Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Sekali Tepuk, 7 Milyarnya Sekali Tepuk, 7 Milyarnya

Amir syamsuddin mewakili 12 nasabah mengadukan pengelola PT Artha Wijaya Primula paulino taylor ke polisi. selain jual-beli valuta asing dan praktek bank gelap, ia juga menghamburkan uang nasabah.

10 September 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEKALI tepuk dapat dua lalat. Itulah motto yang diterapkan Paulino Taylor, 39 tahun, dalam mengelola perusahaannya, PT Artha Wijaya Primula (AWP). Ia bukan cuma menjalankan usaha AWP dalam jual-beli valuta asing (money changer). Ia juga berpraktek seperti usaha perbankan, yakni menerima dan menyalurkan uang nasabahnya. Usaha biasa rangkap AWP, yang berdiri lima tahun lalu, itu tampaknya tumbuh subur. Dari sekitar 113 nasabah saja, dapat dihimpun dana sampai Rp 7 milyar. Itu lantaran Paulino menggunakan jurus mujarab, yakni menawarkan valuta asing dengan kurs lebih rendah dari pasaran resmi. Untuk satu dolar AS, contohnya, AWP berani pasang tarif 25 point lebih murah dibandingkan di tempat lain. Selain itu, suku bunga deposito yang dipasang AWP juga lebih tinggi dibandingkan bank-bank lain. Tawaran menggiurkan ini membuat Setiawan Surya, 68 tahun, tanpa pikir panjang lagi mendepositokan tabungan hari tuanya sebesar US$ 3 ribu, Desember silam. Dalam jangka waktu tiga tahun ia bisa memetik bunga 7,5% per tahun. "Selama sembilan bulan, bunganya lancar," ujar Setiawan. Karenanya, tak heran jika makin banyak calon nasabah yang tergiur dengan jasa AWP. Sementara itu, Paulino sendiri tak punya kesulitan dalam mengembangkan sayap usahanya. Sebab, di Overseas Express Bank (OEB), misalnya, ia punya kaki tangan, yakni Nyonya Itawati Somali, Kepala Bagian Valuta Asing OEB. Atas saran Itawati pula, yang belakangan diketahui memiliki 50% saham di AWP, sebagian besar nasabah OEB mau berspekulasi di AWP. "Pelayanan di AWP bisa lebih cepat. Tak usah antre seperti di OEB," begitu kata Itawati, yang kini berstatus tahanan luar Polres Jakarta Pusat dalam kasus penipuan uang titipan Rp 245 juta, kepada para calon nasabah AWP. Nyonya Mariam Sugiarto, salah satu contoh korbannya. Berkali-kali ia mengirimkan uang ke rekan usahanya di luarnegeri lewat AWP. Seperti juga Nyonya Mariam, kebanyakan nasabah AWP lainnya sudah kenal dekat dengan Paulino. Sebab, mereka sama-sama jemaat di GKI Jalan Samanhudi. Paulino, yang cacat kaki, itu dikenal lemah lembut dan pernah hampir menjadi pendeta. "Setiap akan bekerja, dia selalu sembahyang dulu," kata Alex Handoyo. Alex juga pernah mengirim uang sekitar US$ 109.363, lewat AWP, ke Italia. Tapi muslihat Paulino itu belakanan terkuak. Berlembar-lembar cek dan deposito AWP ternyata tak ada dananya. Bahkan beberapa pengiriman uang nasabah ke luar negeri banyak yang tak sampai. Namun, kepada beberapa nasabah yang menagih, Paulino berjanji akan menyelesaikannya pada Selasa pekan lalu. Maka, tak ayal lagi, pada hari yang dijanjikan itu, sekitar 15 orang nasbah menunggu di depan kantor AWP di Jalan Batujajar Nomor 37, Jakarta. Tapi yang dicari, Paulino, sudah terbang ke Singapura. "Kali ini kami benar-benar tertipu," ujar Petrus, suami Mariam Sugiarto. Setiawan Suryo juga tak kalah kesalnya. "Amblas sudah tabungan hari tua, yang saya kumpulkan sedikit demi sedikit," ucap Setiawan. Sehari setelah itu, seorang nasabah lain Aries Wibowo, malah mengadukan Paulino ke Mabes Polri. Sebab, ia merasa telah ditipu Paulino. Dua tahun lalu, Aries pernah menanamkan uang sekitar Rp 504 juta di AWP. Tapi ketika dana yang dijanjikan berbunga 18% setahun itu akan dicairkan, Paulino telah raib. Namun, kemudian polisi berhasil menangkap Paulino, Rabu malam pekan lalu. Ketika itu, ia lagi turun dari pesawat di Bandara Soekarno-Hatta. "Sejak dua tahun lalu, dia telah menjalankan praktek bank gelap," kata sumber TEMPO di Mabes Polri. Keesokannya, polisi menyegel rumah dan kantor AWP. Dari brankasnya, polisi berhasil menyita mata uang asing bernilai sekitar Rp 9 juta. Selain itu diperoleh surat-surat berharga berupa bank garansi dan cek dari beberapa bank swasta dan pemerintah di Jakarta sekitar Rp 93 juta. "Tapi semua surat berharga itu, setelah dicek, tak ada dananya," ujar seorang penyidiknya. Polisi juga telah memblokir semua rekening Paulino di bank-bank dalam negeri dan luar negeri. Dari hasil pemeriksaan sementara, Paulino ternyata memutar lagi dana para nasabah AWP. Itu dilakukannya baik berupa spekulasi ke bisnis lain maupun penyimpanan ke bank-bank lainnya. Tapi kepada penyelidik Paulino mengaku bisnisnya itu gagal. Di antaranya dengan mitra usaha di Taiwan, Robert Ouyong. Dananya, sekitar US$ 50 ribu, digondol Robert. Di samping itu, Paulino menaku mengalami kerugian US$ 1,2 juta dari penanaman saham di PT Tri Artha International di Hong Kong. Ada pula dana Rp 1 milyar menguap di bursa internasional akibat devaluasi. Benar-tidaknya pengakuan Paulino, yang sempat kuliah di Akademi Bank Pembangunan Jakarta, itu masih tergantung pemeriksaan lanjutan. Tapi yang jelas, "Dia mengaku membelanjakan sebagian dari dana AWP, di antaranya untuk pembelian mobil dan rumah," kata sumber TEMPO di atas. Tapi seseorang yang dekat dengan Paulino membenarkan pengakuan Paulino itu. "Tidak benar dia mau melarikan diri. Para nasabah itu saja yang tak sabar," katanya. Buktinya, dia datang lagi dan berniat membayar uang nasabah dari rekeningnya di Bank Umum Majapahit. Tapi dia keburu ditangkap polisi. Hal senada juga diutarakan Robby, seorang karyawan Paulino yang tetap setia menjaga kantor AWP. "Paulino ke luar negeri dalam rangka mencari pinjaman. Seharusnya para nasabah itu sabar, tunggu barang satu atau dua hari lagi," ujar Robby. Namun, bagi para nasabah agaknya soal kepastian dana mereka yang lebih penting. "Bagaimana agar uang mereka itu bisa kembali lagi," kata Pengacara Amir Syamsuddin, yang mewakili 12 nasabah AWP untuk mengadu ke Mabes Polri. Hp S., Moebanoe Moera, dan Muchsin Lubis (Jakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus