Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Kepala Biro Pengamanan Internal Polri Brigjen Hendra Kurniawan akan menjalani sidang etik pada pekan depan. Hendra terlibat dalam kasus penghilangan alat bukti rekaman kamera keamanan atau CCTV di rumah dinas mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri Irjen Ferdy Sambo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Informasi yang saya dapat dari Div Propam untuk sidang kode etik Brigjen HK terkait obstruction of justice minggu depan akan digelar,” kata Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Dedi Prasetyo di Mabes Polri, 15 September 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mencopot Hendra dari jabatannya dan menempatkannya di bagian Pelayanan Markas (Yanma) Polri. Pencopotan tersebut terkait dengan tindakan Hendra yang dinilai menghalang-halangi penegakan hukum atau obstruction of justice.
Peran Hendra Kurniawan dalam penghilangan rekaman CCTV di rumah dinas Ferdy Sambo
Dalam Berita Acara Pemeriksaan atau BAP-nya, Hendra mengakui terlibat dalam upaya penghilangan rekaman CCTV tersebut. Dia mengaku mendapat perintah dari Ferdy Sambo untuk "mengamankan" CCTV setelah peristiwa pembunuhan Brigadir J alias Nofriansyah Yosua Hutabarat.
Hendra menceritakan bahwa pencopotan CCTV itu bermula saat dirinya tiba di lokasi pembunuhan Brigadir J pada Jumat, 8 Juli 2022. Saat itu, dia menyatakan Ferdy meminta agar dilakukan pengecekan CCTV. Hendra pun menyatakan sempat menanyakan hal itu kepada Kanit 1 Subdit 3 Dittipidum Bareskrim Polri AKBP Ari Cahya Nugraha yang juga berada di TKP.
"Ketika ada permintaan dari Pak Sambo untuk cek CCTV, makanya saya menanyakan ke AKBP Ari Cahya karena sama-sama dulu di tim KM50 (penembakan laskar FPI)," kata Hendra dalam BAP yang sempat dilihat Tempo tersebut.
Keesokan harinya, Hendra mengaku memerintahkan anak buahnya, Kaden A Biro Paminal Kombes Agus Nurpatria, untuk kembali menelepon Ari. Hendra menanyakan soal pengecekan CCTV itu ke Ari dengan menggunakan telepon seluler Agus.
"Cay, permintaan bang Sambo untuk CCTV sudah dicek belum? Kalau belum, mumpung siang coba kamu screening," kata Hendra.
Ari saat itu mengatakan bahwa dirinya sedang berada di Bali dan menyatakan bahwa anggotanya yang akan melakukan pengecekan. Hendra pun meminta agar anak buah Ari berkoordinasi dengan Agus.
Hendra dan Agus kemudian berangkat ke kediaman Ferdy pada siang itu. Di sana mereka bertemu dengan anak buah Ari, AKP Irfan Widyanto yang merupakan Kepala Sub Unit I Subdirektorat I Dittipidum Bareskrim Polri.
Irfan yang merupakan lulusan terbaik Akademi Kepolisian 2010 melaporkan kepada Agus bahwa terdapat 20 kamera keamanan di sekitar rumah dinas Ferdy Sambo. Berdasarkan perintah Hendra, Agus pun meminta Irfan untuk mencopot dua kamera yang berada di rumah dinas Kasatreskrim Jakarta Selatan AKBP Ridwan Soplanit, bersebelahan dengan rumah dinas Sambo, dan yang berada dekat lapangan basket.
Soal CCTV di rumah dinas Sambo, Hendra menyatakan tak pernah melakukan pengecekan. Pasalnya, Hendra mendapat keterangan dari Sambo bahwa CCTV di sana rusak.
Hendra juga mengaku tak pernah tahu soal decoder dan CCTV tersebut setelah hari itu. Dia bahkan menyatakan sudah menjelaskan soal ini kepada Kapolri dan Timsus.
"Hal ini sudah ditanyakan Bapak Kapolri pada saat saya dilakukan klarifikasi di Lantai 2 ruang rapat Kapolri yang dihadiri Kapolri, Wakapolri dan Timsus. Pada saat itu dihadirkan juga Brigjen Benny Ali, Kombes Deni Nasution, Kombes Susanto, Kombes Agus Nurpatria, AKBP Ari Cahya, Kompol Chuk Putranto, AKP Irfan Widyanto dan Phl Ari," kata Hendra.
Selanjutnya, Keterangan Hendra berbeda dengan anak buahnya
Keterangan Hendra sedikit berbeda dari apa yang disampaikan oleh Wakaden B Biropaminal Polri, AKBP Arif Rahman Arifin. Arif mengaku Hendra menemaninya saat melaporkan hasil pengecekan terhadap CCTV tersebut kepada Sambo.
Arif melaporkan bahwa dia menemukan ketidaksesuaian antara cerita Sambo dengan rekaman CCTV. Sambo pun bereaksi atas temuan Arif itu.
"Tidak seperti itu, masa kamu tidak percaya sama saya," kata Sambo menanggapi laporan tersebut.
Sambo kemudian menanyakan siapa saja yang sudah melihat rekaman itu dan dimana rekaman itu berada. Arif pun menjawab bahwa rekaman itu dilihatnya bersama dengan Kompol Chuk Putranto, Kompol Baiquni Wibowo dan AKBP Ridwan. Sambo pun mengancam keempat bawahannya itu untuk tutup mulut dan meminta agar rekaman itu dihapus.
"Kalau bocor berarti kalian berempat yang bocorin," kata Sambo.
Salinan rekaman CCTV itu belakangan ditemukan oleh timsus bentukan Kapolri Jenderal Listyo Sigit di sebuah flashdisk milik Baiquni. Rupanya Baiquni sempat menyalin rekaman itu sebelum menghapus rekaman asli dari laptop miliknya.
Hendra disebut mengintimidasi keluarga Yosua
Selain soal rekaman CCTV, Hendra Kurniawan juga disebut berperan dalam intimidasi terhadap keluarga Yosua di kediaman mereka di Sungai Bahar, Muaro Jambi, Jambo. Pengacara keluarga Yosua, Kamaruddin Simanjuntak, menyatakan dalam pertemuan itu Hendra datang dengan sejumlah anggota polisi.
Mereka disebut menyekap keluarga Samuel Hutabarat, ayah Yosua, dalam rumahnya. Pihak keluarga pun tak diperbolehkan mendokumentasikan pertemuan tersebut.
Kepada keluarga, Hendra disebut menjelaskan kronologis kematian Yosua karena tembak menembak dengan Bharada E alias Richard Eliezer Pudihang Lumiu. Skenario ini belakangan diketahui sebagai rekayasa Ferdy Sambo.
Hendra tak menjelaskan penyebab terjadinya tembak menembak itu. Dia hanya menyatakan latar belakang peristiwa itu sebagai aib sehingga tak perlu dijelaskan.
“Perlakuan itu melukai perasaan keluarga korban yang tengah dirundung duka,” ujar Kamaruddin.
Selain itu, Hendra juga menjelaskan soal alasan kenapa Yosua tak boleh dimakamkan secara kedinasan. Dia juga menjelaskan soal proses kepindahan adik Yosua ke Polda Jambi.
Selanjutnya, Cerita Hendra soal pertemuan di Jambi
Dalam BAP-nya, Hendra mengakui semua peristiwa di kediaman keluarga Yosua itu. Dia menyatakan melakukan hal itu atas perintah Ferdy Sambo.
Selain bertemu pihak keluarga, Hendra juga mengaku menemui Kapolda Jambi Irjen Albertus Rachmad Wibowo atas perintah Sambo.
"Kadivpropam sudah mennghubungi Kapolda Jambi untuk mohon dibantu meredam situasi," kata dia.
Gaya hidup Hendra Kurniawan jadi sorotan
Setelah kasus ini mencuat, gaya hidup Hendra Kurniawan pun menjadi sorotan. Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDIP, Arteria Dahlan, menyinggung hobi Hendra gonta-ganti mobil dalam rapat dengan Komisi Kepolisian Nasional, Komnas HAM dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) pada 22 Agustus lalu.
"Saya akhirnya bicara ke person-lah, bagaimana seorang Karopaminal dengan gaya hidup seperti itu. Padahal itu adalah serambi mukanya untuk integritas Polri, Kompolnas sikapnya seperti apa selama ini, ini hanya bagian-bagian kecil, nanti saya bisa ngomongin satu-satu tapi contohlah," kata Arteria.
"Ini kan kasat mata, kita enggak bisa ngomongin person akhirnya saya ngomongin person-lah, set masuk, mobilnya apa, taruh lagi, taruh lagi. Ini sudah di luar, dia seorang Karo Pak, apa yang dilakukan Kompolnas? Apa yang dilakukan Pak Benny Mamoto? Apalagi di dalamnya ada Pak Tito," kata dia.
Istri Hendra Kurniawan, Seali Syah, pun mengakui soal kebiasaan suaminya gonta ganti mobil. Dia menyatakan Hendra terpengaruh gaya hidupnya. Seali juga menyatakan telah bertemu dengan Arteria untuk menjelaskan masalah itu.
"Ini sih aku yes. Bener kok 'setelah menikah' kerap gonta-ganti mobil," tulis Seali di Instagram Story pada Rabu, 24 Agustus 2022.
"Aku tadi ketemu Bang Arteria. Aku minta maaf sama beliau. Tidak bisa mengingatkan suami untuk sesuaikan dengan jabatannya sebagai polisi," tulisnya.
"Intinya ya Ayah jadi keikut gaya hidup aku. Walaupun semenjak nikah benernya kita udah banyak 'ngerem'," tulisnya.
Soal gaya hidup Hendra Kurniawan ini juga disinggung oleh Mantan Koordinator Badan Pekerja KontraS Haris Azhar dalam program Catatan Demokrasi tvOne pada Selasa malam, 6 September 2022. Haris menyebut Hendra menggunakan jet pribadi untuk menemui keluarga Yosua di Jambi. Dia pun meminta agar Komnas HAM mengusut penggunaan jet pribadi itu.
"Menurut saya apa penggunaan kekuasaan berlebihan nyuruh orang sampai ada yang dikirim anak buahnya pakai jet pribadi segala macam, itu dibongkar. Nah laporan Komnas HAM itu harusnya juga meminta ke PPATK itu duit jet pribadi siapa ini si Brigjen Hendra itu dari mana duitnya? Jadi kerjaan Komnas HAM enggak berhenti di tvOne ini," kata dia.
Hendra Kurniawan menjadi tersangka kasus obstruction of justice bersama enam personil Polri lainnya. Mereka adalah Irjen Ferdy Sambo, Kombes Agus Nurpatria, AKBP Arif Rahman Arifin, Kompol Baiquni Wibowo, Kompol Chuck Putranto, dan AKP Irfan Widyanto.
MUH RAIHAN MUZAKI| FEBRIYAN