Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SELAMATAN menyambut bebasnya Jessica Kumala Wongso dari tahanan Kepolisian Daerah Metro Jaya batal sudah. Rencana semula, kenduri akan berlangsung pada Sabtu dua pekan lalu di rumah orang tua Jessica di kompleks Sunter Icon, Jakarta Utara. "Keluarga sudah mengundang anak-anak panti asuhan," kata Yudi Wibowo, pengacara yang juga masih paman Jessica, Selasa pekan lalu.
Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta menyatakan berkas perkara tersangka pembunuhan Wayan Mirna Salihin lengkap, Kamis dua pekan lalu. Jessica, yang menjadi tersangka tunggal dalam kasus ini, pun tak jadi pulang. Keesokan harinya, ia dipindahkan ke Rumah Tahanan Perempuan Kelas II Pondok Bambu, Jakarta Timur.
Mirna tewas setelah menyeruput kopi es Vietnam di Olivier Café, Mal Grand Indonesia, Jakarta Pusat, 6 Januari lalu. Polisi meyakini Jessica menabur racun sianida ke kopi yang dipesan sebelum kedatangan Mirna ke kafe tersebut. Dua kali memeriksa Jessica sebagai saksi, polisi menetapkan perempuan 27 tahun ini sebagai tersangka pada 30 April. Hari itu juga polisi menahan Jessica.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Krishna Murti mengaku lega setelah berkas perkara Jessica diterima jaksa. "Alhamdulillah, akhirnya dinyatakan lengkap," ujarnya Kamis dua pekan lalu. Sebelumnya, empat kali jaksa mengembalikan berkas perkara Jessica kepada polisi.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Waluyo mengatakan jaksa berkali-kali mengembalikan berkas karena barang bukti yang diserahkan polisi belum memenuhi kualifikasi. "Keterangan saksi ahli juga ada yang rancu, makanya dulu kami kembalikan," kata Waluyo. "Sekarang kami terima karena sudah lengkap."
Polisi telah menyerahkan 37 buah bukti kepada jaksa. Antara lain rekaman kamera pengawas (CCTV) Olivier Café; percakapan WhatsApp Jessica dengan beberapa orang, termasuk Mirna; catatan kriminal Jessica selama di Australia; dan sampel kopi beracun. Polisi juga menyita beberapa jenis obat penenang dan pereda rasa nyeri milik Jessica.
Meski polisi menyodorkan banyak bukti, menurut seorang aparat penegak hukum, kualitas berkas perkara itu belum memadai. "Belum ada bukti keras bahwa Jessica yang membunuh," ujarnya. "Polisi lebih mengandalkan keterangan saksi ahli." Alasan ini, kata sumber ini, yang membuat jaksa sampai empat kali mengembalikan berkas perkara.
Setelah pelimpahan pertama, 19 Februari lalu, jaksa memulangkan berkas karena keterangan saksi ahli tentang rekaman CCTV Olivier Café masih terlalu umum. Menurut jaksa, rekaman CCTV dalam perkara pidana umum sifatnya sebagai pendukung alat bukti, belum menjadi barang bukti utama seperti dalam kasus korupsi. "Makanya harus diperkuat keterangan saksi ahli agar menjadi alat bukti," ucap si penegak hukum.
Berdasarkan rekaman CCTV, Jessica yang datang 40 menit lebih awal dari kedua temannya-Mirna dan Hani-tampak kerap mengamati kondisi sekitar Olivier Café. Dia juga terekam berkali-kali melihat ke arah CCTV. Jessica kemudian memesan tiga minuman, yakni cocktail untuk dirinya, Fashioned Sazerac buat Hani, dan kopi es Vietnam untuk Mirna.
Jessica juga terekam CCTV meletakkan tiga kantong kertas belanjaan berlogo Bath and Body Works di atas meja nomor 54 yang mereka pesan. Lalu ada gerakan tangan Jessica seperti mengeluarkan sesuatu dari tas miliknya. Namun tiga kantong belanjaan menghalangi kamera pengawas. Akibatnya, gerakan tangan Jessica di atas meja tak terlihat jelas. Jessica baru menyingkirkan tas kertas tersebut setelah Mirna dan Hani datang.
Saksi ahli dalam pemberkasan pertama menyimpulkan gerak-gerik Jessica mencurigakan. Namun jaksa tak bisa menerima kesimpulan umum seperti itu. Pertanyaan jaksa kala itu, apakah gerak-gerik seseorang yang mencurigakan berarti pasti berbuat jahat. "Kan. tidak otomatis seperti itu," kata si penegak hukum. Karena itu, kejaksaan meminta polisi menjelaskan apa yang dimaksud gerak-gerik mencurigakan dan berapa besar peluang Jessica meletakkan racun.
Menurut Yudi Wibowo, dalam beberapa kali pemeriksaan, polisi meminta Jessica menjelaskan apa yang dia lakukan ketika menggerakkan tangan itu. Kepada polisi, Jessica mengaku menyiapkan uang tip untuk pelayan kafe. Pertanyaan penyidik pun mentok sampai pada gerakan tangan samar-samar itu. Penyidik tak pernah mengorek lebih jauh, misalnya dari mana racun sianida itu berasal.
Sampai pelimpahan berkas perkara untuk kedua kalinya pada 21 Maret, sejumlah permintaan mendasar jaksa belum terjawab. Karena itu, sepekan kemudian, jaksa mengembalikan lagi berkas kepada polisi karena menganggap keterangan saksi ahli masih kurang solid.
Pada 22 April, Polda Metro Jaya kembali melimpahkan kasus Jessica kepada jaksa. Sekali lagi, berkas tersebut dipulangkan ke Polda Metro Jaya. Dalam pemulangan berkas ketiga ini, jaksa lagi-lagi meminta polisi mempertajam saksi ahli yang paham dengan racun.
Krishna Murti membenarkan bahwa keterangan saksi ahli menjadi pangkal bolak-baliknya berkas perkara. Karena itu, polisi meminta lagi pendapat dari dua ahli racun. Total, polisi meminta keterangan 20 saksi ahli--10 orang di antaranya merupakan ahli racun. Polisi antara lain meminta mereka memperkirakan rentang waktu sianida bereaksi dalam tubuh. Sebelumnya, hasil pemeriksaan Pusat Laboratorium Forensik Markas Besar Kepolisian RI menemukan sianida sebanyak 15 gram di sisa minuman Mirna. Karena reaksi sianida, warna kopi pun berubah menjadi kuning.
Jaksa juga bolak-balik meminta polisi menggali motif pembunuhan Mirna. Polisi memang belum membuka secara gamblang apa motif pembunuhan Mirna. Soal ini, Krishna beralasan motif pembunuhan akan terbuka di pengadilan. Toh, menurut dia, polisi sudah menyertakan bukti percakapan WhatsApp antara Mirna dan Jessica yang bisa menjadi dasar penentuan motif pembunuhan.
Edi Darmawan Salihin, ayah Mirna, mengaku pernah membaca percakapan WhatsApp antara Mirna dan Jessica. Dalam sebuah percakapan singkat, Jessica menyinggung sesuatu yang Edi anggap sensitif. "Salah satu isinya kurang-lebih seperti ini: 'Seneng deh kalau dicium kamu'. Lainnya rahasia penyidik," ujar Edi, awal Februari lalu. Ia menduga Jessica cemburu setelah Mirna menikah dengan Arief Soemarko. Namun polisi tak pernah menyatakan spekulasi semacam ini sebagai motif.
Kepolisian Daerah Metro Jaya sampai mengirimkan tim ke Australia untuk mendalami motif pembunuhan sekaligus melacak rekam jejak Jessica selama bersekolah di sana. Tim Polda Metro bekerja sama dengan Australian Federal Police. Hasilnya, polisi kedua negara memperoleh 14 buah catatan kriminal Jessica selama di Australia. Antara lain, catatan tentang pertengkaran Jessica dengan mantan bosnya di New South Wales Ambulance-agensi pemerintah yang menyediakan pelayanan pra-rumah sakit. Ada juga catatan perkelahian Jessica dengan rekan asramanya.
Pengacara Jessica, Yudi Wibowo, membenarkan ada beberapa catatan di kepolisian Australia mengenai keponakannya itu. Salah satunya kejadian ketika Jessica menabrak pagar sebuah panti asuhan di sana. Tapi semua catatan di kepolisian Australia, menurut Yudi, tak ada yang menguatkan tuduhan bahwa Jessica membunuh Mirna.
Yudi pun mempertanyakan cara polisi mengumpulkan bukti. Menurut dia, selama ini polisi cenderung mengait-ngaitkan hal yang tak berhubungan. Pernah polisi bertanya soal pekerjaan Jessica di New South Wales Ambulance. "Eh, ujungnya disimpulkan bahwa Jessica pasti tahu racun," kata Yudi.
Krishna Murti menepis tudingan bahwa hasil penyidikan polisi minim bukti. Menurut dia, bolak-balik berkas perkara dari jaksa tak bisa jadi ukuran penyidik kekurangan bukti. "Hampir semua kasus kayak begitu, wartawan saja yang enggak pernah menyoroti," ujarnya.
Syailendra Persada, Linda Trianita, Ninis Chairunnisa, Friski Riana
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo