TIDAK sampai sebulan Natalegawa memberikan pelajaran bahasa Inggris di RTM Salemba, Jakarta. Jumat pekan lalu, atas perintah Mahkamah Agung, bekas Direktur Kredit Bank Bumi Daya itu dilepaskan kembali setelah ditahan sekitar 27 hari. Kemudian Natalegawa bersama keluarganya merayakan kebebasannya dengan berakhir pekan di Puncak. "Saya hanya bisa mengucapkan syukur atas dlbebaskannya Natalegawa kembali," ujar Aswar Karim, pengacara yang meminta penangguhan hukuman ketika Mahkamah Agung memutuskan kliennya itu harus ditahan. Vonis Mahkamah Agung sebelumnya, akhir tahun lalu, memang menjadi persoalan. Selain menghukum Natalegawa 2 tahun 6 bulan penjara, karena dianggap terbukti korupsi dan menerima suap dalam perkara Pluit, Mahkamah jua menetapkan bekas pejabat BBD itu untuk segera masuk penjara. Sebab itu Natalegawa, 28 Januari lalu, dieksekusi - walaupun sebelumnya ia meminta grasi kepada presiden. Padahal, menurut undangundang grasi, segala bentuk hukuman tidak bisa dijalankan terhadap pemohon pengampunan presiden. (TEMPO, 11 Februari). Untunglah, dua hari men)elang keberangkatannya ke Negeri Belanda untuk berobat, 17 Februari lalu, Ketua Mahkamah Agung Mudjonc masih sempat menandatangani atwa untuk membebaskan Natalegawa kembali. "Fatwa ini keluar karena ada jaminan dari istri dan para pembela Natalegawa," ujar Kepala Hubungan Masyarakat Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Setiawan, sebagai pihak yang mengeluarkan penetapan untuk melaksanakan fatwa itu: Itulah fatwa kedua Mudjono yang pertama adalah penangguhan hukuman bagi Hariman Siregar dan Syahrir yang dinyatakan terbukti melakukan kejahatan subversi. Menurut Setiawan, keputusan Ketua Mahkamah Agung itu sesuai dengan peraturan tentang penangguhan penahanan dengan jaminan (KUHAP dan PP no 27/1983). Natalegawa telah memenuhi uang jaminan sebanyak Rp 10 juta. Dan, dalam surat-surat permohonan penangguhan penahanan, 9 dan 16 Februari, selain istri Natalegawa, Nyonya Raden Siti Komariah, menjadi penjamin juga tim pengacaranya yang baru, Amin Arjoso, Utomo Kasan Duriat, dan Umar Samsi. Yang menarik, pasal-pasal KUHAP ataupun PP tentang penangguhan penahanan itu sebenarnya dimaksudkan bagi tersangka yang maslh dalam penyidikan - bukan terhadap seseorang yang sudah mendapat keputusan berkekuatan pasti dari Mahkamah Agung. Maka, ada yang beranggapan perintah untuk melepaskan Natalegawa dilakukan Mahkamah Agung untuk memperbaiki kekeliruan vonis sebelumnya. "Makanya, jangan terburu-buru memasukkan orang ke tahanan sebelum ada putusan grasi," ujar bekas pengacara Natalegawa, Aswar Karim. Ketua Majelis Hakim Agung yang memvonis perkara itu, Adi Andojo Sutjipto, membantah bahwa keputusannya diralat oleh fatwa Mudjono. Menurut Ketua Muda itu, fatwa yang diambil Mudjono sematamata berdasarkan KUHAP. "Nataleawa 'kan statusnya tahanan bukan narapidana. Kalau grasinya ditolak, barulah ia terhukum," ujar Adi Andojo. Apakah seseorang yang belum dihukum dapat minta grasi?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini