Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SURAT panggilan pemeriksaan dari Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya itu membuat Lucia Liemesak terkesiap. Ia kaget karena dalam surat panggilan tersebut tertulis penyidik bakal memeriksanya pada Senin pekan ini sebagai tersangka pencemaran nama dan fitnah. "Ini tekanan kepada kami yang berstatus konsumen," kata Lucia, yang menerima surat panggilan itu pada Jumat pekan lalu.
Kasus Lucia ini tindak lanjut polisi atas laporan Lenny Marlina, anggota staf legal Agung Sedayu Group. Adapun Lucia adalah konsumen yang membeli dua unit rumah di pulau reklamasi pesisir Jakarta Utara milik PT Kapuk Naga Indah, anak usaha Agung Sedayu Group. "Pelapornya ini perwakilan pengembang Agung Sedayu Group," ujar Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Prabowo Argo Yuwono.
Kasus ini buntut dari protes ratusan konsumen properti dan kaveling pulau reklamasi C dan D milik PT Kapuk Naga Indah. Mereka menuntut pengembalian duit pembelian yang sudah disetor ke pengembang karena status pembangunan proyek seluas 588 hektare tersebut tak jelas. Protes itu mereka sampaikan dengan cara menggeruduk kantor PT Kapuk Naga Indah yang terletak di kawasan Pantai Indah Kapuk 2, Jakarta Utara, pada 9 Desember tahun lalu. Video aksi mereka ini kemudian beredar di media sosial.
Dalam video tersebut, Lucia tampak begitu bersemangat mengkritik pengembang yang dituding tak bertanggung jawab terhadap konsumen. Lucia dan ratusan konsumen lain menuntut pihak pengembang bersedia menemui mereka. Tapi direksi PT Kapuk Naga Indah baru bisa menemui mereka tiga hari kemudian.
Pada pertemuan 12 Desember itu, menurut salah satu peserta pertemuan dari pihak konsumen, Fellicita Susantio, ada perwakilan pengembang yang mengancam akan mempersoalkan Lucia yang menjadi juru bicara konsumen saat aksi 9 Desember lalu. "Saya tepuk tangan ke Bu Lucia. Akan saya hadapi," kata Fellicita menirukan ucapan perwakilan pengembang tersebut.
Perwakilan pengembang ini juga mengatakan perusahaannya sudah melaporkan ke Polda Metro Jaya ihwal penyebaran video aksi para konsumen ini di media sosial sehari sebelum pertemuan tersebut. Akibat penyebaran video ini, dia mengklaim kawasan Pantai Indah Kapuk 2 yang menjadi lokasi aksi protes konsumen terkena imbas buruknya. Kawasan ini juga dibangun Agung Sedayu Group.
Pria ini mengklaim perusahaannya menderita kerugian hingga triliunan rupiah karena penjualan properti di kawasan itu menurun. "Karena video itu, mereka mengklaim kerugian lebih dari Rp 100 miliar," ujar Argo.
Dalam kasus ini, Argo mengatakan penyidik sudah menetapkan seorang tersangka berinisial W. "Dia berperan menyebarkan video," kata Argo. Sehari berselang, polisi mengusut pencemaran nama dan fitnah dengan terlapor Lucia. Sejauh ini polisi baru memeriksa Lucia satu kali terkait dengan laporan tersebut.
Fellicita merasa ada yang aneh dengan kasus penyebaran video itu. Saat aksi protes, ia pernah memergoki sejumlah orang mengambil video aksi itu melalui telepon seluler. Belakangan, dari seorang manajer PT Kapuk Naga Indah, ia mendapat informasi bahwa orang-orang yang mengambil video tersebut adalah anggota staf dokumentasi PT Kapuk Naga Indah. Saat memeriksa Fellicita, polisi menunjukkan sebagian video tersebut. Adapun tersangka kasus ini adalah orang yang tidak berada di lokasi saat unjuk rasa itu digelar.
Pengacara Agung Sedayu Group dan PT Kapuk Naga Indah, Kresna Wasedanto, enggan berkomentar saat ditanya soal kasus yang dilaporkan kliennya ini. "Saya belum bisa berkomentar dulu," ujarnya.
KISRUH antara konsumen dan PT Kapuk Naga Indah menyeruak sejak November tahun lalu. Pangkal masalahnya adalah pengembang mengontak konsumen melalui telepon ataupun pesan WhatsApp agar melanjutkan cicilan.
Merasa status pulau masih belum jelas perizinannya, para konsumen menuntut pertemuan dengan direksi perusahaan milik taipan Sugianto Kusuma alias Aguan itu. Mereka semakin gelisah ketika dua draf Rancangan Peraturan Daerah tentang Zonasi dan Pulau Reklamasi dicabut. "Kami mau konfirmasi," kata Fellicita.
Pertemuan kedua pihak terjadi pada 4 November 2017. Direksi PT Kapuk Naga Indah di antaranya diwakili Firmanto dan Kresna Wasedanto. Pada kesempatan itu, Fellicita dan konsumen lain meminta kejelasan tentang kelanjutan pembangunan pulau reklamasi.
Mereka juga meminta agar cicilan tak dilanjutkan dulu sebelum ada kepastian mengenai perkembangan pembangunan pulau itu. Sebab, jika cicilan dilanjutkan dan konsumen enggan membayar, dalam surat perjanjian jual-beli tercantum bahwa telat pembayaran satu bulan bisa dikenai denda 3 persen. Jika lewat tiga bulan, cicilan sebelumnya dianggap hangus. "Ini yang dikhawatirkan teman-teman," ujar Fellicita.
Para konsumen juga mempertanyakan pengembang yang tidak punya surat izin penunjukan penggunaan tanah saat menjual tanah atau properti kepada para konsumen. Pengembang juga belum mengantongi izin mendirikan bangunan. Mengacu pada Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta tentang Peluncuran dalam Rangka Pemasangan Properti, setiap pengembang yang akan meluncurkan pemasaran properti harus memenuhi persyaratan perizinan, di antaranya surat izin penunjukan penggunaan tanah.
Mengacu pada aturan tersebut, para konsumen semakin pesimistis ihwal kelanjutan pembangunan pulau. Sedangkan uang yang mereka bayarkan sudah miliaran rupiah. Fellicita, misalnya, mempunyai dua properti di Pulau C dan D. Awalnya ia membeli kaveling tanah seluas 370 meter persegi di Golf Island Pantai Indah Kapuk alias Pulau D.
Dia kemudian membayar uang muka Rp 20 juta pada September 2011. Beberapa hari kemudian, Fellicita mulai mencicil Rp 144,3 juta per bulan dengan tenor tiga tahun. Totalnya sebesar Rp 5,2 miliar untuk mendapatkan kaveling tanah yang sedianya menghadap ke laut dan depannya akan dibuat taman luas.
Sambil mengangsur kaveling tanah, Fellicita tertarik membeli rumah kantor Britania Avenue di River Walk Island alias Pulau C seharga Rp 8,5 miliar pada Oktober 2013. Ia mencicil Rp 140 juta per bulan dengan tenor lima tahun. Hingga kini, ia sudah mencicil 29 kali atau sekitar Rp 4,1 miliar untuk rumah kantor. Sedangkan cicilan kaveling tanah lunas sejak 2014.
Saat membeli properti itu, Fellicita mengaku telah menanyakan kepada bagian pemasaran tentang perizinan pulau. "Mereka bilang seluruh perizinan sudah selesai," katanya.
Pada April 2016, Menteri Koordinator Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli menghentikan sementara moratorium pembangunan megaproyek reklamasi Teluk Jakarta. Sejak saat itu, Fellicita mulai resah terhadap kaveling tanah dan rumah kantor yang telah dipesan. Apalagi ia telah menjual rumahnya di kawasan elite Pantai Indah Kapuk untuk membangun rumah di kaveling Golf Island tersebut pada 2014. "Saya ngontrak sekarang," tuturnya.
Dia pun bersurat ke pengembang untuk mencari tahu apa saja kesalahan dalam pembangunan pulau itu pada April 2016. Pihak legal pengembang membalas surat tersebut dan menjelaskan bahwa mereka sudah mengantongi empat izin terkait dengan pulau baru itu, yakni izin prinsip reklamasi, izin pelaksanaan reklamasi, izin pembangunan prasarana, dan rekomendasi kerangka acuan analisis mengenai dampak lingkungan. Semua perizinan terbit pada 2012.
Di tengah simpang-siur moratorium, Fellicita meminta perjanjian pengikatan jual-beli ke pengembang supaya pembayarannya terhadap kaveling tanah di Golf Island ada statusnya. Namun ia hanya diberi surat keterangan lunas. Ia juga belum mendapat kepastian serah-terima kaveling. "Padahal di awal disebutkan serah-terima tiga tahun setelah lunas. Sedangkan yang ada bangunannya lima tahun," ujarnya.
Fellicita juga sudah menyampaikan permohonan pembelian kembali (buyback) oleh pengembang atas kaveling tersebut karena hingga kini statusnya tak jelas. Garansi pembelian kembali jika gagal dibangun atau mengalami kendala kebijakan atau undang-undang tercantum dalam salah satu pasal surat jual-beli mereka. "Lagi-lagi jawabannya menggantung," katanya. Dengan status moratorium dan banyak pertanyaan dari konsumen itu, pengembang melalui Firmanto menyatakan penundaan cicilan sejak April 2016.
Selain melakukan upaya permohonan pembelian kembali, konsumen lain yang digawangi Lucia Liemesak dan delapan orang lainnya mengajukan gugatan ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen pada November 2017. Lucia membeli satu unit rumah Orchestra Beach pada Juni 2012. Dia juga membeli satu unit rumah The Mozart Signature Boulevard pada 25 Februari 2013. Keduanya dengan sistem cicilan. Total uang yang telah dibayarkan Rp 10,7 miliar. Dari kesembilan penggugat itu, total yang telah dibayarkan ke pengembang senilai Rp 36,6 miliar.
Mereka menuntut pengembalian uang yang telah dibayarkan. Namun, dalam sidang akhir Desember tahun lalu, Badan Sengketa menuruti permintaan PT Kapuk Naga untuk tidak menangani perkara ini dan meminta Lucia cs menggugat ke pengadilan. "Sudah kami adukan hal ini ke Ombudsman," ujar Rendy Anggara Putra, kuasa hukum Lucia dan delapan konsumen lain.
Kresna Wasedanto juga tak mau berkomentar atas tuduhan konsumen itu terhadap kliennya. "Saya belum bisa berkomentar apa pun saat ini," katanya. Direktur PT Kapuk Naga Indah Firmantodi Sarlito sempat menerima panggilan telepon dari Tempo, tapi ia buru-buru mematikannya.
Linda Trianita, Imam Hamdi, Caesar Akbar
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo