Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Dari kisah bajing loncat

Kejahatan terhadap bis ternyata sudah berlangsung bertahun-tahun di sumatra. berbagai usaha sudah dilakukan pengusaha dan sopir bis. dllajr dan polisi dikritik. kopkamtib turun tangan. (krim)

3 April 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KEJAHATAN terhadap angkutan umum yang merajalela di Pulau Jawa, sebenarnya sudah bertahun-tahun menjadi keresahan penumpang bis lintas Sumatera. "Hampir setiap hari terjadi perampokan terhadap kendaraan yang melewati daerah rawan di Sumatera," ujar Absirwan Abbas, Kepala Perwakilan Perusahaan Bis Ubani yang melayani penumpang dari Jakarta ke Sumatera. Daerah rawan yang dimaksud Absirwan itu adalah sekitar tiga kabupaten di Sumatera Selatan, yaitu Kabupaten Lahat, Lubuk Linggau dan Baturaja. "Tapi menurut saya mulai dari Tanjungkarang sampai Sumatera Selatan sudah bisa disebut daerah tidak bertuan," kata Absirwan lagi. Di kawasan itu disebutnya, orang seenaknya main bacok. Ketakutan melewati kawasan rawan itu bukan saja menhinggapi penumpang, tapi juga sopir-sopir bis: Bagaimana tidak? Antara Lahat di Sumatera Selatan sampai ke Kotabumi di Lampung Utara sekitar 200 km, jalanan rusak berat, apalagi kalau musim hujan. Kcndaraan yang melewati jalan itu terpaksa pelan sekali. Kesempatan itu digunakan sebaik-baiknya oleh perampok atau pembajak untuk menaiki atap bis dan mempreteli barang-barang penumpang. "Akal perampok juga macam-macam, malah ada yang merusak jalan agar bis tidak bisa lari cepat," ujar Absirwan. Cerita ini dibenarkan pula oleh Daniel Darwis, sopir perusahaan bis ANS (perusahaan yang melayani hampir sluruh pelosok Sumatera sampai Bali). "Dua tahun yang lalu di daerah Muara Lupis, perampok mendinamit jalan sehingga bis ANS terpaksa berhenti dan menyerah kepada perampok," ujar Daniel. Konon perampok itu sempat pula merenggut nyawa seorang kenek yang mencoba melawan. Daniel sendiri mengalami nasib sial bulan Januari yang lalu. Ia melewati daerah rawan itu sekitar pukul 1 dinihari. Sewaktu melewati Muara Lupis, ia merasa ada yang tidak beres di atap mobilnya. Daniel menghentikan bisnya. Kenek diperintahkannya memeriksa barang penumpang di atap mobil. "Perampok itu sudah lebih dulu meloncat," cerita Daniel. Ternyata sebagian barang penumpang jurusan Medan-Jakarta itu sudah berhasil disikat para perampok. Pencarian setelah itu dan laporan kepada polisi terdekat sampai sekarang belum membawa hasil. Dan kata Daniel, dalam seminggu itu tidak kurang dari sembilan bis yang kena rampok. "Pokoknya tiap hari pasti ada kendaraan yang kena," ujar sopir bis itu. Biasanya, cerita Absirwan dari perusahaan Ubani, perampok itu sekitar enam orang, dan bersenjatakan parang. Tiga orang naik ke atap bis dan tiga orang lainnya mengumpulkan barang-barang yang dilemparkan temannya itu. Kejadian semacam itu pernah dialami oleh Bis Ubani awal tahun lalu. "Ketika itu bis kami baru saja melewati Baturaja dari Jakarta ke Padang. Kecepatan bis memang dikurangi karena jalanan rusak. Baik penumpang maupun sopir tidak menyadari di atas mobil sudah ditumpangi oleh perampok atau dikenal para sopir sebagai "bajing loncat". Setelah terdengar berisik baru semua sadar bahaya mengancam. Sopir bis memerintahkan dua keneknya naik ke atap mobil. Tapi terlambat. Bajingan itu sudah menghilang dan membawa sebagian barang penumpang. Bis pun kembali ke Baturaja dan melaporkan kejadian itu ke Kodim Baturaja. "Untung komandan Kodim saudara saya, dan kawanan pcrampok itu berhasil digulung," ujar Absirwan. Ternyata pula mereka terdiri dari pemuda-pemuda yang putus sekolah. "Mereka mengaku merampok untuk melanjutkan sekolah," tutur Absirwan lagi. Pengalaman lebih mengerikan dialami Anas Lubis, kondektur Bis ALS (Anta Lintas Sumatera) Januari tahun lahl, berpenumpang 30 orang dalam perjalan an dari Medan ke Tanjungkarang. Di suatu tempat berhutan lebat di Kabupaten Lahat tiba-tiba bis oleng. Ternyata kedua ban belakangnya bocor tertusuk benda tajam. Saat itu sekitar pukul 7 pagi. SOPIR dan kenek bis terpaksa turun untuk memperbaiki ban. Saat itulah entah dari mana datangnya, sekitar 10 laki-laki bersenJata parang ternyata sudah mengelilingi bis. Anas Lubis yang memegang uang segera sadar apa yang terjadi. Tanpa pikir panjang lagi, ia meloncat keluar bis dan lari memasuki hutan yang tidak dikenalnya. Ketika matahari muncul, empat jam kemudian, barulah Lubis menemukan sebuah dusun. Berjalan kaki ia sampai ke sebuah pos polisi melaporkan kejadian itu. Dan di pos itu Lubis sadar selangkang celananya basah. Ternyata ia terkencing-kencing. Tapi nasibnya lebih lumayan. Sebab para perampok itu berhasil mempreteli uang dan barang-barang berharga milik penumpang. Untuk mengatasi kejahatan yang ridak henti-hentinva itu berbagai usaha sudah dilakukan Sopir dan pengusaha bis. Sopir dan kenek terpaksa melengkapi diri dengan senjata parang dan senter. Barang-barang milik penumpang di atap atau kap mobil terpaksa dikawal oleh seorang kenek bersenjata. "Kalau tidak barang penumpang pasti lewat," ujar Darwis Hasibuan dari ALS. Usaha kecil-kecilan dilakukan dengan menambah kaca spion untuk sopir, dan mencopot tangga di belakang bis, untuk menyulitkan orang naik ke kap mobil. Tapi kata Anas Lubis, penjahat tidak hilang akal. Mereka bersembunyi di atap jembatan atau di atas pohon untuk bisa melompat ke tumpukan barang di atap mobil yang memang berjalan pelan. "Sebab itu kalau kami sangsi melewati daerah rawan itu, kami bermalam di Lahat," kata Lubis. Absinan Abbas dari perusahaan bis Ubani menyebutkan cara lain yang dilakukan oleh sopir "berkonvoi" sekitar enam bis kalau memasuki daerah rawan. "Tapi walau begitu ada juga yang kena, biasanya bis yang paling belakang," keluhnya. Daniel Darwis, sopir ANS lebih menekankan kehati-hatian untuk sedikit mengurangi bahaya. Selain menempatkan dua kenek bersenjata parang, ia selalu mengingatkan penumpang, sebelum memasuki kawasan berbahaya itu. "Kami memberitahu penumpang, bis akan memasuki daerah gawat, sebab itu diminta semua orang tidak berada jauh dari bis, kalau kebetulan bis mogok atau macet," ujar Daniel. serliat kehati-hatian katanya, kemungkinan menjadi korban sedikit terkurani. Sebab para penjahat itu, katanya, agak gentar juga kalau melihat di atap mobil ada kenek dengan parang terhunus "Kalau kita tidak hati-hati bisa dipastikan kena, dan yang paling kasihan sopir-sopir truk -- karena penumpangnya sedikit selalu kena gasak," ujar Daniel. Rampok bis di Sumatera Selatan itu memang tidak pilih bulu. Pertengahan Januari lalu misalnya, nasib sial dialami truk citra dari Medan ke Jakarta dengan membawa alat-alat olahraga. Sopir truk Citra, P. Siregar sebenarnya sudah cukup hati-hati. Seorang kenek disuruhnya menjaga barang-barang di belakang. Tapi karena hujan lebat, kenek itu terpaksa tidur dekat sopir. Ketika itulah penjahat menyobek tenda belakang dan menguras barang muatan truk itu. ' Saya terpaksa mengganti sekita, Rp 700 ribu, padahal ongkos barang itu hanya Rp 700 ribuan," kata Benny pemilik truk Citra. Pencegahan seperti yang dilakukan pengusaha bis, juga sudah dilakukan Benny. Selain melengkapi sopir dan kenek dengan senjata tajam, truk Citra juga melewati daerah rawan itu dengan konvoi. Jika ada bahaya, sopir truk itu harus membunyikan klakson berkali-kali untuk memberitahukan kepada truk lainnya. "Tapi daerah itu memang gawat, apalagi jarak 100 km antara Kayu Agung dengan Baturaja," katanya. Di tempat itu tahun lalu, sopir truk Citra lainnya, Maradjo Harahap dihalang kawanan perampok. Selain menggrayangi barang-barang, empat perampok menguras uang Rp 160 ribu dari kantung Maradjo. Tapi naas, sebelum mereka melarikan diri, leher Maradjo ditusuk dengan pisau. "Orangnya masih muda-muda," ujar Maradjo membayangkan kejadian itu.! Para Sopir yang melintasi Pulau Sumatera baru bisa bernapas lega kalau sudah melewati daerah Sumatera Selatan, masuk Bungo di Jambi. "Dari situ sampai ke Medan sepanjang 1.500 km baru terbilang aman," kata Benny. Walaupun satu dua ada juga perampokan. Agustus lalu, misalnya, sekitar pukul 1 malam bis Tri Arga mengisi bensin di Hutatonga Batang Angkola, Tapanuli Selatan. Tiba-tiba empat orang muda naik ke bis dan langsung menodongkan pisau ke Ali Munar Guci, pengemudi. "Kalau saya bilang jalan, jalan. Kalau saya bilang berhenti . . . berhenti," perintah penodong muda itu. Bis baru mereka bajak sewaktu berkeliling Kota Padang Sidempuan sambil mempreteli barang-barang penumpang. Kurangajarnya, "ada yang mencium penumpang wanita," kata A. Hamid Sopir serap di Bis Tri Arga itu. Keempat penodong akkhirnya berhasil diringkus polisi. "Tapi kejadian itu tidak berulang tampaknya," ujar Kapenwilhan I Sumatera/Kal-Bar Mayor R. Suyadi di Medan. Suyadi mengaku tidak ada catatan di Kowilhan, tentang kejadian di Sumatera Selatan. Toh Kadapol VI Sumbagsel, Brigjen Pol. R. Sudjoko mengaku kejahatan bajing loncat - istilah yang berasal dari Ja-Bar--sudah berhasil diatasi di wilayahnya. Pembajakan bis, demikian Kadapol, malah belum terjadi di daerah Sumatera bagian selatan. Mungkin karena itu, Sudomo dalam pertemuannya dengan Organda belurn mengumumkan perang untuk penjahat di wilayah itu. "Sekarang yang diprioritaskan di Jawa dulu sebab yang ramai di sini," jawab Sudomo ketika seorang anggota Organda dari Sumatera Utara meminta pula perhatian Kopkamtib untuk memberantas "pembajak" di Sumatera itu. Pengamanan dari aparat keamanan, baik Laksusda, polisi, atau DLLAJR memang belum begitu dirasakan oleh sopir-sopir yang setiap hari melintasi Sumatera. operasi Sapujagat pun tidak berhasil menenteramkan pengemudi dan pengusaha bis di Sumatera. Waktu operasi itu dilancarkan, "jalan-jalan aman, tetapi setelah dua bulan kembali terjadi, malah semakin menggila," kata Absirwan dari Bis Ubani. Setelah operasi Sapujagat, sopir-sopir memang jarang ketemu patroli lagi. Jarang ada patroli jalan raya," kata Sopir ANS, Daniel Darwis. Kadapol Sumatera bagian selatan, R. Sudjokp membenarkan, tenaga untuk mengarankan antara Bakahuni Lampung sami ke perbatasan Sumatera Barat/Jambi sekitar 1.250 km, tidak mencukupi. Satuan PJR yang ada, katanya, hanya berkekuatan 1 peleton sekitar 30 orang petugas. Petugas yang sedikit itu dilengkapi dua mobil patroli danempat sepeda motor. Tapi adanya aparat pengamanan di jalan raya malah tidak menggembirakan pengusaha bis ataupun sopir. Seorang sopir mengatakan patroli itu ada juga yang melakukan pungli pada pemakai jalan, khususnya angkutan umum. Padahal kata pengusaha bis lainnya, di setial terminal yang dilalui, sopir-sopir bis sudah membayar pajak tidak resmi kepada DLLAJR. "Itu sudah biasa," kata Abu Kayat, Kepala Stasiun I PN Damri, yang sejak bulan lalu mengoperasikan pula bis-bisnya ke Sumatera. Hampir 700 pengusaha bis yang hadir di kantor Sudomo minggu lalu, membenarkan masih ada petugas yang suka "pungli" ketimbang menjamin keamanan bis. "Masih pak," jawab mereka ramai-ramai ketika Pangkopkamtib menanyakan, apa masih ada pungli dati oknum-oknum Polantas atau DLLAJR. "Wah, akan saya pecat mereka bila ketahuan," kata Sudomo cepat. Sudomo lalu melirik ke arah 156 pejabat DLLAJR termasuk direkturnya, Herfin, yang hadir dalam pertemuan tatap muka itu. "Jadilah petugas-petugas semacam Chips dan Joe Forester," katanya. "Mereka berani mempertaruhkan nyawanya untuk melawan kejahatan." Yang disindir Sudomo nampak mesem-mesem saja. Mungkin karena tahu film-film serial televisi kodian seperti itu tak menggambarkan keadaan polisi yang sesungguhnya di Amerika. Agaknya Pangkopkamtib perlu juga memenuhi permintaan para pengusaha bis lintas Sumatara yang butuh pengawalan pasukan bersenjata. Apalagi keadaan ekonomi nampaknya akan masih susah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus