Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Belasan penyidik kejaksaan dan polisi itu akhirnya kehilangan kesabaran juga. Menunggu hampir dua jam di depan rumah di kompleks Liga Mas Blok F Nomor 6 di kawasan Duren Tiga, Jakarta Selatan, pintu pagar rumah itu tak juga dibuka. Padahal, Rabu pekan lalu itu, mereka sudah berkali-kali menggedor pagar besi yang digembok tersebut.
Akhirnya salah seorang di antara mereka memanjat pagar setinggi sekitar dua meter itu. Menemui salah seorang yang ada di dalam rumah tersebut, ia memaksa sang penghuni membuka gembok. Begitu pagar terbuka, belasan penyidik langsung menghambur masuk ke rumah bercat putih dan hitam seluas sekitar 300 meter itu.
Rumah itu tercatat milik Udar Pristono, 56 tahun, bekas Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta. Di sana, sekitar dua jam, para penyidik menggeledah seisi rumah. Dari rumah itu, mereka membawa sejumlah dokumen jual-beli, empat telepon, dan beberapa lembar kartu tanda penduduk.
Bukan hanya rumah di kawasan Pancoran itu yang didatangi para penyidik. Sebelumnya, pada hari yang sama, penyidik Kejaksaan Agung menggeledah dan menyita dua unit apartemen di Casa Grande Residence, kawasan Casablanca, Jakarta Selatan. Beberapa hari sebelumnya, petugas Kejaksaan menggeledah sebuah kondotel di Denpasar, Bali. Semuanya diduga aset milik Udar.
Sejak pertengahan September lalu, Udar mendekam di Rumah Tahanan Salemba, Jakarta Pusat. Dia ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan bus Transjakarta tahun 2013. Selain terlibat korupsi, ia diduga oleh Kejaksaan melakukan kejahatan tindak pidana pencucian uang. "Profil keuangannya di luar kewajarannya sebagai pejabat pegawai negeri sipil," kata Kepala Subdirektorat Penyidikan Pidana Khusus Kejaksaan Agung Sarjono Turin, Kamis pekan lalu, kepada Tempo.
Kejaksaan Agung menetapkan empat pejabat dan tiga orang dari swasta sebagai tersangka korupsi pengadaan bus Transjakarta. Selain Udar, tiga pejabat lain adalah bekas Direktur Pusat Teknologi dan Sistem Transportasi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Prawoto, bekas pejabat pembuat komitmen pengadaan bus peremajaan angkutan umum reguler dan armada bus Drajat Adhyaksa, serta ketua panitia pengadaan barang dan jasa bidang pekerjaan konstruksi Dinas Perhubungan Jakarta, Setyo Tuhu.
Adapun dari pihak swasta adalah Direktur Utama PT Mobilindo Armada Cemerlang, Budi Susanto; Direktur Utama PT Ifani Dewi, Agus Sudiarso; dan Direktur Utama PT Korindo Motors, Chen Chong Kyeon.
Para tersangka, kata Sarjono, melakukan berbagai pelanggaran. Dari menggelembungkan anggaran, menentukan harga perkiraan sendiri berdasarkan sodoran harga proposal, hingga tidak memenuhi spesifikasi teknik yang sudah ditetapkan.Â
Salah satu spesifikasi teknis yang tak dipenuhi adalah soal berat total bus. Menurut ketentuan, berat total untuk bus gandeng (articulated bus) 26 ribu kilogram dan berat buat bus tunggal (single bus) 16 ribu kilogram. Saat aparat Kejaksaan menimbang ulang, berat bus gandeng mencapai 31 ribu kilogram. "Berat total ini mempengaruhi jumlah penumpang," ucap Sarjono. Selain itu, ada aturan teknis yang tak dipenuhi, yaitu bus tak dilengkapi side impact bar, yang berfungsi melindungi tabung gas dari benturan arah samping.
Dari hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, kerugian negara dalam proyek ini Rp 54,3 miliar. Jaksa sendiri menghitung kerugian negara Rp 392,7 miliar. Angka itu berdasarkan jumlah uang yang telah dikeluarkan untuk realisasi pengadaan 125 bus.
Dalam perencanaannya, proyek pengadaan bus Transjakarta tahun 2013 mencakup 656 bus, yang dibagi dalam 15 paket. Namun, sepanjang 2013, hanya terealisasi empat paket. Paket-paket itu adalah paket I sebanyak 30 bus gandeng, yang dimenangi PT Korindo Motors; paket II sebanyak 35 bus tunggal, yang dimenangi PT Ifani Dewi; paket IV sebanyak 30 bus gandeng, yang dimenangi PT Mobilindo Armada Cemerlang; dan paket V sebanyak 30 bus gandeng, yang dimenangi PT Ifani Dewi.
Adapun dari nilai kontrak, untuk pengadaan 125 bus yang telah diterima PT Korindo Motors sebesar Rp 113,8 miliar, PT Mobilindo Armada Cemerlang Rp 105,7 miliar, dan PT Ifani Dewi Rp 170,7 miliar. Harga bus berkisar Rp 3-3,8 miliar per unit.
Dari semua tersangka, sampai kini baru Drajat Adhyaksa dan Setyo Tuhu yang sudah menjalani persidangan. Awal November lalu, Udar dihadirkan ke ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi sebagai saksi. Di depan hakim, ia menegaskan tak terlibat korupsi bus Transjakarta. "Wewenang saya sebagai pengguna anggaran sudah didelegasikan saat proyek itu berlangsung," katanya. Menurut Udar, ada pendelegasian tanggung jawabnya dalam proses pembelian bus asal Cina tersebut. "Saya hanya mengontrol, tak boleh intervensi pekerjaan unit kerja itu."
Tapi bukan dalam kasus ini saja Udar terjerat. Ia juga menjadi tersangka kasus korupsi pada barang yang sama—bus Transjakarta—tahun pengadaan 2012. Untuk perkara ini, Kejaksaan Agung menemukan ada korupsi pada pengadaan bus gandeng paket I dan II, yang nilainya Rp 150 miliar. Untuk kasus ini, para tersangka lain di antaranya bekas Kepala Seksi Rekayasa Lalu Lintas Dinas Perhubungan Jakarta I Gusti Ngurah Wirawan dan Direktur PT Saptaguna Dayaprima, Gunawan.
SEKITAR 30 tahun Udar Pristono bekerja sebagai pegawai negeri sipil, kekayaannya untuk ukuran PNS terhitung fantastis. Dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara Juli 2012, kekayaan Udar tercatat Rp 26 miliar dan US$ 5.000.
Nilai kekayaannya yang terdiri atas tanah dan bangunan sebesar Rp 21,1 miliar. Udar mengoleksi beberapa kendaraan, seperti dua Toyota Fortuner, yang nilainya masing-masing Rp 290 juta; dan sepeda motor Honda Gold Wing senilai Rp 200 juta. Dia juga memiliki logam dan batu mulia senilai Rp 270 juta serta aset lain berupa giro bernilai Rp 3,8 miliar dan US$ 5.000. Jumlah harta itu meningkat Rp 9 miliar dari laporannya pada 2010. Pada tahun itu, total asetnya Rp 17,6 miliar dan US$ 3. 000.
Menurut Sarjono, penyidik Kejaksaan menemukan beberapa aset Udar yang selama ini belum dilaporkan pemiliknya itu. Termasuk di antaranya dua unit apartemen Casa Grande Residence tersebut. Harga apartemen ini per unit Rp 2 miliar. Di Bali, pengelola kondotel PT Anamaya Selaras menyerahkan uang yang telah dicicil Udar sebesar Rp 897 juta. Uang itu, kata Sarjono, sudah disita sebagai bukti.
Menurut kuasa hukumnya, Tonin Tachta Singarimbun, Udar tak melaporkan asetnya karena telah lengser sebagai pejabat sejak awal 2014. Adapun aset-aset itu baru dikumpulkan sejak 2013. "Tak ada lagi kewajiban melaporkan karena Udar sudah lengser sebagai pejabat," ujarnya.
Tonin menjelaskan, dua unit apartemen Casa Grande Residence masih dalam tahap cicilan dalam bentuk kredit pemilikan apartemen di Bank Mandiri. Meskipun Udar sudah memesan sejak 2010, kata Tonin, pembayaran cicilan dimulai pada 2012-2013. "Lagi pula, karena masih cicilan, belum menjadi hak milik. Maka tak perlu dilaporkan sebagai bagian kekayaan."
Tonin menegaskan, Udar juga mendapat warisan kekayaan dari orang tua dan mertuanya. Ayah Udar, menurut dia, pensiunan kolonel yang pernah menjadi ajuÂdan Jenderal Ahmad Yani. Sedangkan orang tua istrinya, Lieke Amalia, pengusaha sukses. "Mereka berdua mendapat warisan berupa tanah yang harganya bagus," ucap Tonin. Warisan itulah yang diinvestasikan Udar dalam bentuk properti.
Dia mencontohkan, kondotel di Bali yang telah dicicil Rp 897 juta merupakan hasil penjualan apartemen Taman Rasuna dan Kelapa Gading Square. Apartemen Taman Rasuna, kata Tonin, dibeli Udar pada 2002 dengan harga Rp 200 juta dan kemudian dijual pada 2013. Harganya saat itu sudah di atas Rp 1 miliar. Adapun apartemen Kelapa Gading Square dibeli Udar pada 2007 dengan harga kurang dari Rp 700 juta dan dijual pada 2013 dengan harga hingga dua kali lipat dari harga beli.
Menurut Tonin, penyidik harus membuktikan bahwa harta yang disita Kejaksaan merupakan hasil korupsi dan pencucian uang dalam kasus dugaan korupsi pengadaan bus Transjakarta. "Tidak bisa asal menuduh tanpa dasar dan bukti."
Kuasa hukum Udar lainnya, Rasman Nasution, mengatakan Kejaksaan semestinya menindaklanjuti keterangan Udar di persidangan. Udar mengatakan pembelian bus dalam jumlah besar merupakan implementasi program Gubernur DKI Jakarta kala itu, Joko Widodo. "Penanggung jawabnya adalah kepala daerah. Semestinya ini diselidiki untuk asas keadilan," kata Rasman.
Jaksa Sarjono Turin menegaskan, pihaknya tetap berpegang pada bukti yang mereka miliki. "Harta karun" milik Udar ditengarai berkaitan dengan pengadaan bus Transjakarta. Menurut Sarjono, dari proses penyelidikan tim penyidik, Kejaksaan tak menemukan bukti keterlibatan Presiden Jokowi. "Tak ada benang merah dan keterkaitannya," ucapnya.
Yuliawati, Andi Rusli
Korupsi Bus Karatan
Kasus pengadaan bus Transjakarta menjadi sorotan setelah 40-an bus gandeng mengalami kerusakan pada Januari lalu. Padahal bus-bus itu baru tiba dari empat pabrik di Cina pada 20 Desember 2013. Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo kemudian memerintahkan Kepala Inspektorat Franky ÂMangatas memeriksa pengadaan bus tersebut. Hasilnya, 19 bus gandeng, 36 bus Âsingle, dan 16 bus kondisinya rusak. Dari sini, kasus korupsi proyek bus itu terkuak.
Proyek Transjakarta 2013
Rp 848 miliar
132 unit Bus Gandeng 178 unit Bus Tunggal
Rp 299 miliar
346 unit Bus Terintegrasi Busway
656 Unit Total
Rp 1,147 triliun
Realisasi pengadaan
Rp 113,8 miliar
Paket I Bus Gandeng 30 unit PT Korindo Motors
Rp 105,7 miliar
Paket IV Bus Gandeng 30 unit PT Mobilindo Armada Cemerlang
Rp 103,3 miliar
Paket V Bus Gandeng 30 unit PT Ifani Dewi
Rp 67,4 miliar
Paket II Bus Tunggal 35 unit PT Ifani Dewi
Rp 2,4 miliar
Biaya Pengawasan
125 Unit Total
Rp 392,6 miliar
Kerugian Negara
Mereka yang Diduga Terlibat
1. Direktur Pusat Teknologi dan Sistem Transportasi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Prawoto
Status: Tersangka
Peran: Konsultan perencana dan Âpengawas
2. Sekretaris Dinas Perhubungan DKI Drajat Adhyaksa
Status: Terdakwa
Peran: Pejabat pembuat komitmen
3. Kepala Seksi UPT Angkutan Perairan dan Pelabuhan Setyo Tuhu
Status: Terdakwa
Peran: Ketua panitia pengadaan barang/jasa bidang pekerjaan konstruksi
4. Direktur Utama PT New Armada (PT Mobilindo Armada Cemerlang) Budi Susanto
Status: Tersangka
Peran: Perusahaan pemenang lelang
5. Direktur Utama PT Ifani Dewi, Agus Sudiarso
Status: Tersangka
Peran: Perusahaan pemenang lelang
6. Direktur Utama PT Korindo Motors, Chen Chong Kyeon
Status: Tersangka
Peran: Perusahaan pemenang lelang
Yuliawati, Berbagai Sumber
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo