REBUTAN harta peninggalan H.A. Thahir sebesar US$ 78 juta antara Pertamina dan Kartika sudah memasuki tahun ke-17. Dan belum juga berakhir. Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Singapura, Yong Pung How, dalam sidang bandingnya pekan lalu, menunda persidangan hingga waktu yang tak terbatas. Sesuai dengan ketentuan hukum Singapura, persidangan banding (court of appeal), hanya memeriksa berkas dan membacakan dalil- dalil hukum yang diajukan sebelumnya oleh dua pihak yang berperkara. Karena itu, hakim menolak tegas permintaan Kartika ketika ia -- lewat pengacaranya -- mengajukan permohonan agar bisa tampil memberikan kesaksian. Sidang banding itu merupakan babak lanjutan dari upaya Kartika untuk tetap bisa menguasai harta peninggalan suaminya. Ia tidak puas atas keputusan Hakim Lai Kew Chai pada 3 Desember 1992, yang memenangkan Pertamina. Keputusan itu antara lain, Pertamina berhak atas uang deposito di Bank Sumitomo Singapura yang bernilai US$ 78 juta, tersimpan dalam 17 rekening Deutsche Mark (DM). Sedangkan rekening bernilai US$ 5,76 juta, dalam dolar AS, ditetapkan sebagai milik Kartika. Sebab, Pertamina tak mampu membuktikan bahwa uang tersebut termasuk uang komisi (TEMPO, 12 Desember 1992). Dalam sidang banding pekan lalu, dalil hukum yang dikemukakan kedua pihak hampir tak bergeser dari yang pernah mereka perdebatkan sebelumnya. Bernard Eder kembali menolak dalil Pertamina yang menyebut hukum Indonesia mengenal konsep fiduciar relation dan constructive trust. Dalam konsep tersebut, seorang pegawai punya kewajiban bertindak sejujurnya, dan hanya untuk keuntungan pihak yang memberikan kepercayaan. Eder tak percaya adanya konsep itu. "Saya ingin bukti, pernahkah orang menerima komisi dihukum di Indonesia," tanya Eder. Ditegaskan oleh pengacara keturunan Yahudi itu bahwa Pertamina sebenarnya sama sekali tak berhak atas uang komisi itu, karena komisi sifatnya secret payment (pembayaran rahasia). Jadi, yang wajib dilaporkan bekas Asisten Direktur Utama Pertamina itu ke atasannya hanya yang menjadi milik Pertamina. Dan itu sudah dilakukan Thahir. Milik Pertamina, kata Eder, hanyalah pembayaran yang tidak rahasia, karena yang rahasia itu tidak pernah dikuasakan. "Jadi, komisi itu mutlak milik Thahir." David Hunt, pengacara Pertamina, tak kalah kerasnya. Hubungan Thahir dengan Pertamina, katanya, adalah hubungan mandatory. Karena itu, apa yang diperbuat penerima kuasa (Thahir sebagai wakil Pertamina dalam negosiasi dengan Klockner dan Siemens) harus dipertanggungjawabkan dan dilaporkan ke pemberi kuasa. Hubungan mereka terikat dengan Pasal 1338, 1339, dan 1603 (d) KUH Perdata (antara lain mengatur soal perikatan persetujuan dan soal kewajiban buruh). Komisi, menurut ketentuan KUHD, mempunyai dua makna: komisi dengan pengertian positif dan komisi dalam pengertian negatif. Komisi positif adalah imbalan yang diterima oleh seseorang yang karena profesinya berhak menerima. Tapi komisi yang diterima oleh seorang pegawai yang sebenarnya tak berhak tergolong komisi dalam pengertian negatif. Komisi semacam itulah, menurut David Hunt, yang diancam hukuman pidana seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU No. 3 Tahun 1971). "Thahir telah melanggar UU Korupsi itu," ujar Hunt. Senjata pamungkas Pertamina kembali ditampilkan, yakni tentang kesaksian mantan Menhankam L.B. Moerdani pada sidang sebelumnya yang tak terbantahkan. Yakni, soal pengakuan Kartika pada tahun 1977, yang tertulis dalam dua lembar kertas coretan tangan Kartika. Ketika itu Benny selaku Ketua Tim Pengusut harta Pertamina melakukan pembicaraan perdamaian dengan Kartika di Jenewa. Tapi tak ada kesepakatan. Saat itulah Benny memperoleh pengakuan dari Kartika bahwa uang yang disimpan di Bank Sumitomo itu memang komisi pemberian perusahaan Jerman Siemens dan Klockner. Tak dibantahnya kesaksian Benny, menurut koordinator pengacara Pertamina Albert Hasibuan, menunjukkan indikasi bahwa diam-diam Kartika mengakui kebenarannya. Albert optimistis, Pertamina akan memenangkan pertarungan panjang yang telah menghabiskan biaya tak kurang dari Rp 8 miliar itu. Masih berpeluangkah Kartika? "Masih ada," kata pengacara keluarga Thahir, Rudhy A. Lontoh. Sebab, kemenangan Pertamina tempo hari masih terdapat titik lemah. Misalnya, pihak bank di Jerman -- antara lain Deutsche Bank dan Dresdner Bank -- yang mengirim uang ke rekening Thahir, keberatan mengungkapkan identitas pengirimnya. Mereka memegang teguh rahasia bank dan menggunakan hak ingkarnya. "Ada kiriman uang, tapi siapa yang mengirim? Dan mana bukti tertulisnya? Pertamina belum mampu menyingkap misteri itu." Kesaksian saja, tanpa disertai bukti lainnya, kata Rudhy, masih belum kuat. "Dalam hukum dikenal bahwa satu bukti itu bukan bukti," tambahnya. Kendati demikian, posisi Pertamina, dengan disidangkannya kasus itu di Singapura, cukup diuntungkan. Perkara itu, menurut Rudhy, adalah masalah korupsi. Sementara napas Singapura sangat anti korupsi. "Dalam vonis nanti, saya rasa pengaruh eksternal yang non-yuridis itu ada," katanya.Aries Margono
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini