Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Yudi Purnomo Harahap, menilai pencekalan Hasto Kristiyanto dan Yasonna Hamonangan Laoly keputusan yang tepat. "Sehingga sewaktu-waktu dibutuhkan penyidik untuk memberi keterangan mereka tidak beralasan ada di luar negeri," ucap Yudi dalam keterangannya pada Kamis, 26 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada 24 Desember 2024, KPK menerbitkan Surat Keputusan Nomor 1757 Tahun 2024 tentang Larangan Bepergian Ke Luar Negeri terhadap Hasto dan Yasonna. Larangan bepergian ke luar negeri itu berkaitan dengan penyidikan dugaan tindak pidana suap penetapan anggota DPR terpilih 2019-2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hasto, Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Yasonna Laoly, selaku mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, dilarang bepergian ke luar Indonesia selama enam bulan ke depan. Menurut Yudi, Yasonna dianggap sebagai saksi kunci oleh penyidik KPK.
Yudi menuturkan pencekalan Yasonna maupun Hasto merupakan kewenangan penyidik. "Yasonna merupakan saksi yang diperiksa terakhir sebelum Hasto ditetapkan sebagai tersangka dalam dua kasus yaitu suap dan perintangan penyidikan," ujar Yudi.
Yudi mendorong imigrasi untuk menyita paspor fisik mereka untuk ditahan sementara sampai masa pelarangan ke luar negeri selesai. Menurut aturan, paspor Yasonna dan Hasto bisa ditahan hingga enam bulan dan dapat diperpanjang sesuai kebutuhan penyidik KPK.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan Hasto Kristiyanto dan Donny Tri Istiqomah sebagai tersangka pada 23 Desember lalu. Mereka ditetapkan sebagai tersangka suap terhadap Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Periode 2017-2022 Wahyu Setiawan.
Sementara Yasonna pada Rabu, 18 Desember 2024, menjalani pemeriksaan di kantor KPK untuk perkara yang melibatkan Harun Masiku.
Ketika itu, Yasonna mengatakan materi pemeriksaan seputar aktivitas dirinya sebagai Ketua DPP PDIP dan semasa menjabat sebagai menteri. Dalam pemeriksaan, Yasonna menjelaskan sikapnya pada saat menjadi Menteri Hukum dan HAM yang tidak mendeteksi Harun Masiku telah melintas masuk ke Indonesia dari perjalanan ke Singapura.
Atas informasi yang salah dari Ditjen Imigrasi Kemenkumham itu, KPK menyatakan Harun Masiku tidak berada di Indonesia. Padahal saat operasi tangkap tangan (OTT), Harun Masiku diduga sudah di Tanah Air dan sedang di salah satu hotel berbintang di Jakarta Pusat. Orang dekat Hasto diduga diminta menjemput Harun Masiku dari hotel itu lalu diminta untuk membuang handphone ke dalam kali di sekitaran Cikini, Jakarta Pusat. Sejak saat itu, keberadaan Harun Masiku tidak diketahui.
Muthia Yuantisya berkontribusi dalam penulisan artikel ini.