Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Eksklusif, Kelakar Panji Gumilang Soal Jin Bangun Gedung di Al Zaytun dan Kekagumannya pada Betawi

Tempo bertemu Pimpinan Ponpes Al Zaytun Panji Gumilang di kompleks pesantren itu di Indramayu. Ia menolak bicara soal kasus yang menjeratnya.

27 Juli 2023 | 06.46 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Pimpinan Pondok Pesantren Al Zaytun Panji Gumilang kini tengah dibidik Polri dalam kasus dugaan tindak pidana pencucian uang. Selain itu, ia juga dilaporkan dalam kasus dugaan penistaan agama.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bareskrim Polri hari ini memanggil Panji dalam kasus dugaan penistaan agama itu sebagai saksi. Di tengah polemik dan kasus yang menghadangnya, Panji Gumilang menerima Tempo di pesantren Al Zaytun yang megah pada Rabu, 26 Juli 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Berbeda dengan tampilannya di publik yang kerap mengenakan peci dan jas, hari itu, Panji terlihat santai. Ia tak mengenakan peci dan hanya mengenakan kemeja kotak-kotak berwarna cokelat yang senada dengan celananya.

Mengenakan kacamata berlensa warna lavender, Panji terlihat klimis dengan sisiran rambut ke arah belakang.

Pria yang disapa Syekh Abdussalam Rasyidi Panji Gumilang oleh para penghuni pondok pesantren itu memilih tak menjawab pertanyaan Tempo seputar kasus yang membuatnya harus bolak-balik ke Mabes Polri.

Ia pun mengaku keberatan dengan laporan utama Majalah Tempo edisi 9 Juli 2023 dengan judul, “Saling Silang Panji Gumilang”. 

"Kita cerita-cerita, ngobrol saja," kata Panji membuka pembicaraan.

Ia pun bercerita seputar pendirian pesantren tersebut. Menurut Panji, pesantrennya baru beroperasi pada 1 Juli 1999, kemudian baru diresmikan pada Agustus oleh BJ Habibie. Ia membantah kabar yang menyebut pesantren beroperasi sejak 1996.

“Bulan Juli tanggal 1 dimulai operasi pendidikan. Kemudian Pak Habibie meresmikan,” kata Panji Gumilang. 

Pria yang kerap dikaitkan dengan Negara Islam Indonesia atau NII KW 9 itu berkisah tentang awal berdirinya Gedung Abu Bakar. Ini adalah gedung pertama yang dibangun di kompleks pesantren seluas 1.200 hektare di Desa Mekarjaya, Kecamatan Gantar, Kabupaten Indramayu tersebut.

“1994 itu baru mencangkul untuk membuat pondasi gedung Abu Bakar. Gali pondasinya saja satu tahun karena manual. Begitu jin datang, baru naik cepat. Yang bangun jin,” kata Panji Gumilang berkelakar saat ditemui Tempo, Rabu, 26 Juli 2023.

Lulusan Pondok Pesantren Gontor Jawa Timur ini pun mengaku kagum dengan adat Betawi setelah ia tinggal lama di Ciputat pada 1960-an. Menurutnya, ia mulai terbiasa mengucap Assalamualaikum setiap masuk rumah dan bersapa orang di jalan. 

“Enggak ada orang kampung masuk rumah itu Assalamualaikum. Begitu saya tinggal di Betawi dan pulang kampung, di rumah Assalamualaikum, ketemu di jalan Assalamualaikum,” kata Panji Gumilang. 

Selanjutnya, Bagaimana suasana di Al Zaytun?

Mewahnya Al Zaytun

Kompleks pesantren Al Zaytun selama ini digambarkan sebagai kawasan tertutup yang cukup mewah. Untuk mencapai pondok pesantren yang dipimpin Panji Gumilang ini butuh waktu satu jam dari exit Tol Cikopo-Palimanan.

Waktu tempuh yang sama juga bisa diambil jika mengambil titik dari Jalan Losarang atau Jalan Pantai Utara menuju pusat kota Indramayu. Dari jalan tol, menara dan kubah Masjid Rahmatan Lil Alamin di kompleks pesantren itu sudah terlihat menjulang. Menara masjid itu dikabarkan lebih tinggi dari Tugu Monas.

Tembok merah terlihat mengelilingi kompleks pesantren seluas 1.200 hektare tersebut. Untuk masuk ke dalam kompleks pondok, ada gerbang utara Mahad Al Zaytun, yang menjadi gerbang utama dan satu-satunya akses masuk. Terlihat empat sekuriti berjaga di sana.

Tak bisa sembarangan jika ingin masuk ke dalam Al Zaytun. "Ada aturan tata tertibnya," kata salah seorang pengurus yang memandu Tempo.

Setelah menunggu setengah jam di gerbang, tamu akan dibawa ke gedung penerimaan tamu atau gedung Islah. Gedung ini juga digunakan sebagai wisma berisi 150 kamar untuk orang tua santri yang membesuk anaknya. Tamu mesti melewati jalan dua kilometer dengan pohon jati di sisi kanan-kiri.

Sepanjang perjalanan disodorkan pemandangan sawah, perkebunan pisang, bawang, kelapa, kemudian masuk ke hutan jati. Hutan itu, kata seorang pengurus, sengaja ditanam di dalam kompleks Al-Zaytun untuk dijual kembali. Dahulu, sebelum berdiri Al-Zaytun, lahan itu adalah tanah gersang, katanya.  

Masjid Rahmatan Lil Alamin dibangun di tengah-tengah kompleks dengan dikelilingi hutan jati, kebun alpukat, dan nanas. Di sekeliling masjid berdiri gedung-gedung kelas, dapur dan tempat makan para santri, gedung laundry, dan asrama.

Sabid, seorang pemandu yang ditugaskan kepada Tempo, menjelaskan soal gedung Abu Bakar. Gedung ini adalah gedung pertama Al-Zaytun yang dibangun. Kini gedung Abu Bakar menjadi pusat sekretariat.

Di luar area pendidikan dan asrama, Al Zaytun memiliki sarana olahraga dengan enam lapangan sepak bola. Ada juga lapangan bola, hoki, dan voli. Lebih jauh lagi dari pusat pendidikan, Al Zaytun juga memiliki peternakan sapi dan kambing, pusat pemrosesan ikan, pabrik pemrosesan padi, mesin pembuat beton, hingga alat berat yang didatangkan dari Amerika Serikat dan Jepang.

Eka Yudha Saputra

Eka Yudha Saputra

Alumnus Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Bergabung dengan Tempo sejak 2018. Anggota Aliansi Jurnalis Independen ini meliput isu hukum, politik nasional, dan internasional

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus