DENDAM dan kemarahan seorang anak terhadap bapaknya bisa berakhir dengan pembunuhan. Di Muaraenim, gara-gara dimarahi, Hardinata tega menikam ayahnya ketika sedang pulas tidur. Sementara itu, di Deli Serdang, Abdul Rahim menggelepar tak berdaya dihantam gagang cangkul oleh anaknya, hanya karena ayah itu tidak bisa menyediakan sejumlah uang sogokan agar si anak bisa diterima bekerja. Warga Desa Perapau, Kecamatan Semendo, Pulau Panggung, Muaraenim, akhir bulan lalu gempar. Mattohir, 50, malam itu ditemukan dalam keadaan sekarat dengan luka-luka tikaman. Paling tidak di tubuhnya ditemukan tujuh liang. Bagi desa yang hanya dihuni 66 keluarga, dan selama ini tenteram-tenteram saja, peristiwa itu sangat mengejutkan. Apalagi, si pelaku tidak lain anak kelima korban itu sendiri, yang baru berusia 13 tahun. Anak itu di kalangan tetangganya dikenal pendiam, boleh dikata jarang bergaul dengan teman-teman sebayanya. Sejak tahun 1982 ia meninggalkan bangku sekolah, dan lebih banyak berdiam di rumah. Ia sering kali mengganggu adiknya, bila si adik sedang tekun belajar. Lantaran itulah, Mattori memarahi anaknya itu. Agaknya, teguran itu menimbulkan dendam yang bukan alang kepalang. Tahu-tahu ayah enam anak ini ditemukan tewas selagi tidur di malam yang nahas itu. Sesaat setelah penikaman itu, anak yang hanya sempat mengecap dua tahun di bangku SD ini lari ke rumah bibinya dan langsung dibawa ke Polsek Pulau Panggung. Atas permintaan keluarganya, ia tidak ditahan. Anak itu diduga menderita gangguan jiwa. Menurut Kepala Desa Perapau, Tarmizi, anak itu agak terbelakang mentalnya. Dari semua anak dalam keluarga itu, hanya dialah yang menolak sekolah tampaknya karena ia malu, tak bisa mengikuti pelajaran. Bahkan, ketika ditemui, ia sendiri lupa kapan terakhir mengecap bangku sekolah itu. Hari-hari belakangan ini, anak itu akan dibawa ke Palembang untuk menjalani pemeriksaan kejiwaan. Tentang kematian ayahnya, ia mengaku menyesal. Tapi -- ini memang bisa jadi petunjuk ketidakberesan jiwanya -- itu dikatakannya sambil tersenyum. Lain lagi yang terjadi di Desa Mulyorejo, Kecamatan Sunggal, Deli Serdang. Ketika itu, pertengahan September silam, Syahrul Aman hanya berniat menakut-nakuti ayahnya dengan gagang cangkul. Gertakannya ternyata tidak mempan. Sang ayah ternyata menjadi marah. Duel seru yang tidak seimbang pun terjadi. Entah setan mana yang lewat, Ucok, panggilan akrab Syahrul, menghantamkan gagang pacul empat kali berturut-turut ke kepala ayahnya. Melihat ayahnya sudah terkulai tidak berdaya, Ucok bukannya sadar. Ia malah mengambil sepotong pipa besi yang kemudian dihujamkan ke ulu hati lelaki tua yang malang itu. Abdul Rahim Sagala, 57, ayah empat anak, memang tidak langsung mati. Ia masih sempat berteriak minta tolong. Apa daya, waktu itu hujan turun deras sekali. Suaranya hanya bergema di sekitar rumah. Kebetulan istri korban, Latifah Hanum, 56, saat itu sedang bertandang ke rumah salah seorang anaknya. Yang menyaksikan peristiwa mengerikan itu bukannya tidak ada. Rahmat, 8, salah seorang keponakannya, menjadi saksi kekejaman Ucok. "Niat saya hanya sekadar menakut-nakuti, agar Ayah menyediakan uang," cerita Ucok, 22. Pemuda itu butuh Rp 80 ribu untuk menyogok agar ia diterima bekerja di sebuah pabrik di Medan. Ayahnya, yang hanya berpenghasilan dari penjualan sumbu kompor, mana mungkin menyediakan uang sebanyak itu. "Bisa makan dan membayar sewa rumah saja, rasanya, sudah bersyukur sekali," kata Latifah Hanum. Kini penyesalan tinggal penyesalan. Di tahanan, Ucok sering meratap dan menangis. "Ia juga rajin salat," kata Komandan Sektor Kota Medan Sunggal, Lettu D. Simbolon. Tidak ada hambatan dalam pengusutan Rekonstruksi peristiwanya pun segera dilakukan, sebelum polisi menyerahkan berkas perkara ke pengadilan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini