Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Leak masih ada, bunuhlah leak

Gusti putu mayun, 80, dibunuh anak tirinya putu arka karena disangka leak. mayun menolak menyembuhkan penyakit cucu putu arka. leak memang menjadi musuh orang bali. pembunuhnya tetap akan diadili. (krim)

18 Oktober 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI Bali, leak ditakuti, dan menelan korban sampai sekarang. Terakhir adalah Gusti Putu Mayun, 80, seorang nenek yang tinggal di Desa Dencarik, Kecamatan Banjar, Buleleng. Nenek yang telah bungkuk dan bersuara kecil ini terbunuh akhir September lampau. Kepalanya terluka senjata tajam dan beberapa tulang rusuknya patah. Polisi yang datang menemukan sebilah pisau lipat yang diduga telah digunakan untuk menghabisi korban. Barang bukti lain berupa sebentuk mata cincin, yang dijumpai dekat leher Mayun. Mata cincin itu milik Putu Arka, anak tiri korban sendiri. Sampai di sini, ternyata, urusan tak begitu berbelit. Putu, setelah diperiksa polisi, mengaku terus terang sebagai pelaku pembunuhan. Mayun dibunuh karena ia diduga menjadi leak. Yaitu orang yang memiliki kesaktian dan bisa berubah bentuk, antara lain menjadi binatang seperti kera, ular, atau harimau. Atau, ini yang populer, menjadi raksasa berlidah panjang. Tentu saja, kesaktian dan perubahan itu untuk suatu tujuan yang jahat. Dengan kata lain, dia adalah orang yang telah menuntut ilmu hitam -- semacam ilmu teluh atau santet, begitulah. Susahnya, sulit diketahui apakah Mayun pernah berubah menjadi kera, misalnya. Dan, apakah dia memang pernah berniat jahat. Yang jelas, rentetan peristiwa ini rupanya bermula dari buyut tiri Mayun sendiri. I Gusti Ngurah Wiranatha, 22, buyut itu sakit sejak setahun lalu. Lutut kanan mahasiswa tingkat tiga Universitas Udayana, ini membengkak nyaris sebesar kelapa. Beberapa bulan lampau, ia dibawa berobat ke dokter, dioperasi, dan sembuh. Tapi kumat lagi. Dokter bilang, Wiranatha ini mengidap tumor tulang dan, agar penyakitnya tak menjalar ke mana-mana, disarankan agar kakinya diamputasi. Wiranatha menolak, begitu juga orangtuanya, I Gusti Nyoman Oka, yang tak lain cucu tiri korban. Lalu? Ke mana lagi mereka berpaling bila tak ke dukun. Adalah Arka, kakek si sakit atau anak tiri korban, yang begitu antusias mengobati cucu tersayang dengan cara tradisional. Wiranatha kemudian dia bawa berobat kepada seorang dukun di desanya, sekitar 70 kilometer dari Singaraja (ibu kota Kabupaten Buleleng). Pengobatan tradisional tak ada hasilnya. Maka, Arka menemui ibu tirinya, Gusti Putu Mayun, minta petunjuk. Dari s6inilah pembunuhan itu mulai menemukan jalan. Konon, Arka berjanji, apa pun obatnya, demi kesembuhan si cucu, akan dia cari dan laksanakan. Kurang jelas mengapa kemudian Mayun menolak permintaan anak tirinya. Bahkan menurut Arka kepada TEMPO, ibu tirinya merasa tersinggung dan marah. Dengan mata mendelik, Mayun menjawab, "Ibu tak tahu apa-apa. Mau dikasih obat apa, ya, terserahlah," -- demikian sejauh penuturan tersangka. Repotnya, atas jawaban ibu tirinya itu, Arka menyimpulkan bahwa ibu tirinya ternyata leak. Petani yang sudah tak kuat mencangkul di sawah itu mengaku tiba-tiba menjadi panas. Dan terjadilah pembunuhan itu. Kelian Adat atau ketua adat di Desa Dencarik, Ida Komang Oka, sendiri tak begitu yakin bahwa korban seorang penuntut ilmu hitam. Sehari-harinya nenek itu dikenal baik. Ia tak pernah ribut dengan tetangga dan sanak famili. Bahkan, nenek yang hidup dari jualan bumbu dapur kecil-kecilan itu sering meminjamkan uang atau beras. "Seandainya dia leak, kami tentu takut membeli bumbu dapur atau makanan dagangannya," ujar Komang Oka. Mungkin nenek Mayun memang bukan leak, siapa tahu. Yang jelas, bagi masyarakat Bali, di kota -- terutama di desa-desa bahkan juga bagi orang Bali yang sudah merantau leak masih dipercayai adanya. Legenda Bali mengatakan bahwa Calonarang itulah cakal bakal leak. Tokoh legenda yang menurut kepercayaan hidup di zaman Raja Airlangga, di sekitar abad ke-11 itu, memang tukang menyebarkan penyakit dan kesengsaraan. Demikian juga para ahli warisnya, yakni orang-orang yang menuntut ilmu leak. "Leak itu tujuannya memang untuk membikin onar atau membalas dendam," kata seorang tokoh masyarakat Bali. Menurut Ketut Nuada, 58, pemuka agama Hindu dan anggota DPRD Badung, leak sebenarnya tak bisa membunuh. "Dia cuma bisa mengganggu," katanya. Dan kehadirannya, "sama dengan angin. Orang tak bisa melihat angin, tapi angin itu diketahui ada karena ada pohon yang bergoyang." Dan Februari lalu, pohon memang bergoyang di Karangasem, Bali timur. Seorang warga Desa, I Nyoman Carik, 30, oleh penduduk sekitar diduga menekuni ilmu leak. Ia acap kali, menurut tetangga-tetangganya, bertindak sewenang-wenang. Akhirnya ia tewas dibunuh oleh tiga pemuda sedesanya. Carik dibunuh saat hendak pergi ke ladang. Tapi adakah selama ini tanda-tanda yang menunjukkan Mayun, korban di Desa Dencarik, menuntut ilmu hitam ? Menurut Nyoman Oka, cucu korban -- beberapa hari sebelum Wiranatha kambuh bengkaknya menemukan sejumlah benda yang ada kaitannya dengan dunia hitam. Benda itu ditemukannya tertanam di jalan di halaman rumahnya: 6 jarum emas! 2 permata mirah, gigi, dan rambut manusia, serta sepotong tembaga dan emas. Menurut tetua di situ, benda-benda tadi jelas sengaja ditanam oleh orang yang menghendaki kehancuran pemilik rumah dan pekarangan. Tapi mengapa kemudian Putu Arka, ayah Nyoman Oka, menuduh Mayun adalah leak, tak jelas. Bisa jadi Arka sudah menyimpan sakit hati atau dendam kepada ibu tirinya itu. Bisa jadi, keyakinan tentang adanya leak dalam hatinya memang masih tebal sekali. Dan sedikit saja gejala yang bisa menunjukkan seseorang adalah ahli waris Calonarang, bisa membuat hatinya kecut dan akal sehatnya hilang. Menurut polisi, pembunuhan bermotifkan leak memang masih sering terjadi. Sayang, data kasus kriminalitas khas Bali ini tak tercatat jumlahnya. Dan belum ada penelitian, misalnya, kasus leak lebih sebagai pembunuhan karena ketakutan, ataukah juga dilatarbelakangi dendam, iri hati, dan lain-lain -- sebagaimana kasus pembunuhan tukang teluh di Jawa. Tapi bagi Letkol Wayan Madja, Kapolres Buleleng, tak peduli yang dibunuh seorang leak atau bukan, bila cukup bukti, tersangka akan diseret ke pengadilan. Dan Putu Arka tak lepas dari undang-undang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus