SEBUT saja namanya Inne. Gadis berusia 14 tahun itu anak seorang janda penjual daun pakis dari Desa Naha, Sangihe Talaut, Sulawesi Utara. Pertengahan Juni silam ia melaporkan dirinya disebadani Aweng dan sopirnya, Freddy Lahiu alias Ulu. Namun, polisi di Polres Sangihe Talaut hanya menyeret Ulu, 24 tahun, sebagai tersangka. ''Berdasar pemeriksaan, yang memerkosa adalah Ulu, sedangkan Aweng berhubungan intim dengan Inne atas dasar imbalan uang,'' begitu siaran pers dari Mayor Henry Bawole, Kepala Dinas Penerangan Polda Sulawesi Utara dan Tengah. Inne marah. ''Saya tidak mengenal Aweng,'' katanya. Ibunya, yang mengadukan bahwa Inne diculik, dianiaya, dibius, dan diesek-esek, lebih kesal. ''Saya tahu Aweng orang kaya. Tapi saya tetap akan mencari kebenaran, karena ini negara hukum,'' kata pedagang sayur berpenghasilan Rp 1.500 per hari itu. Ceritanya begini. Pada 17 Juni lalu, sekitar pukul 18.30, Inne dan adiknya yang berusia 12 tahun pergi ke warung. Mereka pamit ke juragannya, Jufri. Inne memang pembantu rumah tangga di rumah Jufri. Sepulang dari warung berjarak sekitar 100 meter itu, hujan pun turun. Keduanya kemudian berteduh di sebuah warung lain. Lalu muncul Toyota Kijang yang disetir Ulu, tetangga Jufri. Keduanya dibujuk ikut naik mobil, dengan alasan Jufri ada di dalam. Ternyata, dalam mobil itu hanya ada Aweng, pria lain bernama Tjao, dan gadis yang tidak jelas namanya.Saat Inne bertanya mereka hendak dibawa ke mana, ia dibentak Ulu, ''Kamu akan saya jual.'' Inne memberontak. Aweng, menurut Inne, membekapnya dengan handuk. Setelah itu, kakak-adik itu disekap di rumah kosong milik Aweng di Desa Talolang. Tangan Inne diikat. Mulut gadis itu dicekoki sebutir pil. Begitu Inne teler, ikatannya dilepas. Kemudian Aweng mendorong Inne ke kamar. Selanjutnya, menurut Inne, ia sadar dirinya sudah bugil. Pada malam yang sial itu pula, Ulu disuruh Aweng mengantarkan Inne dan adiknya pulang. Tapi ayah seorang anak itu pun, menurut Inne, ikut mencicipi tubuh gadis jebolan kelas V SD ini, di rumah kosong milik adik Ulu. Paginya, ketika terbangun, Inne sadar tubuhnya sudah bugil lagi. Saat ia memakai baju, di kantongnya ada uang Rp 15.000. Entah siapa yang memasukkannya. Istri Jufri, yang dilapori Inne atas musibah yang menimpanya, hari itu pula mengadu ke polisi. Seminggu kemudian, ibu Inne, yang baru tahu anaknya menjadi korban itu, juga mengadu. Tujuh kali ia bolak-balik ke Polres Sangir Talaut. Ia mengaku meludeskan puluhan ribu rupiah untuk ongkos. Hasilnya tidak memuaskan. Soalnya, Ula hanya dituduh memerkosa. Pengaduan penganiayaan, penculikan, dan pembiusan dikesampingkan. ''Aweng malah bebas,'' katanya. Polisi agaknya percaya, Aweng dan Inne melakukan perbuatan itu atas dasar suka sama suka. Tentang obat bius yang disebut-sebut itu, menurut Aweng, ''Itu cuma permen.'' Ketika ditemui wartawan TEMPO Phill M. Sulu di tokonya, Aweng memilih diam. ''Semua sudah jadi urusan polisi. Tanya saja ke Polres,'' kata istri Aweng. Di Tahuna, nama Aweng memang beken. Koran terbitan Manado yang memuat kasus bos yang makan nangka tapi sopirnya yang kena getahnya itu tak sampai di sana. Fotokopi beritanya pun, kabarnya, disita aparat. Sejauh mana kebenaran kisah Inne yang mengaku disebadani? Menurut Kepala Desa Naha, Arifin Narapil, tudingan atas diri Aweng yang berusia 68 tahun itu diragukan. ''Saya tak percaya Aweng yang setua itu bisa melakukannya. Inne terlalu mengada-ada, mungkin ada yang menyetirnya,'' kata Arifin. Ia masih paman Inne. Kapolres Sangir Talaut, Letnan Kolonel Lexi Palendang, tak bisa ditemui karena katanya sedang ke luar kota, sedangkan pejabat sementara Kapolres, Kapten Ch. Lumakeki, hanya angkat tangan. ''Maaf, saya tidak berwenang memberikan keterangan,'' katanya. WY
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini