Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SETELAH menunggu lima tahun tiga bulan, enam polisi yang sudah beralih status menjadi pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi akhirnya mengantongi surat persetujuan pengunduran diri dari instansi awalnya. Surat persetujuan itu diteken Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian pada Kamis pekan lalu. "Setelah dikaji, Mabes Polri menyetujui pengunduran diri enam personel polisi yang ditugasi di KPK," ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat Hubungan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal Muhammad Iqbal pada Jumat pekan lalu.
Dengan terbitnya surat persetujuan keenam orang ini, maka sudah ada 17 penyidik asal kepolisian yang benar-benar sah secara hukum menjadi pegawai komisi antikorupsi. Saat ini ada 97 penyidik di KPK. Dari jumlah itu, 56 di antaranya penyidik tetap yang beralih status dari polisi atau pegawai negeri sipil lain. Sisanya, 41 orang, adalah penyidik dari kepolisian.
Ke-17 penyidik ini adalah bagian dari 28 polisi yang beralih status menjadi pegawai KPK pada 1 Oktober 2012. Dua hari setelah itu, pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi memberitahukan pengangkatan mereka ke Markas Besar Kepolisian RI di Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan. Dengan dasar hukum Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2005 tentang Sistem Sumber Daya Manusia KPK, pimpinan lembaga antirasuah tidak berkewajiban meminta izin kepolisian untuk mengangkat mereka.
Pengangkatan tersebut membuat Polri kebakaran jenggot. Kepolisian berpendapat pengangkatan penyidik tetap oleh KPK harus seizin institusi asal. Bahkan 50-an personel polisi mengepung gedung KPK di bilangan Kuningan, Jakarta Selatan, untuk membawa paksa lima penyidik polisi yang sudah berakhir masa tugasnya. Salah satu di antaranya Novel Baswedan.
Ketika itu, hubungan KPK dan polisi juga sedang tidak harmonis. Sebab, waktu itu KPK sedang menangani korupsi proyek simulator kemudi dengan tersangka Kepala Korps Lalu Lintas Markas Besar Polri saat itu, Inspektur Jenderal Djoko Susilo. Sebagian dari polisi yang sudah beralih status sebagai penyidik tetap KPK adalah bagian dari tim yang menangani kasus tersebut. Di tengah kisruh ini, enam polisi yang sesungguhnya sudah beralih status menjadi pegawai KPK mengundurkan diri dan kembali ke kepolisian.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono turun tangan menengahi konflik soal alih status penyidik ini. Pada Desember 2012, Yudhoyono mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2012 yang merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2005. Dalam ketentuan baru ini, alih status kepegawaian tetap dibolehkan asalkan mendapat persetujuan di awal dari lembaga asal.
Dua tahun berselang, Kepala Polri Jenderal Sutarman menerbitkan surat persetujuan pemberhentian sebelas penyidik yang sudah beralih status itu. Salah satunya Novel Baswedan. Sejak itu, kepolisian tak kunjung menerbitkan surat persetujuan pemberhentian untuk sisanya yang mencapai 11 orang. Baru Kamis pekan lalu, surat persetujuan pengunduran diri kembali terbit untuk enam penyidik yang masa tugasnya berakhir pada Januari-Mei tahun ini.
Setelah hampir lima tahun tak diusik, status kesebelas penyidik mula-mula dipersoalkan lagi oleh Panitia Angket Dewan Perwakilan Rakyat terhadap KPK pada Juli 2017. Di tengah rapat Panitia Angket dengan ahli hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra, anggota Panitia Angket dari Fraksi Golkar, Mukhamad Misbakhun, menuding KPK melanggar peraturan karena mengangkat personel Polri sebagai penyidik tanpa izin institusi asal.
Menurut Misbakhun, pengangkatan tersebut tidak sah karena tak sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2012 tentang Sumber Daya Manusia Komisi Pemberantasan Korupsi. Pasal 5 ayat 9 peraturan itu menyebutkan pegawai negeri yang diperbantukan di KPK dapat beralih status sebagai pegawai komisi setelah mendapatkan persetujuan dari pimpinan instansi asal.
Politikus Golkar ini mengatakan pengangkatan para penyidik itu bisa berimbas ke semua perkara yang mereka tangani. "Mungkin bisa batal demi hukum," kata Misbakhun. "Sebab, pengangkatannya tidak sah."
Keenam penyidik yang belakangan juga dipersoalkan Polri banyak menangani perkara besar. Salah seorang di antara mereka adalah anggota tim satuan tugas suap pengusaha impor daging sapi Basuki Hariman. Ada juga penyidik yang menangani perkara menghalangi penyidikan korupsi kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) oleh Miryam S. Haryani. Penyidik lain ikut menangani korupsi simulator kemudi di Korps Lalu Lintas Polri.
Ketua KPK Agus Rahardjo menganggap tudingan Panitia Angket tidak beralasan. Menurut dia, pengangkatan para penyidik sudah sesuai dengan ketentuan. "Aturannya jelas dan mereka sah," ujar Agus kala itu.
Ketika para penyidik diangkat pada Oktober 2012, aturan yang menjadi alas adalah Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2005, yang tak membutuhkan izin institusi asal. Sedangkan Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2012 yang mengamendemen Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2005 terbit pada Desember 2012. Karena peraturan itu tak berlaku surut, pengangkatan ke-28 personel Polri menjadi penyidik internal KPK tetap sah.
Ahli hukum tata negara dari Universitas Andalas, Padang, Feri Amsari, menyebutkan surat pemberhentian dari Polri hanyalah masalah administrasi. "Ketika sudah diangkat berdasarkan peraturan yang lama, surat persetujuan tinggal formalitas saja," ucapnya. Dengan kata lain, meski belum disetujui Polri, para penyidik Polri yang telah diangkat KPK berstatus mantan polisi.
Wakil Kepala Kepolisian RI Komisaris Jenderal Syafruddin juga menepis kabar bahwa pengangkatan penyidik oleh KPK sebagai persoalan besar. "Hanya permasalahan administrasi," kata Syafruddin seusai rapat dengar pendapat dengan Panitia Angket pada Juli tahun lalu.
Syafruddin mengatakan permasalahan administrasi tersebut tak bisa dikategorikan sebagai pelanggaran berat. Ia mengatakan polisi dan KPK bisa duduk bersama untuk membicarakan jalan keluarnya. "Semua bisa diselesaikan dengan baik. Jadi tidak ada yang di atas, tidak ada yang di bawah, semua sama," ujarnya. "Kami juga ada toleransinya."
Perdebatan soal status penyidik KPK mereda seiring dengan melempemnya Panitia Angket. Isu ini malah meruyak lagi ketika Pengawas Internal KPK menyelidiki dua bekas penyidik lembaga itu, Ajun Komisaris Besar Roland Ronaldy dan Komisaris Harun, yang diduga merusak barang bukti suap Basuki Hariman saat mereka masih bertugas di KPK.
Salah seorang dari enam penyidik yang belakangan dipersoalkan diduga menyaksikan Roland dan Harun masuk ke ruang barang bukti KPK dan menyetip 15 halaman buku catatan keuangan Basuki pada April 2017. Di dalamnya ditengarai ada nama-nama pejabat negara yang diduga menerima setoran Basuki Hariman. Berkat kesaksian penyidik inilah Roland dan Harun dijatuhi sanksi berat oleh KPK. Pada Oktober tahun lalu, mereka dikembalikan ke kepolisian.
Tak lama setelah itu, si penyidik dipindahkan ke unit Koordinasi dan Supervisi Penindakan KPK. Badan internal di KPK ini bertugas mengawasi koordinasi penanganan kasus oleh lembaga penegak hukum. Khawatir status keenam penyidik dipersoalkan lagi, KPK mengontak Polri untuk memastikan turunnya surat pemberhentian. Hingga kemudian seorang petinggi Polri menyebutkan keenam penyidik tadi masih berstatus anggota Polri dan mesti kembali ke kepolisian pada tahun ini karena masa tugasnya berakhir.
Pemimpin KPK dan pejabat kepolisian beberapa kali bertemu, termasuk pada Senin pekan lalu. Polri diwakili antara lain oleh Kepala Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya Inspektur Jenderal Idham Azis.
Seorang penegak hukum menuturkan, Idham juga pernah bertemu dengan keenam penyidik. Dalam pertemuan yang berlangsung pada Senin pekan lalu, Idham menjanjikan Mabes Polri akan menerbitkan surat pensiun dini dan mengizinkan mereka menjadi penyidik tetap di KPK. Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif tak membantah soal ini. "Koordinasi terus kami lakukan," katanya.
Saat dimintai konfirmasi, Idham malah mengatakan tidak pernah ada pertemuan dengan para penyidik KPK. "Saya bekerja di Polda Metro Jaya," ujar Idham, Kamis pekan lalu, "jadi fokus tugas saya hanya di Polda Metro Jaya."
Pertemuan berulang kali itu membuahkan hasil. Tiga hari berselang setelah pertemuan Idham dengan enam penyidik itu, surat persetujuan pengunduran diri tersebut terbit. Dengan terbitnya surat pengunduran diri ini, tidak ada alasan lagi kepolisian mengusik enam orang itu untuk kembali ke instansi asal.
Syailendra Persada, Arkhelaus Wisnu
5 Belum Aman
ENAM polisi yang beralih status menjadi pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi akhirnya mengantongi surat persetujuan pengunduran diri dari kepolisian pada Kamis pekan lalu. Mereka adalah bagian dari 28 penyidik polisi yang melakukan alih status pada 4 Oktober 2012. Masih ada lima yang terancam ditarik kembali karena sampai saat ini belum mengantongi surat pemberhentian dari Markas Besar Kepolisian RI. Tanpa surat ini, alih status mereka kerap diusik.
2008 Januari-Mei
Enam penyidik polisi ini mulai bertugas di KPK.
2012
1 Oktober
Sebanyak 28 penyidik polisi memilih alih status sebagai pegawai tetap KPK. Pengangkatan mereka tertuang dalam Surat Keputusan Pimpinan KPK Nomor 572/01-54/10/2012.
Dasar hukum alih status
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Pasal 45 ayat 1 tentang KPK.
"Penyidik adalah penyidik pada Komisi Pemberantasan Korupsi yang diangkat dan diberhentikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi."
Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2005 tentang Sistem Manajemen Sumber Daya Manusia KPK
Pasal 7
Ayat 1
"Pegawai negeri yang dipekerjakan dapat beralih status kepegawaiannya menjadi pegawai tetap sesuai dengan persyaratan dan tata cara yang ditetapkan dalam peraturan komisi."
Ayat 2
"Pegawai negeri yang telah diangkat menjadi pegawai tetap pada Komisi diberhentikan dengan hormat sebagai pegawai negeri."
3 Oktober
Pimpinan KPK mengirimkan surat pemberitahuan alih status itu kepada Kepala Polri Jenderal Timur Pradopo. Mabes Polri menyatakan pengangkatan itu sepihak dan meminta 28 penyidik melapor serta mengajukan pengunduran diri.
5 Oktober
Puluhan polisi mengepung gedung KPK untuk membawa paksa lima penyidik kepolisian yang masa tugasnya sudah berakhir di komisi antikorupsi tapi memilih menjadi pegawai tetap lembaga itu. Salah satunya Novel Baswedan, saat itu kepala tim penyidik kasus simulator surat izin mengemudi dengan tersangka bekas Kepala Korps Lalu Lintas Polri, Inspektur Jenderal Djoko Susilo.
9 November
Enam dari 28 penyidik yang sudah alih status mengundurkan diri dari KPK. Mereka memilih kembali ke instansi asalnya. Sisanya menjadi 22 orang.
10 Desember
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2012 yang merupakan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2005 tentang Sistem Manajemen Sumber Daya Manusia KPK.
Pasal 5
Ayat 9
"Pegawai negeri yang dipekerjakan pada Komisi dapat beralih status sebagai pegawai Komisi setelah mendapatkan persetujuan pimpinan instansi asal."
Peraturan pemerintah yang berlaku sejak 10 Desember 2012 ini juga mengatur masa tugas penyidik di KPK selama empat tahun dan bisa diperpanjang paling lama enam tahun. Total masa kerjanya di KPK selama sepuluh tahun.
2014
30 Juni
Kepala Polri Jenderal Sutarman mengirimkan surat Nomor B/1985/VI/2014 kepada KPK. Isinya: kepolisian belum dapat memenuhi permohonan pemberhentian 22 penyidik yang sudah diangkat sebagai pegawai KPK.
30 November
Kepala Polri Jenderal Sutarman menerbitkan Surat Keputusan Nomor 948/XI/2014 tentang pemberhentian 11 dari 22 penyidik polisi yang sudah menjadi pegawai KPK. Sisanya, 11 orang, belum mendapat surat pemberhentian hingga saat ini.
2016
10 November
Mahkamah Konstitusi menolak uji materi Undang-Undang KPK oleh pengacara O.C. Kaligis yang menggugat keabsahan penyidik tetap KPK. Mahkamah berpendapat KPK bisa mengangkat penyidik sendiri, termasuk dari kepolisian.
2018 Januari-Mei
Masa tugas enam penyidik KPK yang belum mendapat surat pemberhentian dari kepolisian sudah sepuluh tahun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo