Untuk pertama kali, pembocor soal-soal Ebtanas diseret ke pengadilan. Tuduhannya membocorkan rahasia negara. DOSA pembocor ujian negara ternyata tak kepalang tanggung. Buktinya, tiga terdakwa, Ir. Syamlawi Fadli, Rakino, dan Benedictus Attaladjar, pekan-pekan ini diseret ke Pengadilan Negeri Jakarta Timur dengan tuduhan membocorkan rahasia negara -- memberikan dokumen rahasia negara kepada orang yang tidak berwenang. Sidang pertama, yang digelar Jumat pekan lalu dengan terdakwa Syamlawi Fadli, 39 tahun, pengajar bimbingan tes (Teknos) di Jakarta Timur, mendapat perhatian besar pelajar sekolah menengah atas. Mungkin karena, menurut catatan, ini pertama kalinya pembocor ujian negara sampai ke meja hijau. Menurut Jaksa Bonar Gultom, Syamlawi sekitar Mei lalu memberikan soal-soal evaluasi belajar tahap akhir tingkat nasional (Ebtanas) 1991 kepada siswa-siswanya yang akan ikut ujian. Padahal, katanya, terdakwa mengetahui bahwa naskah soal Ebtanas tersebut merupakan dokumen negara yang harus dirahasiakan sebelum diujikan. Dalam berita acara pemeriksaan (BAP), Syamlawi mengaku, pada 7 Mei lalu didatangi seorang siswanya yang membawa satu paket (tujuh mata pelajaran) fotokopi Ebtanas. Dua hari kemudian, dua siswa lainnya juga menyerahkan soal yang sama untuk dibuatkan jawabannya. Sebelumnya, ia memang sudah mendapat kabar dari rekannya, Rakino, bahwa banyak siswa Teknos mencari soal-soal Ebtanas. Sebab itu, kata Syamlawi, tanpa pikir panjang ia memperbanyak soal dan jawabannya. Dalam BAP itu, tak jelas apa motivasi Syamlawi memperbanyak soal-soal itu. Namun, menurut Jaksa Bonar Gultom, tujuan Syamlawi dengan pembocoran ujian negara itu tak lain agar bimbingan tes yang dikelolanya laku di kalangan siswa. Syamlawi memang bukan tangan pertama yang membocorkan soal Ebtanas. Di Pengadilan Jakarta Selatan, Budhi Santoso, seorang operator percetakan AKA di Jalan Bangka, juga didakwa mengambil beberapa lembar soal yang akan dikirim ke Kanwil P dan K. Dari tangan Budhi inilah, kata Jaksa Ny. Villya Dharmawi, soal-soal itu pindah ke seorang ibu yang anaknya akan mengikuti ujian, dan akhirnya sampai ke tangan Syamlawi tadi. Sebab itu, Budhi dianggap sebagai sumber bocornya ujian negara yang sempat menghebohkan beberapa bulan lalu. "Ia sebelum mencetak kan sudah disumpah," ujar Villya. Kebocoran soal Ebtanas memang bukan yang pertama. Seperti yang diakui Budhi dalam BAP, ia sudah dua kali membocorkan naskah Ebtanas asli. Naskah-naskah yang disebutkan sebagai kelebihan cetak itu diselundupkan lewat pintu percetakan yang sudah tidak terpakai. Begitu sampai di pasaran soal-soal Ebtanas tadi bak surat berharga. Setiap orang yang memegangnya selalu ketiban rezeki. Seperti yang dituturkan oleh seorang saksi, David Yebitambata, pelajar dari sebuah SMA di Jakarta. Ia berani mematok harga soal-soal Ebtanas itu sampai Rp 4 juta. Di persidangan Jaksa menuduh para tersangka dengan pasal 112 KUHP, yakni membocorkan dokumen rahasia negara (dengan ancaman hukuman 7 tahun penjara). Persoalannya tepatkah pasal itu dipakai untuk terdakwa yang hanya membocorkan naskah ujian lokal. "Meski yang dibocorkan naskah ujian lokal, itu pun bisa dimasukkan pasal 112 KUHP," ujar Bonar. Kata Bonar, yang masuk dalam klasifikasi rahasia negara, selain dokumen ujian negara yang belum diujikan, juga termasuk di dalamnya pembocoran putusan hakim dan tuntutan jaksa yang belum dibacakan. Pengacara Kontrar Nawar, yang mendampingi Syamlawi, keberatan atas pasal yang dituduhkan. Katanya, yang dimaksud dengan membocorkan dokumen negara bila soal-soal Ebtanas itu asli, sedangkan yang diterima terdakwa adalah fotokopian. Selain itu, Kontrar keberatan kalau hanya Syamlawi yang diadili dalam kasus itu. "Seharusnya Syamlawi tidak sendirian. Pimpinan Teknos dan siswa yang terlibat juga harus ikut bertanggung jawab," ujar Kontrar. Bambang Aji dan Nunik Iswardani
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini