TEMPO.CO, Jakarta - Tim kajian Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) akan mengundang asosiasi pers untuk meminta masukan dan saran terkait UU ITE. "Pada Rabu ini, tim akan mengundang narasumber dari unsur media untuk berdiskusi," kata Ketua Tim Kajian UU ITE Sugeng Purnomo mengutip Antara, Rabu, 10 Maret 2021.
Sejumlah asosiasi media yang terkonfirmasi hadir antara lain, Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), dan LBH Pers.
Pada Selasa kemarin, Tim Kajian UU ITE juga mengundang aktivis dan pegiat media sosial untuk mendapatkan masukan dan saran, salah satunya Pendiri Drone Emprit Ismail Fahmi. Ia mengatakan, dari analisa di media sosial, publik merespon cukup baik atas rencana pemerintah
merevisi UU ITE. Namun demikian masih ada keraguan apakah revisi akan dilakukan.
"Ini menjadi tantangan bagi pemerintah untuk serius menindaklanjuti pernyataan presiden. Tidak hanya dengan membuat petunjuk implementasi, tetapi dengan revisi seperti masukan banyak pihak," ujar Ismail Fahmi.
Dalam FGD yang digelar secara virtual ini, Ismail Fahmi bersama kalangan aktivis dan praktisi media sosial lainnya menjelaskan pentingnya revisi UU ITE yang dianggap banyak menimbulkan polemik di masyarakat.
Seperti ditegaskan Direktur Eksekutif SAFEnet, Damar Juniarto. Menurutnya, revisi UU ITE untuk melindungi hak digital masyarakat. UU ITE yang ada saat ini, lanjut Damar, belum memberi rasa keadilan di hilir.
"Berdasarkan riset CSIS UU ITE dalam perjalanannya menimbulkan konsekuensi yang tidak diinginkan, yaitu dampak sosial dengan meluas-nya efek jera, dan dipakai untuk balas dendam, barter kasus, shock therapy, membungkam kritik dan persekusi. Sementara dalam politik, para politisi dan kekuasaan menggunakan UU ITE untuk menjatuhkan lawan-lawannya," tutur Damar saat memaparkan pandangannya kepada Tim UU ITE.
Sementara pegiat sosial media Deddy Corbuzier dalam kesempatan itu menyampaikan keprihatinan atas sejumlah orang yang terjerat UU ITE. Dalam forum diskusi, ia menceritakan pengalamannya yang pernah hampir tiga kali terjerat UU ITE.
"UU ITE memiliki tujuan yang baik. Tapi dalam pelaksanaannya sedikit lucu. Pasalnya agak absurd. Saya tiga kali kena pemeriksaan UU ITE. Namun untungnya masih lolos," ujar Deddy Corbuzier.
Hal senada juga diungkapkan oleh Ferdinand Hutahean yang juga menjadi narasumber dalam kesempatan tersebut. Menurutnya, lahirnya UU ITE memiliki tujuan yang baik, namun dalam perjalanannya UU ini menjadi polemik di tengah masyarakat.
"Di dalam perjalanannya pasal 27 selalu menjadi perdebatan besar di tengah publik. Ini yang paling sering dipergunakan oleh masyarakat kita sebagai alat. Kalau selama ini dibilang karet boleh kita terima pendapat itu," ucap Ferdinand menegaskan.
Setelah menampung banyak masukan dari kalangan aktivis dan praktisi media sosial, Sugeng Purnomo menjelaskan, semua saran dan masukan narasumber nanti akan dikumpulkan dan akan menjadi bagian laporan dari Tim Kajian. Selanjutnya laporan tersebut akan diserahkan kepada
Menko Polhukam Mahfud MD.
"Masukan dalam diskusi pada siang dan sore hari ini sangat bermanfaat bagi sub-tim satu maupun sub-tim dua di dalam menyusun kajian yang menjadi bagian laporan paripurna dari tim," ujar Sugeng ihwal diskusi UU ITE.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini