MEMBUNUH bagi Maman Salman tampaknya seringan menepuk nyamuk. Tanpa alasan yang jelas, keinginan untuk mengakhiri hidup Siti Hapipah, muncul begitu saja. Dan Siti itu tak lain istrinya sendiri, yang dikawininya setahun yang lalu. Awal Oktober lalu Salman ditahan polisi, dituduh membunuh istri sendiri. Suatu malam, pertengahan bulan lalu, keheningan Kampung Cihideung, Ciamis, Jawa Barat, terkoyak oleh jeritan panjang. Teriakan yang memilukan itu belum juga berhenti, ketika sebagian penduduk desa berdatangan ke rumah Salman. Sambil menangis, pemuda itu menunjuk ke sebuah kamar. Di tempat tidur, tergeletak tubuh istrinya. Bukan sedang tidur. Tubuh itu sudah kaku dalam posisi tertelungkup. Kakinya terikat sapu tangan, seutas tali melingkar di leher. Sepintas lalu mengesankan Siti Hapipah, nama perempuan itu, mati menggantung diri. Tak ada tanda-tanda mencurigakan di badannya. Keesokan harinya, jenazah Siti, 22, dimakamkan. Anehnya, Salman, sehabis penguburan jenazah, menghilang -- suatu hal yang tidak lazim. Lebih aneh, tak seorang pun yang tahu ke maha raibnya bapak satu anak yang hanya sempat mengecap bangku SD ini. Polisi pun lalu mencurigainya dan melakukan pelacakan. Di rumah otangtuanya, di Pangandaran, masih di kawasan Ciamis, Salman tidak ditemui. Begitu juga di beberapa tempat lain. Eh, awal Oktober lalu, tahu-tahu muncul surat di kantor koperasi simpan pinjam. Surat itu tak bernama si pengirim, tapi punya alamat jelas, yakni di Kebumen, Jawa Tengah. Dan berdasar corak tulisan, beberapa orang di koperasi itu menduga itu tulisan Salman. Laki-laki itu memang bekerja di koperasi tersebut. Akhirnya, tanpa banyak kesulitan, Salman ditangkap. "Saya memang membunuh," kata Salman memberikan pengakuan. Sore, di hari peristiwa itu terjadi, entah bagaimana, ketika melihat istrinya sedang tidur nyenyak, timbul keinginan keji itu. Diam-diam ia menyiapkan sehelai sapu tangan besar. Alat pembunuh itu langsung dililitkan ke leher Siti dan ditarik sekuat tenaga. Tak ayal lagi, perempuan malang itu tewas seketika. Setelah itu, dengan seutas tali, leher istrinya diikatkan ke kayu yang melintang di langit-langit kamar. Tapi, rupanya, Salman memang telah menyimpan dendam. Di tahanan ia mengaku, belakangan ini hubungannya dengan Siti Hapipah kurang harmonis. Istri yang dikawini pada 1985 itu terlalu pencemburu. "Dia mencurigai saya mengadakan hubungan asmara dengan bibi tukang masak di koperasi," katanya. Memang, ada desas-desus di Desa itu bahwa Salman punya pacar. Tapi itu menurut keterangan polisi. Biarlah pengadilan yang mengadili Salman. Lain lagi yang terjadi di Sumpyuh, Banyumas, April silam. Gara-gara menolak rujuk, Pariyun tega menggorok leher bekas istrinya dengan pisau cukur. "Saya kalap waktu itu," katanya. Di hari-hari ini kasus Pariyun segera disidangkan di Pengadilan Negeri Banyumas. Sudah lebih dari enam bulan Pariyun tidak menengok Sumiarti, 19, di Desa Ketandan. Ia sebenarnya rindu kepada anaknya, Khusnul Hotijah, yang baru berusia 8 bulan -- bukan kepada istri yang telah dicerainya itu. Begitu ia datang, sambutan yang didapat tidak menyenangkan hatinya. Bekas istrinya itu memang memberi kesempatan padanya untuk sekadar mencium Khusnul. Tapi Sumiarti melarangnya ia menggendong anak itu. Rupanya, ini membuat lelaki itu gusar. Begitu Sum membelakanginya, kontan pisau cukur di sakunya mampir ke leher perempuan itu. Pisau itu mengoyak sepanjang 15 cm dan sedalam 5 cm. Khusnul menangis menjerit-jerit. Melihat Sumiarti berlumuran darah, lelaki yang cukup tampan itu hanya bisa terpukau. Ia buru-buru kabur ke Purwokerto. Mula-mula Pariyun berniat ke Bandung. Tapi, dalam kebingungannya, orang yang pernah dididik di madrasah ini mengaku terus terang ke seorang petugas piket di terminal bis Purwokerto. Pengakuan itu membawanya ke tahanan. Dan inilah pengakuan Pariyun: "Saya tidak rela kalau Sumiarti menikah dengan laki-laki lain. Saya masih mencintai bekas istri saya itu. Apalagi anak saya." Namun, rupanya, Sumiarti sudah punya pilihan lain, Pariyun pun jadi mata gelap.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini