Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Dituduh korupsi

Diajukan ke sidang pengadilan, dituduh korupsi dana reboisasi perkebunan kelapa di sulawesi utara. (hk)

11 Juni 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HARI itu anggota DPR/MPR Ir. Willy Arnold Najoan tampil di depan meja hijau dengan pakaian sepeti layaknya anggota lembaga tertinggi negara: safari abu-abu. Di hadapan sebagian pemilihnya, yang berjejal di gedung pengadilan Manado, Willy dituduh korupsi. Ketika memimpin proyek peremajaan tanaman kelapa di daerah itu, tuduh jaksa pekan lalu, terdakwa menyelewengkan dana sekitar Rp 1,5 milyar dari anggaran yang nilainya sekitar Rp 3 milyar. Berbagai macam kesalahan dibeberkan Jaksa Amir Effendi Hutapea. Bekas kepala Dinas Pertanian Sulawesi Utara itu dituduh melakukan berbagai manipulasi dana peremajaan tanaman yang menjadi mata pencaharian petani daerah itu. Sebagai kepala Proyek Rehabilitasi dan Perluasan Tanaman Ekspor (PRPTE), yang mengelola peremajaan kelapa 1979-1981, Willy dianggap bertanggung jawab atas gagalnya proyek yang menyangkut lebih 12.500 hektar kebun kelapa. Caranya, menurut jaksa, putra daerah itu membuat berbagai pengeluaran yang tidak bisa dipertanggungjawabkan: biaya penyiapan lahan dicairkan melebihi luas areal tanaman. Bibit kelapa di areal seluas 600 hektar pada mati, karena tidak diberi pupuk, juga karena penanaman yang tidak sesuai dengan ketentuan. Sebagai wakil rakyat, Willy juga dituduh menyelewengkan berbagai hak petani kelapa. Antara lain, bibit kelapa, tanaman sela alat pertanian, biaya pemeiharaan, ternyata titak sampai kepada petani. Ia juga dikatakan juga memotong uang harian petani yang lagi kursus -- dari Rp 2.500 menjadi Rp 1.000 atau Rp 500 saja. Willy, yang juga diketahui punya banyak kebun cengkih dan kelapa serta perusahaan kopra itu, menurut jaksa, juga tidak lupa mengeluarkan dana untuk melakukan pembelian yang bersifat fiktif. Sebaliknya, sekitar Rp 500 juta dari anggaran diplniamkannya kepada rekan-rekannya, baik di instansi pertanian maupun instansi lain dan juga swasta. Willy belum menjawab tuduhan jaksa itu. Sebab pembelanya, Albert Hasibuan dari FKP, meminta waktu sampai pekan depan untuk menyangah tuduhan. Di luar sidang, bekas bendahara DPD Golkar dan pengurus HKTI itu menganggap, kegagalan proyek peremajaan kelapa seperti dituduhkan jaksa, hanya kesalahan prosedur dari pusat saja. "Saya memulai kerja tanpa pola, karena tidak ada pemberitahuan tentang proyek itu dari atasan," kata Willy kepada TEMPO. Ayah dari empat orang anak itu mengatakan bahwa proyek yang dipimpinnya dulu dicanangkan sebagai proyek "akselerasi pembangunan perkebunan". Jadi pelaksanaannya tergesa-gesa. "Saya kan hanya subsistem, kalau ada kesalahan yang dituding tentu subsistem itu," katanya. Anggarannya pun, kata Willy, tidak sama dengan APBN. Dana kredit yang didrop BRI, katanya, sering terlambat sehingga pelaksanaan proyek tidak sesuai lagi dengan musim. Sebagian anggaran yang disebut, dana nonkredit, tambahnya, telah digunakan sepenuhnya oleh unit kerja. "Saya hanya pembina saja, sebab itu saya katakan, bukan saya yang makan uang itu," ujar Willy. Tinggal di rumah besar di Cilandak Permai, Jakarta, ia mengatakan bahwa kekayaannya bukan karena korupsi. Tapi karena warisan -- baik dari orangtuanya sendiri maupun istrinya. "Di Manado, semua orang tahu keluarga Lengkong punya kebun cengkih, kelapa, dan perusahaan kopra," tambah istri Willy yang bermarga Lengkong. "Jadi tuduhan itu sangat memalukan keluarga kami," tambah Nyonya Willy, yang mengaku -- sebagai orang Manado -- mempunyai kebiasaan membeli mobil baru setiap Hari Natal. Willy juga membantah bahwa proyek peremajaan kelapa yang dilakukannya itu merupakan proyek politik Golkar di Sulawesi Utara. "Saya memang salah satu pimpinan DPD Golkar, tapi proyek itu bukan politis," tambahnya. Ia, yang memenangkan salah satu kursi di DPR Pusat pada Pemilu 1982 merasa yakin bahwa tidak akan di-rccall karena kasus itu. "Bahkan F-KP mendukung saya dengan membentuk tim pembela," ujar Willy optimistis. Salah satu anggota tim pembela, Oka Mahendra, membenarkan bahwa fraksinya membela Willy. "Kita bela dia sampai ada keputusan pengadilan," kata Oka. "Bila persidangan memutuskan ia bersalah, barulah secara organisasi akan ditindak," kata Oka Mahendra mantap.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus