"YA, saya bersalah," kata Nyonya Ratna Sari Dewi Soekarno dengan suara datar pada persidangan Kamis pekan lalu. Dengan pengakuan di proses pengadilan pidana, janda presiden pertama Republik Indonesia itu memasuki babak baru. Dewi Soekarno diadili di Amerika Serikat gara-gara bertengkar dengan Victoria Marie Osmena 2 Januari lalu. Pertengkaran terjadi pada sebuah acara pesta di hotel Aspen Lodge di kota Aspen. Dewi menghantam cucu bekas presiden Filipina, Sergio Osmena, dengan gelas anggur. Akibatnya muka Minnie Osmena koyak, dan harus dibenahi dengan 37 jahitan. Sepotong pecahan gelas sepamnjang 5 cm dicabut dari pipinya. Minnie Osmena menuntut Dewi secara perdata dengan ganti rugi 10 juta dolar. Dewi kemudian menuntut balik dengan alasan pencemaran nama baik. Polisi turun tangan dan kejaksaan Aspen menyeret Dewi ke pengadilan dengan tuduhan menyerang orang lain. Ancaman hukumannya tak main-main. Jika terbukti bersalah, ia terancam hukuman maksimum 16 tahun. "Tapi rata-rata cuma lima tahun," kata Jaksa Charles McCrory. Selain itu Dewi terancam denda US$ 2.000-500.000 karena jaksa menuduh ia melanggar ketertiban umum, dan menyerang dengan alat mematikan. Bila semua tuduhan terbukti, hukum di negara bagian Colorado mempunyai ketentuan tambahan. Terhukum harus masuk penjara sedikitnya 120 hari, kendati naik banding. Untuk menangkis tuduhan, Dewi menyewa pengacara Barry Slotnick, yang termasyhur karena berhasil membebaskan tokoh-tokoh Mafia. Slotnick akhirnya memang berhasil memasang berbagai rintangan bagi jaksa. Pengadilan, misalnya, terpaksa diundur dan dipindahkan dari Aspen ke Meeker di barat laut Colorado, karena pengadilan Aspen tak berhasil mendapatkan juri yang diperkirakan tidak terpengaruh media massa. Tak ada calon juri yang tidak pernah mendengar kasus Dewi-Osmena. Lebih dari itu pihak Dewi Soekarno dan kejaksaan Aspen akhirnya memutuskan melakukan kompromi (plea bargain) daripada bertempur di depan juri. Sistem hukum AS memang membolehkan kompromi antara jaksa dan terdakwa, dengan tujuan menghindar dari pengadilan yang memakan waktu dan biaya. Dalam kompromi itu Dewi menyatakan bersedia mengakui bersalah terhadap tuduhan penyerangan kelas dua, dan bersedia menerima hukuman percobaan selama dua tahun. Artinya, bila Dewi melakukan kesalahan di masa percobaan itu ia otomatis langsung masuk penjara selama lima tahun. Jaksa, dalam kompromi itu, menarik kembali tuduhan menyerang dengan senjata mematikan. Namun, jaksa bertahan pada tuduhan melanggar ketertiban umum yang ancaman hukumannya enam bulan penjara dan denda US$ 750. Hasil tawar-menawar mana dalam kompromi itu yang adil menurut pertimbangan Hakim J.B. DeVilbiss baru bisa didengar pada persidangan 22 Januari nanti. Barry Slotnick sudah pasang ancang-ancang. "Kami akan mengupayakan agar hukuman paling berat, berupa kewajiban melakukan pekerjaan kemasyarakatan, bukan penjara," katanya. Namun Jaksa tampaknya berpikiran lain. "Saya pikir sebaiknya hukuman penjara tetap dilaksanakan," katanya. Hakim DeVilbiss tentu akan mempertimbangkan semua hal itu. Termasuk mendengar pendapat pihak yang dirugikan. Namun pendapat itu tak segera bisa didengar. Minnie Osmena tak hadir dalam persidangan pekan lalu. Pengacaranya, Alan Schwartz, mengatakan, "Saya akan mengontak klien saya untuk meminta pendapatnya tentang jenis hukuman yang dianggapnya adil." Minnie Osmena, yang dihubungi TEMPO, menolak berkomentar soal hukuman yang dianggapnya pantas. "Sesudah 22 Januari saya baru akan bicara," katanya. "Tapi saya merasa gembira ia mengaku bersalah," katanya. Dewi juga tak bersedia memberikan pendapatnya. Kabarnya ia dilarang pengacaranya bicara. Sementara putusan hakim masih sulit diduga, keuntungan para pengacara sudah bisa dihitung. Barry Slotnick, misalnya, memasang tarif lima ratus dolar per jam. Wajar kalau Dewi tak ingin sidang berpanjang-panjang. Bambang Harymurti (Washington DC)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini