"TETAPI melalui mimbar ini perkenankan saya mengucapkan janji
saya yang tulus untuk meneruskan membebaskan rakyat kecil dari
kemiskinan keadilan ini sampai hayat saya yang terakhir". Ini
bukan sumpah pegawai di sesuatu instansi, tapi sambutan Adnan
Buyung Nasution SH, Direktur Lembaga Bantuan Hukum Jakarta 16
Agustus yang lalu di Stockholm. Buyung datang ke ibukota Swedia
itu di antara para pemuka International Legal And Association,
untuk menerima The International Legal And Award 1974.
Penghargaan itu baru dapat diterimanya bulan lalu, lantaran di
tahun 1974 tersebut Buyung berada dalam tahanan.
Penghargaan tersebut adalah yang pertama diberikan ILAA dalam
mengakui sumbangsih yang dipersembahkan bagi kemajuan pelayanan
orang miskin. John Tennant, Presiden ILAA menilai buyung telah
memberikan bimbingan yang kuat dan dinamis. Keistimewaan
pimpinan LBH yang telah menangani 5300 perkara ini menurut
Tennant, adalah bahwa ia tidak gentar mewakili klien-kliennya
menghadapi perlawanan dari oknum-oknum pemerintah dan militer.
"Republik Indonesia bukanlah suatu negara yang mempunyai
kebiasaan di mana warga negara berperkara melawan pemerintah",
ucap Tennant. Buyung juga dikatakan menjalankan peranan yang
lebih luas daripada mewakili klien-kliennya di pengadilan. Ia
tampil atas nama LBH di DPR, menyampaikan saran perbaikan hukum
kepada Menteri Kehakiman, Mahkamah Agung dan instansi pemerintah
lainnya. Juga memberikan penataran bagi wartawan hukum di
samping melanjutkan kursus hukum bagi para pengacara muda.
Untuk kepemimpinannya yang dinamis itu Buyung harus memberikan
pengorbanan yang tak kecil. Di seluruh dunia jarang sekali
pemimpin LBH yang memberikan pengorbanan begitu berat. "Untuk
keberanian Adnan Buyung Nasution dalam memimpin LBH, Jakarta
piagam ini dibuat. Semoga hidup dan pekerjaannya merupakan ilham
bagi kita semua", akhir pidato Tennant yang sebenarnya dibuat
tahun 1974 yang lalu dan dalam pertemuan Stockholm itu dibacakan
kembali oleh Carter, Presiden ILAA yang baru.
Di Jakarta Buyung mengatakan piagam tersebut diberikan pada
sidang pertama dari 3 ribu anggota ILAA yang berkongres. Sidang
yang membicarakan Role of Professioh in Providing Legal Aid itu
dibuka sendiri oleh Raja Gustaf. Menurut Buyung kepada TEMPO
pekan lalu, dengan penghargaan itu ia tambah yakin lagi akan
alur profesinya di LBH. Justru karena kita ingin menjalankan
konsepsi negara hukum yang jelas, "Masyarakat perlu disadarkan
akan hak-haknya dan martabatnya sebagai warganegara", ucapnya.
Walaupun persoalan pengembangan LBH-LBH di daerah sekarang ini
masih belum jelas, tapi Buyung menilai pengembangan ide bantuan
hukum terus berkembang. Termasuk dengan adanya biro-biro bantuan
hukum di fakultas hukum. Suasana itu masih harus dikembangkan
lagi. Saat ini untuk lebih 120 juta penduduk Indonesia baru ada
3 ribu anggota Peradin, sedangkan di Pilipina rasio itu sudah 22
juta penduduk dengan 22 ribu advokat yang tergabung dalam
organisasi profesi.
Buyung mengakui tanpa sponsor DKI dan Peradin usahanya di LBH
tak akan berhasil. Karena itulah para pemuka ILAA itu kagum pada
Pemerintah DKI, yang mereka nilai sudah lebih maju dalam
pemikiran hukum dibanding daerah lain. Buyung sendiri menilai
"penghargaan ini tidak diberikan kepada saya pribadi. Melainkan
kepada pekerjaan saya dan semua teman sejawat yang bergulat
dalam bantuan hukum, membela rakyat kecil yang tertundas, miskin
dan buta hukum", seperti katanya pada bagian lain dari
sambutannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini