MISTERI "lenyapnya" deposito seorang nasabah Bank Of America (BOA), Joni Wijaya, sebesar US$ 2,2 juta -- sekitar Rp 4 milyar -- masih saja menjadi teka-teki. Padahal, Mabes Polri, yang mengusut kasus itu selama dua tahun, pada pekan lalu telah melimpahkan berkas perkara itu ke Kejaksaan Tinggi Jakarta. Sementara itu, tersangka utama Robin E. Aritonang alias Ongky Wijaya telah dilepas polisi dari tahanan -- karena masa penahanannya sudah melewati 60 hari. Lambannya pengusutan kasus itu, menurut Kepala Penyidik Bank, Mabes Polri, Letnan Kolonel Hamim Suriamijaya, karena bukti utama berupa berkas deposito yang asli ada di Singapura. Polisi, belakangan, mendapatkan juga bukti utama itu setelah meminjamnya dari BOA Singapura. Pembobolan BOA itu, menurut Hamim, bermula pada 7 Maret 1988. Ketika itu datang dua orang tamu ke BOA Jakarta, masing-masing mengaku bernama Joni Wijaya dan Ongky Wijaya. Mereka berniat mencairkan deposito berjangka milik Joni yang belum jatuh tempo senilai US$ 3,7 juta di BOA Singapura. Joni Wijaya memang tercatat sebagai nasabah BOA sejak 1980, yang mengurus depositonya itu melalui BOA Jakarta. Petugas BOA Jakarta, Farina, tak curiga karena Joni menunjukkan KTP dan surat konfirmasi deposito berjangka yang disimpannya di BOA Singapura. Pada waktu itu Joni berpesan agar depositonya sebesar US$ 3,7 juta itu sudah bisa cair esok harinya sejumlah US$ 3,4 juta, dan akan diurus temannya, Ongky. "Besok saya mau ke luar negeri. Tolong Ongky dilayani baik-baik," katanya. Tiga hari kemudian, barulah Ongky datang sendirian. Kepada Farina dia menunjukkan surat kuasa dari Joni. "Sesuai pembicaraan tolong diberikan deposito pada Ongky ... ", begitu bunyi surat kuasa itu. Sesuai dengan pesan Joni di surat kuasa itu, Farina memecah deposito tersebut menjadi dua bagian masing-masing US$ 2,2 juta untuk Ongky, sisanya yang US$ 1,2 juta tetap atas nama Joni Wijaya. Perintah pencairan itu disampaikan Farina ke BOA Singapura. Beberapa hari kemudian Ongky terbang ke Singapura menuju BOA Cabang Singapura. Petugas BOA di situ, Nena Badri, segera menghubungi BOA Jakarta. Di Jakarta, Farina mengatakan oke. Sampai di sini semua berjalan mulus. Lima bulan kemudian, BOA geger, ketika Joni Wijaya memerintahkan depositonya yang sudah jatuh tempo di roll over. Petugas BOA di Jalan Thamrin Jakarta menyodorkan teleks dari Singapura kepada Joni yang menyatakan deposito sudah dicairkan. "Ketika itu petugas mau saya pukul," kata Joni, yang mengaku belum pernah menarik uang simpanannya itu. Pengusutan polisi, belakangan, memastikan tanda tangan Joni sebenarnya berbeda dengan tanda tangan di surat kuasa. "Jadi, surat kuasa yang disodorkan Ongky itu palsu," kata Hamim, yang menduga dalam kasus itu ada orang BOA yang terlibat. Sebab, surat kuasa "Joni" pada Ongky ketika mencairkan deposito itu ternyata tak bertanggal, tak bernomor, dan bahkan tak diagenda petugas BOA. Siapa sebenarnya Joni Wijaya yang datang bersama Ongky itu? Pengadilan Singapura, tempat Joni menggugat BOA Singapura untuk minta kembali depositonya itu, memastikan orang itu tak lain dari Joni Wijaya asli itu sendiri. Pengadilan Singapura bahkan tak mempercayai hasil pengusutan Mabes Polri yang memastikan Joni asli tak terlibat. "Mereka menganggap saya sendiri yang mencairkan deposito itu. Bukti-bukti pemeriksaan polisi Indonesia tak diakui mereka," kata Joni, yang melalui pengacaranya mengajukan banding ke pengadilan London. Pihak BOA pun memastikan bahwa deposito itu diambil Joni sendiri. Berdasarkan catatan BOA, kata Vice President & Country Manager BOA Jakarta, Zareh Misserlian, Joni Wijaya telah mengambil dan menerima uangnya. "Sampai ke mana pun tuntutan Joni akan kami layani. Sebab pengadilan Singapura telah membuktikan Joni sudah mengambil uangnya," katanya. Hanya saja Misserlian tak berani menuduh Joni telah mencoba menipu banknya. "Wah, itu urusan pengadilan nanti," tambahnya. Pihak Mabes Polri sampai kini menganggap Joni Wijaya bersih dalam kasus itu. Buktinya, kata Hamim, tanda tangan surat kuasa berbeda dengan tanda tangan Joni Wijaya. Dan, kata Hamim, terbukti tak ada hubungan kekerabatan antara Joni Wijaya dan Ongky Wijaya. Toh bukti-bukti itu tak dipercaya pengadilan Singapura. "Itu saya tak tahu," kata Hamim. Joni sendiri tentu saja membantah tudingan bahwa ia terlibat "permainan" itu. "Saya tak kenal Ongky Wijaya yang penjudi itu. Saya ketemu pertama kali dengan Ongky waktu dia tertangkap di Mabes Polri," kata Joni kepada Iwan Qodar Himawan dari TEMPO. Hanya saja Joni, yang pengusaha pelayaran itu, pada 1971, pernah tercatat terlibat sindikat penyelundup rupiah palsu -- ketika itu ia sempat ditahan 10 bulan. Dan kini ia menjadi saksi dalam penculikan dan pemerasan atas dirinya. Anehnya, dalam perkara penculikan itu Joni justru membuat surat yang mengatakan bahwa dirinya tak ingin menuntut si "penculik". Agaknya, kunci teka-teki tentang lenyapnya deposito di BOA itu memang ada pada Ongky Wijaya. Namun, terdakwa ini tak ditemukan TEMPO di dua alamat resminya yang ada di berkas perkara. Namun, Hamim Suriamijaya memastikan Ongky, yang sudah berstatus tahanan luar, akan hadir di sidang. "Ongky itu ada di rumahnya, kami jamin ia akan hadir di sidang," katanya. Karni Ilyas dan Gatot Triyanto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini