Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Bila Eksepsi Diterima Hakim, Jaksa..

PN Rantauprapat & PN Jak-Bar menerima eksepsi pembela. Yang pertama dalam kasus pembunuhan Tan Cun Hok, karena terdakwa tidak didampingi pembela. Yang terakhir kasus penipuan Eddy & Ramlan. (hk)

27 Juli 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

EKSEPSI - permintaan terdakwa agar hakim tidak menerima dakwaan atau menyatakan tidak berwenang mengadili suatu perkara - biasanya dapat diduga akan ditolak hakim. Sebab itu, agak mencengankan, memang, bila pertengahan bulan ini dua eksepsi pembela diterima hakim sehingga persidangan dihentikan. Di Pengadilan Negeri Rantauprapat, Sumatera Utara, Hakim Victor Daulat Napitupulu menolak mengadili perkara pembunuhan dengan dua terdakwa, Amsen Manik dan Joni Sitanggang, karena di pemeriksaan polisi mereka tidak didampingi pembela. Sementara itu, Hakim Hasan Machmud di Pengadilan Negeri Jakarta Barat menghentikan pemeriksaan perkara penipuan yang tengah ditanganinya, gara-gara jaksa tidak menyampaikan salinan tuduhan kepada terdakwa bersamaan dengan pelimpahan perkara ke pengadilan. Amsen, Joni, dan Kristanto (kini buron) dibawa Jaksa Djangga More Siregar ke pengadilan dengan tuduhan berat: menganiaya sampai mati Tan Cun Hok pada 28 Februari 1985. Kepada polisi, Amsen dan Joni mengakui semua tuduhan itu. Mereka, yang diancam hukuman mati, juga tidak meminta didampingi pembela. Tapi, menurut Hakim Victor, di situlah kesalahan terjadi. Sebab, menurut pasal 56 KUHAP, dalam kasus semacam itu pemeriksa wajib menunjuk pembela untuk para terdakwa. Sebab itu pula, Victor meminta pengacara dari LBH Pos Rantauprapat untuk mendampingi Amsen dan Joni ketika perkara itu mulai disidangkan. Dua orang pengacara LBH - Nurdin Achmad Nasution, dan Ida Budiningsih - dalam sidang berikutnya, meminta Hakim menolak dakwaan Jaksa karena pemeriksaan pendahuluan perkara itu melanggar hukum acara. Kesalahan Jaksa, kata Nurdin, ia menerima saja berkas polisi itu, tanpa menyuruh pihak penyidik memperbaikinya. Jaksa Djangga Siregar, dalam repliknya, mengakui terjadinya pelanggaran KUHAP dalam pemeriksaan Amsen dan Joni. Tapi, katanya, kesalahan itu disebabkan keadaan: tempat peristiwa pembunuhan sekitar 121 km dari Rantauprapat. "Daerah itu terpencil, terisolasi, dan tidak ada lembaga bantuan hukum di tempat itu," ujar Djangga Siregar. Selain itu, katanya, tidak satu pasal pun di KUHAP yang mengatur bahwa berita acara polisi menjadi batal karena terdakwa diperiksa tanpa didampingi penasihat hukum. Hakim Victor Napitupulu tidak bisa menerima alasan Jaksa itu. Dakwaan Jaksa, menurut Hakim, tidak sah karena pemeriksaan pendahuluan tidak sah. "Seandainya di pemeriksaan kedua terdakwa didampingi pembela, kemungkinan hasil pemeriksaan berbeda dengan yang sekarang," ujar Hakim. Hakim juga tidak bisa menerima alasan Jaksa bahwa tempat terdakwa diperiksa itu terpencil. "Bagaimanapun, ketentuan KUHAP itu harus berlaku," ujar Victor lagi. Jaksa Djangga Siregar tetap berkesimpulan bahwa dakwaannya benar dan pemeriksaan polisi itu sah. Maka, ia menyatakan banding ke Pengadilan Tinggi Sumatera Utara. Pekan lalu, masalah itu dilaporkannya ke Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara. Berbeda dengan sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Di situ, Hakim Hasan Machmud justru menghentikan sidang menjelang tuntutan dibacakan Jaksa Andi Assaf Muin. Berdasarkan putusan itu, Jaksa harus mengulangi kembali proses pengajuan perkaranya ke pengadilan, sesuai dengan KUHAP. Sabtu pekan lalu, kata Andi Assaf ia telah melimpahkan perkara itu kembali ke pengadilan. ANDI Assaf, sekitar Juni lalu, menuduh - dua orang terdakwa, Eddy Hartono dan Ramlan Amri, melakukan "utang untuk mata pencaharian". Eddy dan Ramlan, menurut Jaksa, membeli 10 buah truk dari Saksi Bambang Sungkono dengan cek mundur. Ternyata, ketika cek diuangkan, hanya sebagian saja yang ada dananya. Akibatnya, Bambang dirugikan Rp 58 juta. Cara serupa juga dilakukan terdakwa terhadap Ong Wie Men sehingga saksi itu rugi Rp 119 Juta. Awalnya, persidangan berjalan lancar. Kedua terdakwa tidak mengajukan eksepsi atas tuduhan Jaksa. Barulah pada sidang awal Juli lalu, tiga orang pengacara O.C. Kaligis, John Wallery, dan Yusni Izin - mendampingi mereka. Ketiga pengacara itu segera melihat bahwa proses persidangan perkara itu dari semula tidak beres. Menurut John Wallery, kesalahan Jaksa yang pertama adalah mengubah surat dakwaan. Konon, pada sidang pertama, Jaksa Andi Assaf hanya menuduh Eddy dan Ramlan "melakukan utang untuk mata pencahanan". Tapi, pada sidang selanjutnya, tuduhan itu beranak pula dengan dakwaan penipuan. Selain itu, kata John, Jaksa tidak pula menyampaikan surat tuduhan kepada terdakwa sebelum sidang dimulai. "Jaksa baru menyerahkan tuduhan kepada terdakwa setelah lima orang saksi didengar di sidang," ujar John. Hakim Hasan Machmud ternyata menerima eksepsi tadi. "Sebab, Jaksa tidak melaksanakan KUHAP. Ia mengubah dakwaan tanpa memberi tahu terdakwa dan hakim. Selain itu, ia baru menyampaikan dakwaan kepada terdakwa setelah sidang berjalan, padahal seharusnya tiga hari sebelumnya," ujar Hasan Machmud, yang mengaku baru kali itu sebagai hakim menerima eksepsi pembela. Keputusan Hasan Machmud itu ternyata berakibat lain bagi Jaksa Andi Assaf. Jaksa, yang mengaku "nahas" dengan perkara itu dipanggil Kejaksaan Agung akibat putusan tadi. Menurut Andi, ia tidak merasa mengubah surat dakwaan. "Entah kenapa surat dakwaan yang diterima pengadilan bisa berbeda dengan yang saya pegang," ujar Andi. Tapi ia juga tidak tahu siapa yang mengubah surat dakwaannya itu. Andi juga tidak merasa melalaikan kewajiban menyampaikan surat dakwaan sebelum sidang dimulai. "Sebelum sidang, saya sudah berusaha menemui mereka, tapi tidak bertemu," ujar Andi, yang mengaku mendapat perintah mutasi ke Manado setelah ribut-ribut soal eksepsi itu. Karni Ilyas

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus