HARI itu anggota DPR/MPR Ir. Willy Arnold Najoan tampil di depan
meja hijau dengan pakaian sepeti layaknya anggota lembaga
tertinggi negara: safari abu-abu. Di hadapan sebagian
pemilihnya, yang berjejal di gedung pengadilan Manado, Willy
dituduh korupsi. Ketika memimpin proyek peremajaan tanaman
kelapa di daerah itu, tuduh jaksa pekan lalu, terdakwa
menyelewengkan dana sekitar Rp 1,5 milyar dari anggaran yang
nilainya sekitar Rp 3 milyar.
Berbagai macam kesalahan dibeberkan Jaksa Amir Effendi Hutapea.
Bekas kepala Dinas Pertanian Sulawesi Utara itu dituduh
melakukan berbagai manipulasi dana peremajaan tanaman yang
menjadi mata pencaharian petani daerah itu. Sebagai kepala
Proyek Rehabilitasi dan Perluasan Tanaman Ekspor (PRPTE), yang
mengelola peremajaan kelapa 1979-1981, Willy dianggap
bertanggung jawab atas gagalnya proyek yang menyangkut lebih
12.500 hektar kebun kelapa.
Caranya, menurut jaksa, putra daerah itu membuat berbagai
pengeluaran yang tidak bisa dipertanggungjawabkan: biaya
penyiapan lahan dicairkan melebihi luas areal tanaman. Bibit
kelapa di areal seluas 600 hektar pada mati, karena tidak diberi
pupuk, juga karena penanaman yang tidak sesuai dengan ketentuan.
Sebagai wakil rakyat, Willy juga dituduh menyelewengkan berbagai
hak petani kelapa. Antara lain, bibit kelapa, tanaman sela alat
pertanian, biaya pemeiharaan, ternyata titak sampai kepada
petani. Ia juga dikatakan juga memotong uang harian petani yang
lagi kursus -- dari Rp 2.500 menjadi Rp 1.000 atau Rp 500 saja.
Willy, yang juga diketahui punya banyak kebun cengkih dan kelapa
serta perusahaan kopra itu, menurut jaksa, juga tidak lupa
mengeluarkan dana untuk melakukan pembelian yang bersifat
fiktif. Sebaliknya, sekitar Rp 500 juta dari anggaran
diplniamkannya kepada rekan-rekannya, baik di instansi pertanian
maupun instansi lain dan juga swasta.
Willy belum menjawab tuduhan jaksa itu. Sebab pembelanya, Albert
Hasibuan dari FKP, meminta waktu sampai pekan depan untuk
menyangah tuduhan.
Di luar sidang, bekas bendahara DPD Golkar dan pengurus HKTI itu
menganggap, kegagalan proyek peremajaan kelapa seperti
dituduhkan jaksa, hanya kesalahan prosedur dari pusat saja.
"Saya memulai kerja tanpa pola, karena tidak ada pemberitahuan
tentang proyek itu dari atasan," kata Willy kepada TEMPO. Ayah
dari empat orang anak itu mengatakan bahwa proyek yang
dipimpinnya dulu dicanangkan sebagai proyek "akselerasi
pembangunan perkebunan". Jadi pelaksanaannya tergesa-gesa. "Saya
kan hanya subsistem, kalau ada kesalahan yang dituding tentu
subsistem itu," katanya.
Anggarannya pun, kata Willy, tidak sama dengan APBN. Dana kredit
yang didrop BRI, katanya, sering terlambat sehingga pelaksanaan
proyek tidak sesuai lagi dengan musim. Sebagian anggaran yang
disebut, dana nonkredit, tambahnya, telah digunakan sepenuhnya
oleh unit kerja. "Saya hanya pembina saja, sebab itu saya
katakan, bukan saya yang makan uang itu," ujar Willy.
Tinggal di rumah besar di Cilandak Permai, Jakarta, ia
mengatakan bahwa kekayaannya bukan karena korupsi. Tapi karena
warisan -- baik dari orangtuanya sendiri maupun istrinya. "Di
Manado, semua orang tahu keluarga Lengkong punya kebun cengkih,
kelapa, dan perusahaan kopra," tambah istri Willy yang bermarga
Lengkong. "Jadi tuduhan itu sangat memalukan keluarga kami,"
tambah Nyonya Willy, yang mengaku -- sebagai orang Manado --
mempunyai kebiasaan membeli mobil baru setiap Hari Natal.
Willy juga membantah bahwa proyek peremajaan kelapa yang
dilakukannya itu merupakan proyek politik Golkar di Sulawesi
Utara. "Saya memang salah satu pimpinan DPD Golkar, tapi proyek
itu bukan politis," tambahnya. Ia, yang memenangkan salah satu
kursi di DPR Pusat pada Pemilu 1982 merasa yakin bahwa tidak
akan di-rccall karena kasus itu. "Bahkan F-KP mendukung saya
dengan membentuk tim pembela," ujar Willy optimistis.
Salah satu anggota tim pembela, Oka Mahendra, membenarkan bahwa
fraksinya membela Willy. "Kita bela dia sampai ada keputusan
pengadilan," kata Oka. "Bila persidangan memutuskan ia bersalah,
barulah secara organisasi akan ditindak," kata Oka Mahendra
mantap.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini