Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tentu saja para jaksa pantang mundur. Namun, upaya mereka untuk mendekati Haryono terbentur barikade dari sembilan orang pembela Haryono serta beberapa pengawal pribadinya. ''Ia manusia. Jangan diperlakukan begitu," teriak Hadi Pranoto, salah seorang pembela tersebut, ke arah jaksa yang bersikeras melakukan upaya paksa terhadap Haryono.
Toh, petugas kejaksaan yang sudah menyiapkan borgol itu tetap mengejar Haryono. Pengacara itu semakin berlari kencang, sampai terjerembap di halaman pengadilan. Melihat kliennya bakal tertangkap jaksa, Hadi Pranoto segera menghentikan taksi yang lewat. Haryono langsung masuk ke taksi dan luput dari pemburuan jaksa.
Dengan peristiwa pada Rabu dua pekan lalu itu, jaksa Nyonya Darwati kembali gagal menahan Haryono. Dalam persidangan seminggu sebelumnya, jaksa juga tak berhasil menahan pengacara yang terhitung laris di Surabaya itu. Anehnya, jaksa melimpahkan kegagalan itu kepada majelis hakim yang tak mau membacakan penetapan penahanan Haryono di persidangan.
Penetapan itu diteken majelis hakim yang diketuai I Wayan Warku pada 14 Februari 2000. Mungkin jaksa beranggapan, bila penetapan itu dibacakan hakim di persidangan, perintah untuk menahan Haryono akan semakin kuat. Apalagi hal itu akan didengar langsung oleh terdakwa dan tim pembelanya serta pengunjung sidang. ''Lazimnya, penetapan penahanan memang dibacakan hakim di persidangan," kata Sunarno Edi Wibowo, yang juga pembela Haryono.
Sebaliknya, majelis hakim merasa tak perlu membacakan penetapan itu di sidang. Apalagi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana tak mengharuskan hal itu. Karena itu pula, majelis hakim balik menyalahkan jaksa yang tak mampu menahan terdakwa, padahal penetapan penahanan sudah amat lama dibuat hakim. ''Kami sudah mengeluarkan penetapan. Saudara Jaksa mau atau tidak menahan terdakwa, itu urusan Saudara," ujar hakim Wayan ke arah jaksa. Jadi, ''Kalau hukum dianggap tak berwibawa ataupun dinilai tak bisa berlaku adil bagi semua orang, itu bukan karena tindakan hakim," kata Wayan agak kesal.
Yang jelas, gara-gara itulah kini persidangan Haryono berlarut-larut. Sebelumnya, persidangan perkara itu pun sudah tiga kali tertunda. Pada sidang pertama, 22 Desember 1999, majelis hakim enggan bersidang lantaran didemonstrasi oleh sekelompok orang yang pro-Haryono. Pada persidangan kedua dan ketiga, Haryono mangkir dengan alasan sakit.
Bahkan, dalam persidangan Senin pekan lalu, Haryono juga tak tampak.Menurut pembelanya, Haryono sedang mengadukan kasusnya ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia di Jakarta. Benar-tidaknya dalih itu, juga alasan sakit sebelumnya, entahlah.
Namun, tim pembela Haryono tetap merasa yakin bahwa kliennya tak perlu ditahan. ''Perkara Haryono itu sepele. Banyak kasus narkotik yang lebih besar. Tersangkanya tak ditahan, bahkan kasusnya menguap," ujar Sunarno Edi Wibowo.
Selain itu, kata Sunarno, kliennya terhitung ''dikorbankan" dalam perkara penggunaan shabu-shabu seberat 0,25 gram itu. Ketika digerebek polisi di Hotel Fortuna, Surabaya, pada 22 September 1999, Haryono sedang bersama istrinya, seorang asistennya, serta satu temannya. Namun, yang diproses cuma perkara Haryono, sehingga ia sempat ditahan sebulan lebih.
Apa pun argumentasi pembela Haryono, mestinya kesalahan Haryono segera dibuktikan di persidangan. Sayang, persidangannya molor terus. Ada kabar, hal itu berkaitan dengan adanya suap sebesar Rp 17 juta dari Haryono. Uang itu disampaikan tiga pembelanya kepada seorang atasan jaksa Darwati.
Namun, salah seorang pembela Haryono, Andi Abdullah, membantah cerita suap itu. Hal senada diutarakan Darwati. ''Tidak ada suap. Kami siap dikonfrontasi dengan pembela Haryono," ucapnya. Menurut wanita jaksa itu, Haryono menjadi satu-satunya terdakwa karena tiga orang rekannya cuma berstatus saksi. ''Saat digerebek polisi, Haryono tertangkap tangan sedang memegang shabu-shabu," kata Darwati.
Ironisnya, ketiga orang berstatus saksi itu kini raib. Sementara itu, ada kabar lagi yang menyebutkan bahwa uang suap tadi tak pernah sampai ke alamat jaksa. Itu karena uangnya keburu ditelikung oleh beberapa pembela Haryono. Kalau itu benar, peradilan pengacara Haryono semakin menjadi dagelan hukum, yang sangat tak lucu.
Hp.S., Zed Abidien (Surabaya)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo