UPAYA kejaksaan untuk menghadapkan Nur Usman, 55, ke pengadilan kini tinggal selangkah. Polres Jakarta Pusat, pekan lalu, telah menyerahkan berkas perkara atas namanya ke Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat. Dalam berkas jelas disebutkan keterlibatan bekas pejabat Pertamina itu dalam kasus pembunuhan anak tirinya, Roy Bharya, 22. Sebelum ini, sampai tiga kali berkas perkara atas nama Nur dikembalikan kejaksaan ke tangan polisi karena dinilai kurang memenuhi syarat. Antara lain karena dalam berkas pertama, Nur hanya dinyatakan melakukan perbuatan tidak menyenangkan terhadap Nyonya Thea, bekas istrinya, yang tak lain ibu kandung Roy. Pada pengembalian kedua kali, berkas sudah ada perbaikan. Nama Nur dikaitkan dengan pembunuhan Roy yang terjadi 10 Agustus 1984. Tapi, oleh pihak kejaksaan berkas ini dianggap masih kurang kuat untuk dijadikan dasar tuntutan. Dalam pengembalian yang ketiga kali yang diharap sudah ada perbaikan, ternyata malah lebih lemah. Mayjen Soedarmadji, yang ketika itu mulai menjadi kapolda Jakarta, jadi merasa tak enak. Ia memerintahkan anak buahnya bekerja lebih keras. Berkas Nur Usman, seperti diminta pihak kejaksaan, akhirnya bisa dibuat. "Agar masyarakat tahu bahwa polisi telah bersungguh-sungguh dalam menangani setiap perkara," tuturnya, pekan lalu, kepada TEMPO. Kunci keberhasilan mengungkap keterlibatan Nur dalam kasus pembunuhan agaknya terletak pada penemuan sepucuk surat yang dikirim Jhoni Ayal, tersangka utama pelaku pembunuhan terhadap Roy, kepada seorang rekannya. Dalam surat tersebut, Jhoni antara lain menulis, "Mengenai proses beta, semua sudah dirobah dengan rapi atas bantuan gajah .... Beta sempat bertemu dengan gaiah dan minta maaf, tapi dia bilang tenang aja." Pada bagian lain, disebutkan bahwa "gajah" yang pernah dikhawatirkan itu ternyata masih tetap konsekuen. Siapa "gajah"? Si penerima surat, seorang mahasiswa sebuah perguruan tinggi swasta di Jakarta, ketika diperiksa polisi menyatakan terus terang bahwa "gajah" itu tak lain Nur Usman. Berdasarkan pengakuan tersebut, Jhoni Ayal, yang sudah divonis 17 tahun penjara - "dipinjam" pihak Polda. Selama tiga pekan, sampai 9 Juli lampau, ia diperiksa ulang. Menurut sumber TEMPO, Thoni mengaku bahwa dialah yang menulis surat tersebut. Diakui pula bahwa yang dimaksud dengan "gajah" adalah Nur Usman. Namun, ia tetap menyangkal bahwa Nur terlibat dalam pembunuhan terhadap Roy, yang dilakukan Jhoni bersama lima orang rekannya. Sanggahan serupa diberikan Jhoni, pekan lalu, saat TEMPO menemuinya di LP Paledang, Bogor. "Nur Usman tak tahu apa-apa tentang peristiwa itu," ujarnya. Menurut Jhoni, ia dan kawan-kawan sebenarnya tak berniat membunuh Roy, yang di-"jemput"-nya bersama lima kawan yang lain dari kantor ayah kandungnya, Dokter M. Bharya, di RS Dharma Sakti. Mereka hanya ingin memberi pelajaran pada Roy yang pernah mengancam Jhoni. Dan atas meninggalnya Roy, Jhoni merasa takut pada Nur karena ia tahu bahwa Nur amat baik kepada anak tirinya itu, yang sampai disekolahkan ke AS. Saat peristiwa tragis menimpa dirinya, Roy memang sedang berlibur ke Indonesia. Atas surat Jhoni itu, Nur Usman mengaku tak tahu-menahu. "Surat itu tidak ditujukan kepada saya. Lagi pula, saya tidak kenal dengan orang yang dikirimi surat oleh Jhoni," kata Nur kepada TEMPO. Nur juga merasa tidak tahu tentang istilah "gajah" itu. Karena tak merasa bersalah, Nur tak takut bila nanti diajukan ke pengadilan. "Saya tidak takut ditembak, dilistrik, atau dianiaya karena saya sungguh tidak bersalah," katanya berapi-api.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini