Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Dendam Si Oknum

Suwono, 35, sekeluar dari LP Lowokwaru, Malang, lumpuh karena disiksa oknum polisi. Pasalnya karena ia menghajar seorang polisi yang ketahuan membawa istrinya naik motor, lalu si oknum balas dendam.(krim)

3 Agustus 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUWONO, 35, tidak terlalu gembira menyambut pembebasannya dari LP - Lowokwaru, Malang, Jawa Timur, setelah menjalani hukuman 3 bulan 21 hari. Familinya yang datang menjemput, Minggu dua pekan lalu, juga tidak. Soalnya, keadaan Suwono - saudagar pepaya yang biasa menempuh perjalanan Malang-Surabaya-Jakarta itu - telah berubah: kedua kakinya lumpuh. Ia juga masih merasakan sakit di sekujur tubuh, terutama bagian dada. "Saya dikepruk polisi di Polsek Batu," tuturnya pekan lalu, kepada TEMPO. Ia menduga, ulah beberapa oknum polisi itu karena ingin melampiaskan dendam seorang rekan, yang pernah dicederai Suwono. Rekan dimaksud adalah seorang kopral polisi. Anggota Polsek Poncokusumo itu, pada September tahun lalu, didorong masuk jurang oleh Suwono, sampai tulang belakangnya cedera. Menurut sebuah sumber, karena cederanya itu, ia mengalami impotensi. Karena perbuatannya itulah Suwono dicari polisi. Setelah ketemu, Maret lalu, ia dibawa ke Polsek Batu di Malang, dan dihajar habis-habisan. Sang oknum, yang tahu bahwa Suwono sudah ditangkap, ikut datang ke Polsek Batu dan melampiaskan amarahnya. "Kami sangat menyesalkan kejadian itu," ujar kepala Polres Malang Letkol Budi Mahmudi. Suwono, mungkin, memang bersalah telah berlaku lancang terhadap seorang oknum polisi. Namun, perbuatan itu dilakukan karena ia merasa harga dirinya diinjak-injak: Setidaknya sudah dua kali ia memergoki istrinya sendiri, Siti Ngaisah, 27, dibonceng naik sepeda motor oleh kopral itu. "Saksinya banyak. Malah istri saya sempat diajak mampir ke kompleks pelacur segala," ujar Suwono. Suatu malam, sepulang berdagang dari Surabaya, sekelebatan Suwono kembali melihat Ngaisah, ibu empat anak, diboncengkan lagi. Hatinya menjadi panas. Tapi ia mengaku takut karena yang dihadapinya seorang polisi. Ia pulang ke rumahnya di Desa Dawuhan, yang terletak di kaki Gunung Semeru, melewati jalan pintas. Ia berjalan menyusur jalan setapak di tepi jurang Siapa mengira bahwa musuhnya itu ternyata juga lewat di situ, setelah mengantarkan Ngaisah. Menurut Suwono, ia langsung menyapa. Tetapi yang disapa hanya mendengus. Suwono tak bisa mengontrol diri lagi. Ia mendorong tubuh oknum itu sekuat tenaga sampai terjatuh ke jurang sedalam tiga meteran. Setelah itu, ia lari ke rumah, dan menghantam kepala Ngaisah sampai pingsan. Akibat terjungkal, anggota polisi itu dirawat di rumah sakit. Ia, seperti telah disinggung, mengalami cedera pada tulang punggung yang membuatnya impoten. Suwono lantas dicari polisi. Hanya, karena ia sering bepergian keluar kota untuk berdagang, petugas menemui kesulitan untuk menangkapnya. Terakhir, Maret lalu, Suwono datang ke Pengadilan Agama Malang. Ia mendapat panggilan karena istrinya sejak beberapa waktu lalu minta cerai. Namun Suwono tak mengabulkan permohonan itu. Ketika tiba di tempat pemberhentian bemo, Suwono tiba-tiba dicegat dua orang berpakaian preman yang tak dikenal. Mereka memaksanya naik ke sebuah kendaraan yang segera dilarikan ke Polsek Batu. Di situ Suwono baru sadar bahwa yang menangkapnya adalah polisi. Suwono langsung dihajar dan dibentak-bentak: "Kamu bromocorah, ya? Hayo, 'ngaku!" Paidi, 14, salah seorang tahanan, sempat menyaksikan adegan tersebut. Beberapa hari kemudian, ke kamar tahanan itu datang petugas Pengadilan Agama. Suwono disuruh menandatangani perkara perceraian dengan istrinya. Dalam keadaan terjepit, disaksikan beberapa petugas polisi, Suwono teken saja. Istrinya, Ngaisah, mengaku menghabiskan uang Rp 150 ribu untuk mengurus perceraian itu. "Sekarang Cak No [Suwono maksudnya] nggak boleh cemburu lagi. Saya sudah mengantungi surat talak," ujar Ngaisah, yang bertubuh semampai, berkulit kuning, dengan genitnya. Ia mengaku menuntut cerai karena suaminya suka main pukul. Ngaisah mengaku berkenalan dengan kopralnya karena petugas polisi itu suka datang ke desanya mengusut suatu kasus pembunuhan. Tapi ia menyangkal telah jatuh hati. "Ah, sampeyan ini. Apa bisa dibuktikan?" katanya sambil tertawa. Mungkin tidak. Tapi, Suwono tentu berharap agar kasus penganiayaan atas dirinya bisa diusut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus