Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Ginjal remisi

Gagasan menteri kehakiman: narapidana yang menyumbangkan organ tubuh akan dapat remisi, diterima dengan pro dan kontra. albert hasibuan dan adnan buyung nasution tak setuju. para napi, umumnya menolak.(hk)

17 Mei 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BISAKAH ini disebut sebuah kabar gembira bagi para narapidana? Pada masa mendatang, mungkin, mereka akan bisa keluar dari LP lebih cepat dari masa hukumannya, di luar potongan-potongan selama ini. Mereka akan mendapat remisi istimewa, asal saja berani menyumbangkan sebagian dari organ tubuhnya, seperti ginjal atau mata. Jika menjadi donor mata, tentu saja, sumbangan akan diambil bila ia meninggal dunia. Tapi untuk donor ginjal, amal baiknya itu sudah bisa dilaksanakan selama hukuman dijalani. Bukan sembarangan Menteri Kehakiman Ismail Saleh sendiri yang mencetuskan gagasan itu ketika menerima Tim Pengkajian Hukum Kesehatan Badan Pembinaan Hukum Nasional dan Pengurus Perhimpunan Hukum Kedokteran Indonesia, Jumat pekan lalu. "Masa kita harus terus-menerus mendapat bantuan mata dari donor Sri Lanka," ujar Ismail Saleh kepada TEMPO, selesai pertemuan itu. Menurut Ismail Saleh, gagasan itu untuk lebih memperbaiki citra LP: dari tempat menghukum menjadi sarana membina dan mendidik manusia. Untuk mencapai tujuan memasyarakatkan itu, katanya, baik napi maupun masyarakat harus dipersiapkan lebih dulu. "Kalau napinya bisa diterima masyarakat, kenapa bagian tubuhnya tidak? Sebaliknya, bagi napi, kalau ia menyumbangkan sebagian organ tubuhnya, seperti ginjal, tentu mereka bisa diberi remisi," kata Ismail Saleh. Ismail Saleh memang mengakui gagasan yang dilontarkannya itu masih mentah. Direktur Jenderal Pemasyarakatan sudah diperintahkan menjajaki pelaksanaan gagasan itu di negara-negara ASEAN. Di Filipina, misalnya, konon sudah dilaksanakan pemindahan ginjal dari narapidana-narapidana mati - baik sebelum maupun sesudah eksekusi. Gagasan itu segera berkembang menjadi pro dan kontra di masyarakat. Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kartono Mohamad, yang hadir pada pertemuan itu, menyambut gembira. Sebab, katanya, bukankah sekarang ini mencari donor dari orang baik-baik ternyata susah? "Jadi, ide Menteri itu akan memberi kesempatan kepada narapidana menunjukkan sikap manusiawinya, dan sekaligus membuktikan bahwa mereka tidak selamanya buruk," ujar Kartono Mohamad. Toh, dari segi kesehatan, katanya pula, seorang donatir masih bisa hidup dengan satu ginjal saja. Hanya saja, Kartono mengingatkan, syarat penting untuk itu adalah kerelaan narapidana yang bersangkutan. "Meski ada tawaran, remisi itu tidak bisa menghilangkan sifat kesukarelaan para napi - jadi tidak bisa dipaksa," tambahnya. Yang lebih diharapkan, dengan munculnya narapidana menjadi donatir, orang-orang di luar LP bisa tergugah untuk ikut menjadi sukarelawan. Tapi tidak semua orang sependapat. Misalnya Albert Hasibuan, anggota Komisi III DPR, yang mengharapkan semua pihak berpikir matang. Ia sendiri berkeberatan karena tawaran remisi semacam itu bisa menimbulkan citra diskriminasi. "Sebagai orang hukuman, mereka sangat mendambakan bisa segera bebas. Pada situasi itu, untuk mendapatkan remisi, ditawarkan pula agar mereka bersedia menjadi donatir. Apa ini bukan eksploitasi?" ujar Albert. Hasibuan. Lebih jauh anggota DPP Golkar yang juga pengacara itu mengkhawatirkan pelaksanaan gagasan itu nantinya akan berubah menjadi semacam paksaan. Pengacara terkenal Adnan Buyung Nasution, bahkan, menganggap gagasan Ismail Saleh tidak adil dan bertentangan dengan hak asasi manusia. "Para narapidana sedang terampas kemerdekaannya dan berada dalam posisi yang lemah di bawah kekuasaan penjara. Mereka gampang menjadi korban," teriak Buyung. Ia bukan saja khawatir ide itu dalam pelaksanaannya akan berubah menjadi tekanan terselubung bagi narapidana, tapi juga cemas mereka akan menjadi obyek perdagangan lewat sponsor di luar penjara. "Orang kaya nanti bisa memesan macam-macam ke balik penjara," kata Buyung. "Jangankan secara hukum, secara moral pun ide itu tidak bisa diterima," katanya, lantang. Ia hanya setuju gagasan itu ditawarkan kepada mereka yang bebas. "Anjurkan saja kepada pegawai Departemen Kehakiman dengan itu mereka bisa mendapat konduite baik - dan seharusnya dimulai dari menterinya sendiri," Buyung menambahkan. Umumnya para narapidana menolak menyumbangkan salah satu organ tubuhnya. Hanya sebagian yang bersedia menjadi donatir setelah mati. "Bila saya sudah meninggal, apa pun dari bagian tubuh saya bisa diambil, asal bermanfaat bagi orang lain," kata seorang napi di Rutan Salemba, Wiwit, yang divonis 2 tahun karena ketagihan ganja. Kesediaannya itu, kata Wiwit, bukan karena akan dapat remisi - ia akan bebas tiga bulan mendatang - tapi semata-mata karena kemanusiaan. Sementara itu, ThasrifTuasikal, yang divonis 17 tahun penjara dalam kasus pengeboman BCA belum menyatakan kesediaannya untuk menjadi donatir, walau sudah meninggal sekalipun. "Saya akan melihat dulu dari sudut agama," ujarnya. Rekannya, H.R. Dharsono, yang divonis 17 tahun penjara, jelas-jelas menolak menjadi penyumbang organ tubuh. "Saya sudah donor darah," kata bekas Sekjen ASEAN itu. Penolakan para narapidana memang bisa dimengerti. Sebab, Yayasan Ginjal saja, yang kini kesulitan mendapat donor, masih menolak sukarelawan yang ingin menyerahkan ginjalnya semasa hidup dengan cuma-cuma. "Kami tidak ingin orang yang sudah bermurah hati malah menjadi korban," ujar Ketua Yayasan Ginjal Jawa Tengah, Jaya Suprana, seperti dikutip Kompas. KI Laporan Agus Basri & Toriq Hadad (Jakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus