Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Didor setelah melapor

Giman, tukang ojek di Jember yang semula melaporkan dua lembar Rp 5.000 palsu ke polisi, belakangan malah dituduh sebagai pelaku pengedar uang palsu. Giman, konon diperas dan ditembak polisi.

5 Maret 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MELAPORKAN kejahatan kepada yang berwajib bisa pula mengundang . malapetaka kepada si pelapor. Nasib buruk itu dialami seorang tukang ojek di Jember, Jawa Timur, Giman. Ia, yang semula melaporkan dua lembar Rp 5.000,00 palsu ke polisi, belakangan malah dituduh sebagai pelaku. Bukan itu saja, ia - jika saja pengakuannya benar - terpaksa membayar Rp 200 ribu agar lepas dari tuduhan itu. Setelah semua selesai, kini ia terkapar di rumah sakit Jember akibat ditembak anggota polisi di situ, setelah mencoba melawan ketika ditangkap kembali. Malapetaka itu bermula akhir Januari, gara-gara sepeda motor Giman, 37 tahun, dipinjam tetangganya, Deby. Empat hari motor itu disewa, ia diberi uang Rp 10 ribu, berupa dua lembar lima ribuan. Setelah diamati uang lima ribuan itu kabur, dan diduga palsu. Takut dituduh yang bukan-bukan, Giman, 37 tahun, yang buta huruf, melapor ke kepala dusun Taman Taber, Kastun. Karena persoalan dianggap pelik, Kastun bersama Sulabi dan Juhri (keduanya pamong juga) mengajak Giman melapor ke Kepala Desa Sukorejo, Jumali. "Karena kasusnya adalah uang palsu, ya, saya laporkan ke polisi," kata Jumah. Laporan itu kemudian ditangani sendiri oleh Kapolsek Sukowono, Serma. Suratno. Tapi Suratno malah menuduh Giman yang mengedarkan uang palsu itu. "Kalau ada uang Rp 300 ribu, kau akan bebas," begitu kata Kapolsek, seperti ditirukan Giman. Karena itu, istri Giman, Erna, terpaksa mencari utang kiri-kanan. Setelah terkumpul Rp 200 ribu, ayah tiga anak itu pun bebas. Tapi setelah bebas, Kamis dua pekan lalu, lima anggota polisi, Sertu. Irianto, Serda. Arief, Sertu. Bambang, Kopral Muslikun dan Kopral Nawa menjemput Giman. "Kamu diminta datang oleh Pak Dansek," kata Sertu. Irianto kepada Giman. Di kantor Polsek Giman diproses hingga tengah malam. Tuduhannya, tetap saja, mengedarkan uang palsu. Tapi supaya urusan cepat beres, Giman diminta menyediakan dana. "Masa hanya Pak Dansek yang diberi. Kami ini mana bagiannya?" kata petugas itu. Giman rupanya tak mampu lagi menyediakan syarat yang diminta. "Sungguh mati saya tidak berbuat, Pak. Lha, wong saya ini lapor, kok, malah dituduh," kata Giman kepada pemeriksa. Jawaban ini rupanya membuat salah seorang polisi kesal. "Dikecrek (diborgol) saja dia." Giman, yang berbadan tegap, menjadi panik. Ia mengamuk. Dari jarak 5 meter begitu kisah Giman, pistol Bambang menyalak. Ternyata, peluru itu tak melukainya. Ia, yang selalu memakai cincin akik sebesar telur puyuh, di kampungnya memang dikenal kebal. Sebab itu, polisi melucuti akik tadi. Sekali lagi dari jarak 4 meter, Bambang menembaknya. Kali ini mempan. Peluru menembus dada dan bersarang di perutnya. Tapi, aneh, ia tidak roboh dan malah masih bisa mengamuk. Sebuah besi panjang disambarnya dan disebetkannya. Untung, tak ada polisi yang terluka. Ia bahkan masih kuat mendobrak pintu dan kabur. Dengan berlumuran darah, dinihari itu, ia mengetuk pintu rumah orangtuanya, sekitar 2 kilometer dari kantor polisi itu. "Lho, kenapa kamu, Nak ...?"ratap Mbok Sudjanah, 56 tahun, ibu Giman ketika anaknya roboh di pangkuannya. Subuh itu juga, Kapolsek Suratno, yang mendengar berita penembakan itu, berkunjung ke rumah orangtua Giman. Suratno lalu membawa Giman ke RSU Jember. Sebutir peluru, yang bersarang di perutnya, dikeluarkan. Tapl, dua hari setelah operasi, tangan Giman, yang diinfus, harus diborgol. Akibatnya, cairan makanan mampet dan ia kesakitan. Untunglah, ada saudaranya yang memberi jaminan: Giman tak akan lari. Baru borgol dilepaskan. Tapi kondisi Giman kini parah. "Empat kali ia pingsan menahan rasa sakit," kata ibunya. Dari sela-sela jahitan di perutnya, bau busuk menyebar. Sebuah plastik pembuang kotoran dipasang di situ. Untuk perawatan itu semua, sudah Rp 450 ribu hasil utang dan urunan keluarga - yang dikeluarkan keluarga Giman. "Kami akan minta keadilan. Kalau anak saya bersalah, ya, nggak apa-apa, tapi, ini nggak salah, kok," tambah Mbok Sudjanah. Keluarga Giman kemudian mengadukan persoalan ini ke Pom ABRI Jember. Ketika hal ini dikonfirmasikan ke komandan kompi Pom ABRI Jember, Lettu. Suwandi, ia tak bisa memberi keterangan. "Saya ini 'kan prajurit, ya lebih baik ke atasan saja," katanya. Kapolres Jember, Letkol. Karyono, juga bernada sama. "Masalahnya sudah diproses di Pom ABRI," katanya. Cerita, atau tuduhan, Giman belum tentu semua benar. Sumber TEMPO di Polres Jember mengatakan Giman pengedar uang palsu, dan sudah lama buron. Ia tertembak, kata sumber itu, karena mengamuk dengan sebatang besi. Malah, katanya, ketika diberi tembakan peringatan, ia masih melawan. Karena itu, didor. "Tidak benar polisi menerima uang, itu hanya isu dari keluarganya. Ia juga bukan melapor, tapi ditangkap," kata pejabat penting di Polres tersebut. Tapi Kepala Desa Sukorejo, Jumali, menyesalkan cara polisi itu. "Sesuai dengan prosedur, menangkap seorang warga itu, ya, lewat kepala desa. Tidak langsung tangkap," keluh Jumali. Lagi pula, masih kata Jumali, "Selama 10 tahun menjadi warga kami Giman belum pernah melakukan tindakan kriminal." Laporan Herry Mohammad & Zed Abidien (Biro Surabaya)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus