SIANG itu Butik Monalisa di lantai bawah Pertokoan Duta Merlin di Jalan Gajahmada (Jakarta) didatangi tamu yang sungguh pintar memancing haru. Mereka, 2 orang pria dan 2 wanita berkulit kuning, muka kusut dan berpakaian kumal, mengumbar cerita sedih. Datang dari Vietnam, sebagai pelarian, katanya mereka berbulan-bulan terombang-ambing di laut sebelum terdampar di tempat penampungan pengungsi di Jakarla Timur. Cara berkisah yang disertai banjir airmata, ditambah bumbu, seperti betapa mereka harus membuang mayat keluarganya ke laut karena mati kelaparan, berhasil juga memukau pendengarnya. Bahkan si pemilik butik, bekas peragawati Wenny Wulur dan para pegawainya, sampai ikut menangis saking ibanya. Berita duka belum selesai. Di tempat penampungan, katanya seperti diceritakan kembali Wenny kemudian, mereka juga ditelantarkan dan dibiarkan kelaparan. Untuk itulah mereka kemudian bermaksud hendak menjual harta simpanan sekedar menyambung hidup. Kepada Wenny mereka menunjukkan sebuah kotak korek api. Isinya? 30 butir benda yang menerbitkan cahaya biru bersinar-sinar. Yang punya menyatakan: benda tersebut adalah berlian!. Tak Begitu Seru Wenny tertarik. Setelah pasang omong beberapa saat -- tamunya berbicara dengan bahasa Inggris yang patah-patah -- Wenny mengajak tamunya pergi ke seorang kenalan di Kwitang, untuk menguji keaslian permata tersebut. Lima butir yang diperiksa, menurut kenalan Wenny, ternyata asli. Bahkan begituu bagus cahayanya sehingga harganya bisa tak kurang Rp 4 juta setiap karatnya. Begitu kata teman Wenny sambil menyarankan agar harganya ditawar Rp 3 juta saja setiap butirnya. Tawar menawar yang tak begitu seru terjadi. "Orang-orang Vietnam" tersebut minta US$ 80 ribu untuk 30 butir. Tapi akhirnya harga disepakati Rp 20 juta. Wenny membayar tunai dengan uang Rp 10 juta dan Rp 5 juta berupa arloji merk Titus, GP, Longines dan arloji emas Rolex. Kekurangannya dijanjikan akan dilunasi besoknya. Malamnya, 10 September, Wenny merasa tak tenteram karena diliputi pertanyaan: aslikah berlian yang dibelinya? Malam itu juga ia kembali ke Duta Merlin hendak memeriksakan berliannya ke sebuah toko. Tapi karena sudah agak larut, pemeriksaan baru bisa dilakukan keesokan harinya. Hasilnya membuat jantung Wenny merasa berhenti berdenyut ternyata ke-30 berlian itu palsu adanya! Sudah dapat diduga hari itu si penjual berlian palsu tak akan datang menjempur sisa pembayaran. Maka siang itu juga Wenny berusaha menjejaki penipunya. Hampir semua hotel di jelajahinya. Tempat pengungsian orang Vietnam juga diperiksa setelah melapor ke polisi di Kores 701 Kramat. Wenny juga menempatkan orangnya untuk mengintai Lapangan udara Kemayoran dan Halim P K. Satu-dua dari usaha Wenny memang hanya menghasilkan keletihan -- ia pernah keliling dari hotel ke hotel sampai subuh. Tapi sore itu, 14 September, seorang mata-matanya di Halim PK. melihat buronannya di sana. Wenny, yang mendapat info, serasa hendak terbang menjumpai buronannya. Betul juga. Ia melihat dua orang wanita yang dicarinya duduk di ruang tunggu. Tapi kali ini mereka kelihatan rapi. Mula-mula Wenny minta agar petugas imigrasi melakukan penangkapan. Tapi mereka merasa tak berhak melakukan tindakan seperti itu, permintaan Wenny tak dapat dikabulkan. Begitu juga polisi khusus yang bertugas di sana. Wenny kalang-kabut. Sementara itu diketahuinya waktu hampir habis -- beberapa menit lagi buronannya akan segera terbang dengan salah sebuah pesawat. Membuat Huru-hara Tapi Wenny segera punya akal. Dibuatlah huru-hara untuk menarik perhatian petugas. Serentak didatanginya kedua wanita yang diincarnya, disergap rambut keduanya, dan kepala mereka saling diadu. Sampai segumpal rambut dari salah seorang di antaranya tercerabut dari kepala. Wenny juga mempergunakan kedua tangannya untuk menempeleng dan mencakar lawannya. Seketika, seperti diharapkan, hebohlah ruang runggu. Petugas turun tangan meringkus kedua wanita yang kemudian ternyata bukan orang Viemam. Paspor mereka menyatakan Nona Pennapas (25) dan Nyonya Ruang Withaya (35) adalah warganegara Muangthai. Tapi Wenny tak dapat membujuk petugas untuk menangkap seorang laki-laki yang diduganya teman kedua wanita tadi. Kedua wanita tersebut merangkak-rangkak minta maaf. Tapi tentu saja urusan tak berhenti sampai di situ. Dari mereka polisi segera dapat menangkap seorang tersangka lainnya. Dan ternyata bukan hanya mereka yang mengaku orang Viemam dan memperdagangkan berlian palsu. Di Kodak Metro Jaya telah ditahan pula beberapa tersangka dengan tuduhan melakukan kejahatan yang sama. Ceritanya hampir sama. Sebuah toko emas di Pusat Perdagangan Senen pagi itu, 8 September, kedatangan 4 orang (dua orang di antaranya wanita) yang mengaku sebagai pengungsi Vietnam. Setelah menceritakan pengalaman sedih buntut-buntutnya mereka menawarkan berlian. Walaupun terbawa oleh kesedihan yang diceritakan tamunya, pemilik toko masih tetap hati-hati, meminta pendapat dari ahli berlian yang juga bertoko di Senen. Sama dengan yang dialami Wenny kemudian, berlian yang diteliti memang asli, tapi yang ditinggalkan penjualnya -- entah permainan sulap apa yang dipergunakan -- ternyata palsu. Pemilik tokoh emas di Senen tersebut terpaksa mengeluarkan uang Rp 5,5 juta untuk 30 butir berlian palsu. Pemilik toko tersebut enggan melapor ke polisi. Ia berusaha menjajaki sendiri buronannya. Namun betapa pun ia mengubak-ubak hotel dan kasino sia-sia saja hasilnya. Adalah salah seorang pemilik toko emas di Jalan Kenanga yang bersikap hati-hati. Ia juga mengetahui rekannya di Senen kena tipu. Maka ketika ada pemilik toko emas dari Jalan Gajahmada memeriksakan berlian yang berasal dari "orang Vietnam" -- walaupun seperti peristiwa lainnya, yang diperiksakan adalah yang asli -- kecurigaannya muncul. Dengan taksi ia mengejar ke Jalan Gajahmada. "Orang-orang Vietnam" yang diburunya sudah meninggalkan toko emas setelah tak berhasil membujuk pemiliknya untuk melakukan transaksi. Tapi baru saja taksi yang mereka tumpangi melaju, sebuah taksi lain berusaha memotong jalan, dan penumpangnya -- pemilik toko emas di Jalan Kenanga yang memang membuntutinya -- berteriak memberitahu sopir agar membawa penumpangnya ke Kodak Metro Jaya. Sopir, yang memahami gelagat, langsung mengarahkan kendaraannya menuju Kodak. Tapi orang asing yang di dalam juga mengetahui maksudnya. Sampai di Bunderan Airmancur di Jalan Thamrin mereka berusaha membuang segenggam berlian ke luar jendela. Tapi ada sekitar 6 butir yang tercecer di dalam mobil. Dollar Palsu Sampai di kantor polisi orang-orang asing itu berusaha kabur. Dua orang di antara mereka, seorang laki-laki dan wanita, memang dapat lolos. Tapi segera tertangkap di hotel tempat mereka menginap. Polisi wanita yang melakukan penggeledahan menemukan uang asing, US$ 11.700, yang ternyata 800 dollar diantaranya uang palsu. Tersimpan di antara kedua paha tersangka wanita. Dari mereka polisi juga dapat menemukan tersangka-tersangka lain. Semuanya orang asing dan berasal dari Muangthai. Menurut Dan Satserse Kodak Metro Jaya, Letkol. Hindarto, dari pemeriksaan terhadap tersangka sampai saat ini belum banyak diperoleh cerita. Misalnya tentang organisasi mereka, anggota komplotan dan di mana saja mereka telah melakukan penipuan -- jangan-jangan telah meluas ke kota-kota lain. Tapl menurut sumber TEMPO di kepolisian, pemeriksaan terhadap orang-orang Muangthai tersebut berjalan lancar. Umumnya mereka tenang. Itu terlihat dari cara-cara mereka ketika berada di ruang pemeriksaan. Saling berbicara dengan lincah dan bergurau. Nyonya Ruang Withaya, misalnya, enteng saja mengatakan: "Baru sekali ini saya tertangkap. Saya ini cuma pemain." Siapa dalangnya? Atying Yong Chai, 39 tahun, pria, mengaku telah mengorganisir penipuan dengan berlian palsu selama 2 tahun. Dialah, katanya, kepala komplotan -- tapi tak ada hubungan dengan Nyonya Withaya atau Nona Pannapas yang katanya berasal dari komplotan lain. Yong Chai mengaku pernah 2 kali tertangkap polisi di Bangkok. "Tapi tak pernah dihukum," katanya enteng. "Damai saja!" Mengalihkan operasinya ke Indonesia, dikira polisi di sini bisa diajak damai, barangkali.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini