Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Yudisial (KY) belum menerima laporan mengenai dugaan pelanggaran kode etik hakim dalam vonis empat anak di Tasikmalaya yang diduga korban salah tangkap. Pengadilan Negeri Kota Tasikmalaya menjatuhkan vonis 1 tahun 8 bulan penjara kepada empat anak tersebut. Mereka dinyatakan terbukti bersalah melakukan kekerasan yang menyebabkan korban luka berat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Hingga saat ini, Komisi Yudisial belum menerima laporan masyarakat tentang perkara tersebut,” kata Juru Bicara Komisi Yudisial Mukti Fajar Nur Dewata kepada Tempo pada Senin, 3 Februari 2025.
Mukti mengatakan KY mempersilakan publik untuk melaporkan dugaan pelanggaran etik yang dilakukan majelis hakim beserta bukti pendukung. Apabila sudah dilaporkan, Komisi Yudisial akan memprosesnya untuk menilai apakah ada dugaan pelanggaran kode etik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya, pengacara empat anak berkonflik dengan hukum dalam perkara ini, Nunu Mujahidin, mengatakan akan melaporkan tiga orang anggota majelis hakim Pengadilan Negeri Tasikmalaya ke Komisi Yudisial. Nunu menyebut empat kliennya merupakan korban salah tangkap. Menurut dia, majelis hakim PN Tasikmalaya melanggar kode etik saat memutuskan kliennya terbukti bersalah. "Hakim diduga menyiapkan putusan sebelum persidangan tuntas," ujar Nunu, Sabtu, 25 Januari 2025.
Nunu mengatakan, majelis hakim telah menetapkan empat anak itu bersalah dan menjatuhkan hukuman penjara selama 1 tahun 8 bulan pada Rabu, 15 Januari 2025. Padahal saat itu agenda persidangan baru memasuki tahap pembacaan dakwaan kedua dan pemeriksaan saksi dari Jaksa Penuntut Umum. Dalam persidangan perkara ini, dia mengklaim putusan itu sempat dibacakan hakim pada Kamis, 16 Januari 2025, dan diulang pada 23 Januari 2025.
Oleh sebab itu, kata Nunu, putusan hakim mengabaikan keterangan saksi yang dia hadirkan pada persidangan 20 Januari, yaitu dosen kriminologi FISIP Universitas Indonesia (UI), Ni Made Martini Putri dan Joko Jumadi, dosen Fakultas Hukum, Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Mataram.
Dia juga menyoroti dua putusan berbeda dari majelis hakim yang diberikan pada hari yang sama yaitu pada 6 Januari 2025. Saat itu, majelis hakim mengabulkan eksepsi penasehat hukum dengan putusan membebaskan para anak, namun di hari yang sama hakim memutus untuk kembali menahan anak dengan dasar surat dakwaan jaksa telah diperbaiki.
Menanggapi putusan untuk 4 anak itu, Pengadilan Negeri Kota Tasikmalaya menyatakan peradilan telah berjalan sesuai dengan ketentuan. "Ketiganya sudah bersertifikat sebagai hakim anak dan itu sudah terdaftar," ujar Ketua Pengadilan Negeri Kota Tasikmalaya Khoiruman Pandu Kesuma Harahap kepada awak media usai putusan sidang, Kamis, 23 Januari 2025.
Empat anak diduga salah tangkap kasus pengeroyokan itu kini telah berada di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Bandung. Mereka adalah FM, 17 tahun; RS, 16 tahun; DW, 16 tahun; dan RR, 15 tahun. Para ibu dari anak ini telah mengadu ke Komisi III didampingi anggota DPR dari Fraksi PDIP, Rieke Diah Pitaloka.
Sigit Zulmunir berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Mengapa WNA yang Terlibat Kejahatan di Bali Terus Meningkat