hiok berkali-kali. Wanita itu tewas di tempat tersebut. Kesempatan itu digunakan Anton untuk lari ke luar rumah. Kebetulan pula ketika itu, abangnya, Ramli, 17 tahun, yang setiap magrib menjenguk adiknya yang tinggal serumah dengan Hu Lie dan A Hiok, muncul. "Ada rampok di atas," kata Anton. Dengan sepeda motor mereka mencari polisi. Kebetulan pula, mereka dengan cepat menemukan sebuah mobil patroli polisi. Berkat itu, polisi dengan segera sudah berada di tempat kejadian. Di situ polisi menemukan mayat A Hiok. Sedang Hu Lie segera dilarikan ke rumah sakit. Tapi jiwa ibu 9 anak dan nenek 26 cucu itu tak tertolong. Wawat, yang bersembunyi di dalam lemari di rumah itu, tak segera ditemukan karena suasana di rumah itu temaram. Tapi tak lama kemudian, Wawat keluar pelan-pelan dari lemari itu. Polisi yang melihat bayangannya menaiki tangga lantai IV segera melepaskan tembakan beruntun. Wawat jatuh dari tangga itu. Menurut Kadispen Polda Sum-Ut, Letkol. Yusuf Umar, penembakan itu terpaksa dilakukan petugas. "Sebab, ia bersenjata," katanya. Yusuf memastikan, motif Wawat membunuh itu semata-mata hendak merampok harta korban, yang berdagang minyak pelumas di rumah itu. "Dia mau merampok, tapi gagal," katanya. Tapi abang Wawat, Totok Suarja, menyesalkan tindakan polisi mengobral peluru, sehingga menembus usus Wawat. Akibatnya, katanya, usus adiknya harus dibuang 20 cm. Sampai akhir pekan lalu, Wawat sudah dua kali dioperasi di RS Pirngadi. Kendati begitu, Totok mengaku bahwa adiknya memang nakal. Sebabnya -- seperti yang banyak melatar-belakangi kejahatan remaja -- adalah akibat keretakan rumah tangga si remaja sendiri. Wawat, misalnya, menurut Totok, sejak usia 6 tahun hanya diasuh ibunya, setelah ayahnya kawin lagi. "Dia tak mendapat kasih sayang ayah," kata Totok. Kendati begitu, angka kejahatan remaja itu tidak terlalu mencolok dibanding angka kejahatan secara keseluruhan. Dari seluruh jajaran Polda, misalnya, pada 1987 tercatat 226 kasus kejahatan remaja -- di Sumatera Utara 16 kasus dan di DKI Jaya ada 27 kasus -- dibanding 186.506 kasus kejahatan umum. Angka itu bahkan menurun dibanding angka kejahatan remaja tahun sebelumnya, yang 607 kasus. Tapi tentu saja polisi tak harus lengah menangani kasus kejahatan remaja hanya karena angka-angka itu. MS & Sarluhut Napitupulu (Medan)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus