Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Burung nan buntung

Alat vital mukimin dipotong suyamto ketika ia sedang tidur. kusrini, istri mukimin, mengaku sering bersebadan dengan suyamto. suyamto sakit hati kepada mukimin karana tidak boleh pinjam uang.

14 Maret 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BENAK remaja 16 tahun ini seperti dirasuki setan teler. Dengan pisau yang biasa digunakan merajah tempe, tengah malam, akhir bulan lalu, ia mengendap-endap memasuki kamar Mukimin yang tanpa pintu itu. Mukimin tidur lelap bersama istrinya. Hati-hati si anak muda menyingkap sarung penjual tempe itu. Lalu, kres-kres... Setelah itu ia melompat keluar rumah. Mukimin, 28, terkejut kesakitan. "Aduuuh, toloooong. . .," teriak Mukimin. Tidur tanpa celana dalam, sarungnya basah oleh darah segar. "Pelanangan-ku perih," katanya pada istrinya. Ia kaget ketika terasa "perabot" di kelangkang pahanya yang paling berharga itu sudah buntung. Mendengar teriakan keras tadi, penduduk Pelem Gadung kontan menghambur ke rumah Mukimin. Di malam buta itu, ia segera dilarikan ke Rumah Sakit Umum Sragen, Jawa Tengah. Tiba di sana, petani itu roboh. Ia sudah lemah, karena darah terlalu banyak tumpah -- apalagi melintasi jarak hma kilometer. "Kelamin Mukimin dipotong orang hingga tinggal tiga sentimeter," ujar Mantri Wagino yang membantu Dokter Sudarto, kepada Kastoyo Ramelan dari TEMPO. Sementara itu, Letda Adiyanto, Kapolsek Karang Malang, yakin bahwa dalam kejadian itu pasti ada penyebab lain. Adiyanto lalu mendatangi Kusrini begitu saja namanya kita sebut. Tapi karena istri Mukimin, bekas kembang desa yang berkulit kuning langsat, ini dikenal berperangai baik, namanya dicoret dari daftar hitam. Polisi lalu mengorek keterangan dari Mukimin sendiri. Dari Mukimin, mulai terlihat titik cerah. Ia menuding sebuah nama, yang kita sebut saja: Suyamto. "Ia pernah kecewa pada saya. Ia mau pinjam uang Rp 2.000, tapi saya tolak," tutur Mukimin. Tapi selama ini, hubungan keduanya memang sulit akur. Beberapa bulan silam misalnya, Suyamto, yang sudah setahun mondok di rumah Mukimin, diusir dari rumah itu. Pasalnya, pelajar kelas tiga sebuah SMP swasta itu dicurigai ada main dengan istri Mukimin. Tapi dari mulut Suyamto tak keluar keterangan yang berarti. "Saya tak tahu-menahu dengan peristiwa itu," ujarnya. Memang sulit mencongkel isi hati Suyamto yang pendiam itu. Apalagi, di sekolahnya, ia juga berperangai baik. Bahkan jadi teladan di kalangan kawan-kawannya. Penyidik lalu kembali pada Kusrini, 27. Polisi mulai curiga, jangan-jangan ada asmara di balik pemenggalan "perkakas" milik suami Kusrini itu. Pertanyaan langsung diarahkan, "Adakah lelaki yang menaruh hati pada Kusrini?" Setelah diam beberapa saat, ibu yang baru punya anak satu (1,5 tahun) dan bertubuh padat itu menyerah. "Ada, Pak, yaitu Suyamto," katanya. Kusrini juga mengaku, bila suaminya tidak di rumah, siang hari, ia sering berhubungan tubuh dengan Suyamto -- ketika anak itu masih mondok di rumah itu. Mukimin memang lebih banyak berada di Sragen, menjajakan tempe buatannya sendiri. Kebutuhan rohani perempuan ini, agaknya, kurang terpenuhi. Padahal, suaminya suka puasa mutih -- hanya makan nasi dan umbi-umbian tanpa menyentuh garam -- selama 40 hari, agar keluarganya bahagia dan murah rezeki. Bahkan ketika peristiwa nahas itu, Mukimin baru selesai berpuasa. "Saya memang sudah lama tak berhubungan dengan istri saya," ujarnya lelaki yang menikah dengan Kusrini pada 1984 itu. Akhirnya Suyamto tak bisa lagi berkelit. Ia, 2 Maret lalu, ditangkap -- lima hari setelah melibas "perkutut" Mukimin. Kepada polisi ia mengakui perbuatannya, kendati enggan berterus terang soal latar belakang hubungan gelapnya dengan Kusrini. "Karena tidak boleh 'ngutang," ujarnya singkat. Tapi karena orangtuanya tergolong petani berada, alasan itu tak masuk akal. Suyamto menduga, setiap orang akan mati kalau kemaluannya dipotong. Tapi Mukimin, yang sudah pasrah menerima nasib, ternyata masih bernapas. "Untung, saya sudah punya satu anak," ujarnya, didampingi Kusrini, yang tampak di permukaan kembali setia menunggu suami, hampir sembuh, sepanjang hari di rumah sakit itu. Semula Mukimin berharap "anu" itu bisa disambung lagi. Tapi, sayang, para dokter di Sragen belum mampu melaksanakan keinginan pasiennya yang malang itu, lantaran alatnya belum komplet. Yang pasti, potongan itu kini disimpan rapi dalam tabung pengawet untuk dijadikan barang bukti di pengadilan, kelak. Akan halnya Suyamto, tak lain, ia saudara sepupu Mukimin sendiri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus