Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Pagar yang makan pajak

Petugas bpkp membongkar manipulasi restitusi pajak sebesar rp 1,157 milyar. dua oknum petugas pajak yang terlibat dipecat. mereka memakai nama perusahaan yg sudah mati. sudah 21 kasus terjaring bpkp.

8 Desember 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INI baru pagar makan tanaman. Pada saat-saat pemerintah lagi gencar mengejar wajib pajak, diam-diam dua orang oknum petugas pajak malah ketahuan memanipulasi restitusi -- kelebihan pembayaran -- pajak sebesar Rp 1,157 milyar. Kedua oknum itu, konon, ketahuan bekerjasama dengan orang lain. "Oknum petugas pajak itu memang terbukti melakukan manipulasi restitusi pajak," kata Sumarlin, menjawab pertanyaan anggota DPR ketika mengadakan dengar pendapat di DPR Rabu pekan lalu. Kasus permainan restitusi yang untuk pertama kalinya terjadi itu ditemukan Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Pekan lalu, hasil temuan itu dikirimkan BPKP ke Kejaksaan Agung. Hanya saja, sampai pekan ini Ketua BPKP, Gandhi, belum bersedia mengungkapkan kasus itu secara detail. "Masih dalam pengusutan," katanya pada TEMPO. Yang jelas, menurut Menteri Keuangan J.B. Sumarlin akibat kasus itu kedua oknum terebut terpaksa diberhentikan secara tidak hormat. Terbongkarnya manipulasi restitusi pajak itu, menurut Deputi Bidang Pengawasan Khusus BPKP, Soeyatna Soenoesoebrata, sebenarnya tak disangka-sangka instansi itu. Penemuan itu bermula dari pemeriksaan rutin BPKP di Direktorat Jenderal Pajak. Dalam pemeriksaan itu, seperti biasanya, petugas BPKP mengecek restitusi -- kelebihan pembayaran pajak yang harus dikembalikan ke wajib pajak. Ketika BPKP meneliti restitusi satu per satu, ditemukan sebuah berkas restitusi wajib pajak yang jumlahnya cukup besar. Wajib pajak itu atas nama sebuah perusahaan. Ketika petugas mengecek di lapangan, ternyata tak dijumpai papan nama maupun bangunan perusahaan tersebut. "Kalau alamat yang meminta pengambilan uang itu tak ketemu, kan aneh," kata Soeyatna. Karena itu, petugas BPKP melacak kebagian arsip wajib pajak. Di bagian arsip itu, bisa diketahui alamat setiap orang yang mengambil restitusi. Dari arsip itulah petugas BPKP dapat menemukan orang yang selama ini mengambil restitusi tanpa mempunyai perusahaan apalagi pernah membayar pajak. Para pelaku itu lalu diminta mempertanggungjawabkan perbuatannya. Rapinya kerja para manipulator itu, menurut Deputi BPKP, karena itu tadi, akibat terlibatnya orang dalam. "Saya tak tahu persis apakah perbuatan mereka sudah berlangsung lama atau baru sekarang. Yang jelas, kasus itu baru ketemu sekarang," kata Soeyatna. Berdasarkan pemeriksaan, diketahui bahwa oknum petugas pajak tersebut menyuruh orang luar membuat perusahaan palsu. Caranya, dengan mencatut nama perusahaan yang sudah mati. Nama perusahaan dan akta pendirian perusahaan tersebut mereka ubah. Jadi, pengajuan permohonan restitusi yang dilakukan oleh oknum-oknum petugas pajak tersebut terjadi tanpa setahu pemilik perusahaan yang sudah mati itu. Menurut Soeyatna, yang terlibat langsung dalam kasus itu ada tiga orang -- dua orang oknum petugas pajak berpangkat golongan II dan III, serta seorang pihak luar. "Sebenarnya, dalam kasus itu ada yang terlibat tak langsung, yaitu atasannya yang seharusnya melakukan kontrol," kata Deputi Pengawasan Khusus BPKP pada TEMPO. Namun, pihak BPKP sampai kini masih merahasiakan identitas tersangka. "Soal nama itu tak bisa saya berikan sekarang. Sebab, prosesnya masih panjang," kata Inspektur Jenderal Departemen Keuangan, Drs. I.G.P. Surya. Tentu, tak hanya kasus pajak itu hasil kerja BPKP dalam tahun ini. Dalam triwulan II tahun ini saja, tak kurang dari 21 kasus dengan mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 5 milyar terjaring oleh BPKP. Dari berbagai kasus tersebut, 12 kasus bersumber dari dana APBN/APBD dengan nilai Rp 2 milyar. Dan sembilan kasus meliputi Rp 3 milyar dari BUMN/BUMD. "Selama ini, pengusutan yang dilakukan BPKP tak pernah mengendur. Hanya kurang diungkapkan di media massa," kata kepala BPKP Gandhi. Gatot Triyanto dan Dwi S. Irawanto (Biro Jakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus