KEJAHATAN terhadap angkutan umum yang merajalela di Pulau Jawa,
sebenarnya sudah bertahun-tahun menjadi keresahan penumpang bis
lintas Sumatera. "Hampir setiap hari terjadi perampokan terhadap
kendaraan yang melewati daerah rawan di Sumatera," ujar Absirwan
Abbas, Kepala Perwakilan Perusahaan Bis Ubani yang melayani
penumpang dari Jakarta ke Sumatera.
Daerah rawan yang dimaksud Absirwan itu adalah sekitar tiga
kabupaten di Sumatera Selatan, yaitu Kabupaten Lahat, Lubuk
Linggau dan Baturaja. "Tapi menurut saya mulai dari
Tanjungkarang sampai Sumatera Selatan sudah bisa disebut daerah
tidak bertuan," kata Absirwan lagi. Di kawasan itu disebutnya,
orang seenaknya main bacok.
Ketakutan melewati kawasan rawan itu bukan saja menhinggapi
penumpang, tapi juga sopir-sopir bis: Bagaimana tidak? Antara
Lahat di Sumatera Selatan sampai ke Kotabumi di Lampung Utara
sekitar 200 km, jalanan rusak berat, apalagi kalau musim hujan.
Kcndaraan yang melewati jalan itu terpaksa pelan sekali.
Kesempatan itu digunakan sebaik-baiknya oleh perampok atau
pembajak untuk menaiki atap bis dan mempreteli barang-barang
penumpang. "Akal perampok juga macam-macam, malah ada yang
merusak jalan agar bis tidak bisa lari cepat," ujar Absirwan.
Cerita ini dibenarkan pula oleh Daniel Darwis, sopir perusahaan
bis ANS (perusahaan yang melayani hampir sluruh pelosok Sumatera
sampai Bali).
"Dua tahun yang lalu di daerah Muara Lupis, perampok mendinamit
jalan sehingga bis ANS terpaksa berhenti dan menyerah kepada
perampok," ujar Daniel. Konon perampok itu sempat pula merenggut
nyawa seorang kenek yang mencoba melawan.
Daniel sendiri mengalami nasib sial bulan Januari yang lalu. Ia
melewati daerah rawan itu sekitar pukul 1 dinihari. Sewaktu
melewati Muara Lupis, ia merasa ada yang tidak beres di atap
mobilnya. Daniel menghentikan bisnya. Kenek diperintahkannya
memeriksa barang penumpang di atap mobil. "Perampok itu sudah
lebih dulu meloncat," cerita Daniel. Ternyata sebagian barang
penumpang jurusan Medan-Jakarta itu sudah berhasil disikat para
perampok. Pencarian setelah itu dan laporan kepada polisi
terdekat sampai sekarang belum membawa hasil. Dan kata Daniel,
dalam seminggu itu tidak kurang dari sembilan bis yang kena
rampok. "Pokoknya tiap hari pasti ada kendaraan yang kena," ujar
sopir bis itu.
Biasanya, cerita Absirwan dari perusahaan Ubani, perampok itu
sekitar enam orang, dan bersenjatakan parang. Tiga orang naik ke
atap bis dan tiga orang lainnya mengumpulkan barang-barang yang
dilemparkan temannya itu.
Kejadian semacam itu pernah dialami oleh Bis Ubani awal tahun
lalu. "Ketika itu bis kami baru saja melewati Baturaja dari
Jakarta ke Padang. Kecepatan bis memang dikurangi karena jalanan
rusak. Baik penumpang maupun sopir tidak menyadari di atas mobil
sudah ditumpangi oleh perampok atau dikenal para sopir sebagai
"bajing loncat".
Setelah terdengar berisik baru semua sadar bahaya mengancam.
Sopir bis memerintahkan dua keneknya naik ke atap mobil. Tapi
terlambat. Bajingan itu sudah menghilang dan membawa sebagian
barang penumpang. Bis pun kembali ke Baturaja dan melaporkan
kejadian itu ke Kodim Baturaja. "Untung komandan Kodim saudara
saya, dan kawanan pcrampok itu berhasil digulung," ujar
Absirwan. Ternyata pula mereka terdiri dari pemuda-pemuda yang
putus sekolah. "Mereka mengaku merampok untuk melanjutkan
sekolah," tutur Absirwan lagi.
Pengalaman lebih mengerikan dialami Anas Lubis, kondektur Bis
ALS (Anta Lintas Sumatera) Januari tahun lahl, berpenumpang 30
orang dalam perjalan an dari Medan ke Tanjungkarang. Di suatu
tempat berhutan lebat di Kabupaten Lahat tiba-tiba bis oleng.
Ternyata kedua ban belakangnya bocor tertusuk benda tajam. Saat
itu sekitar pukul 7 pagi.
SOPIR dan kenek bis terpaksa turun untuk memperbaiki ban. Saat
itulah entah dari mana datangnya, sekitar 10 laki-laki
bersenJata parang ternyata sudah mengelilingi bis. Anas Lubis
yang memegang uang segera sadar apa yang terjadi. Tanpa pikir
panjang lagi, ia meloncat keluar bis dan lari memasuki hutan
yang tidak dikenalnya.
Ketika matahari muncul, empat jam kemudian, barulah Lubis
menemukan sebuah dusun. Berjalan kaki ia sampai ke sebuah pos
polisi melaporkan kejadian itu. Dan di pos itu Lubis sadar
selangkang celananya basah. Ternyata ia terkencing-kencing. Tapi
nasibnya lebih lumayan. Sebab para perampok itu berhasil
mempreteli uang dan barang-barang berharga milik penumpang.
Untuk mengatasi kejahatan yang ridak henti-hentinva itu berbagai
usaha sudah dilakukan Sopir dan pengusaha bis. Sopir dan kenek
terpaksa melengkapi diri dengan senjata parang dan senter.
Barang-barang milik penumpang di atap atau kap mobil terpaksa
dikawal oleh seorang kenek bersenjata. "Kalau tidak barang
penumpang pasti lewat," ujar Darwis Hasibuan dari ALS.
Usaha kecil-kecilan dilakukan dengan menambah kaca spion untuk
sopir, dan mencopot tangga di belakang bis, untuk menyulitkan
orang naik ke kap mobil. Tapi kata Anas Lubis, penjahat tidak
hilang akal. Mereka bersembunyi di atap jembatan atau di atas
pohon untuk bisa melompat ke tumpukan barang di atap mobil yang
memang berjalan pelan. "Sebab itu kalau kami sangsi melewati
daerah rawan itu, kami bermalam di Lahat," kata Lubis.
Absinan Abbas dari perusahaan bis Ubani menyebutkan cara lain
yang dilakukan oleh sopir "berkonvoi" sekitar enam bis kalau
memasuki daerah rawan. "Tapi walau begitu ada juga yang kena,
biasanya bis yang paling belakang," keluhnya.
Daniel Darwis, sopir ANS lebih menekankan kehati-hatian untuk
sedikit mengurangi bahaya. Selain menempatkan dua kenek
bersenjata parang, ia selalu mengingatkan penumpang, sebelum
memasuki kawasan berbahaya itu. "Kami memberitahu penumpang,
bis akan memasuki daerah gawat, sebab itu diminta semua orang
tidak berada jauh dari bis, kalau kebetulan bis mogok atau
macet," ujar Daniel.
serliat kehati-hatian katanya, kemungkinan menjadi korban
sedikit terkurani. Sebab para penjahat itu, katanya, agak
gentar juga kalau melihat di atap mobil ada kenek dengan parang
terhunus "Kalau kita tidak hati-hati bisa dipastikan kena, dan
yang paling kasihan sopir-sopir truk -- karena penumpangnya
sedikit selalu kena gasak," ujar Daniel.
Rampok bis di Sumatera Selatan itu memang tidak pilih bulu.
Pertengahan Januari lalu misalnya, nasib sial dialami truk
citra dari Medan ke Jakarta dengan membawa alat-alat olahraga.
Sopir truk Citra, P. Siregar sebenarnya sudah cukup hati-hati.
Seorang kenek disuruhnya menjaga barang-barang di belakang. Tapi
karena hujan lebat, kenek itu terpaksa tidur dekat sopir. Ketika
itulah penjahat menyobek tenda belakang dan menguras barang
muatan truk itu. ' Saya terpaksa mengganti sekita, Rp 700 ribu,
padahal ongkos barang itu hanya Rp 700 ribuan," kata Benny
pemilik truk Citra.
Pencegahan seperti yang dilakukan pengusaha bis, juga sudah
dilakukan Benny. Selain melengkapi sopir dan kenek dengan
senjata tajam, truk Citra juga melewati daerah rawan itu dengan
konvoi. Jika ada bahaya, sopir truk itu harus membunyikan
klakson berkali-kali untuk memberitahukan kepada truk lainnya.
"Tapi daerah itu memang gawat, apalagi jarak 100 km antara Kayu
Agung dengan Baturaja," katanya.
Di tempat itu tahun lalu, sopir truk Citra lainnya, Maradjo
Harahap dihalang kawanan perampok. Selain menggrayangi
barang-barang, empat perampok menguras uang Rp 160 ribu dari
kantung Maradjo. Tapi naas, sebelum mereka melarikan diri, leher
Maradjo ditusuk dengan pisau. "Orangnya masih muda-muda," ujar
Maradjo membayangkan kejadian itu.!
Para Sopir yang melintasi Pulau Sumatera baru bisa bernapas lega
kalau sudah melewati daerah Sumatera Selatan, masuk Bungo di
Jambi. "Dari situ sampai ke Medan sepanjang 1.500 km baru
terbilang aman," kata Benny. Walaupun satu dua ada juga
perampokan. Agustus lalu, misalnya, sekitar pukul 1 malam bis
Tri Arga mengisi bensin di Hutatonga Batang Angkola, Tapanuli
Selatan. Tiba-tiba empat orang muda naik ke bis dan langsung
menodongkan pisau ke Ali Munar Guci, pengemudi. "Kalau saya
bilang jalan, jalan. Kalau saya bilang berhenti . . . berhenti,"
perintah penodong muda itu. Bis baru mereka bajak sewaktu
berkeliling Kota Padang Sidempuan sambil mempreteli
barang-barang penumpang. Kurangajarnya, "ada yang mencium
penumpang wanita," kata A. Hamid Sopir serap di Bis Tri Arga
itu.
Keempat penodong akkhirnya berhasil diringkus polisi. "Tapi
kejadian itu tidak berulang tampaknya," ujar Kapenwilhan I
Sumatera/Kal-Bar Mayor R. Suyadi di Medan. Suyadi mengaku tidak
ada catatan di Kowilhan, tentang kejadian di Sumatera Selatan.
Toh Kadapol VI Sumbagsel, Brigjen Pol. R. Sudjoko mengaku
kejahatan bajing loncat - istilah yang berasal dari
Ja-Bar--sudah berhasil diatasi di wilayahnya. Pembajakan bis,
demikian Kadapol, malah belum terjadi di daerah Sumatera bagian
selatan. Mungkin karena itu, Sudomo dalam pertemuannya dengan
Organda belurn mengumumkan perang untuk penjahat di wilayah itu.
"Sekarang yang diprioritaskan di Jawa dulu sebab yang ramai di
sini," jawab Sudomo ketika seorang anggota Organda dari Sumatera
Utara meminta pula perhatian Kopkamtib untuk memberantas
"pembajak" di Sumatera itu.
Pengamanan dari aparat keamanan, baik Laksusda, polisi, atau
DLLAJR memang belum begitu dirasakan oleh sopir-sopir yang
setiap hari melintasi Sumatera. operasi Sapujagat pun tidak
berhasil menenteramkan pengemudi dan pengusaha bis di Sumatera.
Waktu operasi itu dilancarkan, "jalan-jalan aman, tetapi setelah
dua bulan kembali terjadi, malah semakin menggila," kata
Absirwan dari Bis Ubani.
Setelah operasi Sapujagat, sopir-sopir memang jarang ketemu
patroli lagi. Jarang ada patroli jalan raya," kata Sopir ANS,
Daniel Darwis. Kadapol Sumatera bagian selatan, R. Sudjokp
membenarkan, tenaga untuk mengarankan antara Bakahuni Lampung
sami ke perbatasan Sumatera Barat/Jambi sekitar 1.250 km, tidak
mencukupi. Satuan PJR yang ada, katanya, hanya berkekuatan 1
peleton sekitar 30 orang petugas. Petugas yang sedikit itu
dilengkapi dua mobil patroli danempat sepeda motor.
Tapi adanya aparat pengamanan di jalan raya malah tidak
menggembirakan pengusaha bis ataupun sopir. Seorang sopir
mengatakan patroli itu ada juga yang melakukan pungli pada
pemakai jalan, khususnya angkutan umum. Padahal kata pengusaha
bis lainnya, di setial terminal yang dilalui, sopir-sopir bis
sudah membayar pajak tidak resmi kepada DLLAJR. "Itu sudah
biasa," kata Abu Kayat, Kepala Stasiun I PN Damri, yang sejak
bulan lalu mengoperasikan pula bis-bisnya ke Sumatera.
Hampir 700 pengusaha bis yang hadir di kantor Sudomo minggu
lalu, membenarkan masih ada petugas yang suka "pungli" ketimbang
menjamin keamanan bis. "Masih pak," jawab mereka ramai-ramai
ketika Pangkopkamtib menanyakan, apa masih ada pungli dati
oknum-oknum Polantas atau DLLAJR. "Wah, akan saya pecat mereka
bila ketahuan," kata Sudomo cepat.
Sudomo lalu melirik ke arah 156 pejabat DLLAJR termasuk
direkturnya, Herfin, yang hadir dalam pertemuan tatap muka itu.
"Jadilah petugas-petugas semacam Chips dan Joe Forester,"
katanya. "Mereka berani mempertaruhkan nyawanya untuk melawan
kejahatan." Yang disindir Sudomo nampak mesem-mesem saja.
Mungkin karena tahu film-film serial televisi kodian seperti itu
tak menggambarkan keadaan polisi yang sesungguhnya di Amerika.
Agaknya Pangkopkamtib perlu juga memenuhi permintaan para
pengusaha bis lintas Sumatara yang butuh pengawalan pasukan
bersenjata. Apalagi keadaan ekonomi nampaknya akan masih susah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini