Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Alternatif Bagi Halaman Hitam

Kebijaksanaan pemerintah tentang penyensoran pers asing mendapat kritik (a.l jussac mr. wirosoebroto) di berbagai perwakilan pers asing di jakarta, kini telah dipasang alat selektor.(md)

27 September 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BUKAN barang baru: halaman koran dan majalah luar negeri, biasanya yang menulis tentang Indonesia, masih sering dicat hitam sensur. Pemerintah Indonesia tampak beranggapan pemberitaan pers asing masih dilakukan secara sepihak. Tapi bijaksanakah penyensuran ini? Di DPR pekan lalu, anggota Komisi I Jussac MR Wirosoebroto, yang juga seorang tokoh pers, pemimpih Pelelopor Yogja mempersoalkannya. Tapi Soekarno SH, Direktur Jenderal Pembinaan Pers dan Grafika, yang mendampingi Menteri Sekretaris Negara Sudharmono, memberi keterangan dengan alasan yang memang sering diperdengarkan pemerintah Dunia Ketiga. Ia menuduh pemberitaan pers asing sangat berprasangka dan tidak mengandung kebenaran. Pers nasional sendiri, kata Soekarno, sudah banyak mengekang diri dalam pemberitaan. "Jadi bila pers asing tidak disensur, itu namanya tidak adil," lanjutnya. Pemerintah juga tampaknya tak hanya menyensur. Rabu pekan lalu, Paul Zach, 27 tahun, wartawan freelance misalnya, harus meninggalkan Indonesla karena tidak memperoleh perpanjangan izin tinggal. Berbagai tulisannya di pers asing, di antaranya di Washington Post tentang Nyonya Tien Soeharto, dianggap sangat berprasangka dan berat sebelah. Sebelum menindak Zach pemerintah sesungguhnya telah mengetatkan arus pemberitaan dari kantor berita asing. Sejak awal September mereka (Reuter, AFP, AP, dan UPI) tidak diperkenankan lagi mengirimkan kembali berita tentang Indonesia yang berasal dari wartawannya di sini. Suatu alat selektor sudah dipasang di pesawat teleks penerima perwakilannya di Jakarta. Latar Belakang Alasannya, demikian August Marpaung SH, pucuk pimpinan Kantor Brita Antara, yang mengageni AFP, Reuter, dan UPI, Indonesia sudah memiliki media massa yang baik untuk menurunkan tulisan tentang Indonesia. Ia juga menyebut, karena perbedaan latar belakang dan pengetahuan, cara mereka menulis sering tidak cocok dengan iklim Indonesia. "Bila dibiarkan, hal itu bisa menimbulkan guncangan," katanya. Sebuah sumber di Departemen Penerangan malah mengungkapkan kecenderungan pers asing mengutip sumber di luar pemerintahan yang dinilai pihak Deppen "bersuara negatif, dan tidak akurat". Tuduhan itu tentu saja dibantah pers asing di Jakarta. "Kami sering menemui kesulitan untuk berwawancara dengan pejabat pemerintah," kata Guy Sacerdoti, wartawan majalah mingguan Far Eastern Economic Review. Sacerdoti Sekretaris Klub Koresponden Asing di Jakarta (JFCC), beranggota 28 orang, menyesalkan perlakuan pemerintah yang membedakan wartawan asing dengan wartawan Indonesia. Sering mereka tak diberi tahu dan diajak serta untuk menghadiri pertemuan pers. Akibatnya, menurut dia, mereka mendapat sumber berita dari tangan kedua bukan dari tangan pertama. "Di Malaysia pelayanan terhadap wartawan asing tidak dibedakan," ungkap Sacerdoti yang pernah bertugas di sana. Tidak Mudah Sikap pemerintah itu dikritik pula oleh Jussac MR Wirosoebroto. Ia minta kebijaksanaan tersebut ditinjau kembali. Sebab dengan melakukan sensur, pemerintah tidak akan tahu penilaian pihak luar. Gafur Fadil, wartawan AP di Indonesia, punya saran lain: ia usul agar pemerintah melarang saja koran lokal mengutip berita negatif ketimbang menyensur. Sementara itu Sumono Mussofa, Pemimpin Redaksi Kantor Berita KNI, menilai penyensuran tidak tepat, karena "Betapa pun rapi peristiwa buruk ditutupi, suatu saat akan muncul ke permukaan," katanya. Tapi bagi pemerintah, soalnya memang tidak mudah. Benturan dengan pers asing, yang umumnya kuat, tak selalu menghasilkan buah yang positif. Kini di Departemen Penerangan dibentuk suatu kelompok lobby dipimpin Juzahar (John) Sirie. Lobby yang mengkoordinasi kerja lima direktorat di lingkungan Deppen ini, akan membantu pers asing memperoleh informasi akurat, dan dipercaya. Dengan cara itu hubungan pemerintah dengan pers asing diharapkan akan semakin terbuka. "Jadi tugas kami bukanlah mengatakan berita ini boleh dimuat, dan itu tidak boleh," kata Sirie. Beberapa wartawan asing yang bertugas di Jakarta merasa langkah Deppen ini suatu yang menimbulkan harapan baik -- meskipun mereka umumnya tahu bahwa para pejabat Indonesia belum setangkas koleganya di negara Asean lain dalam berhubungan dengan pers, khususnya pers asing.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus