Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Polda Metro Jaya menyerahkan kembali berkas perkara Firli Bahuri ke kejaksaan.
Penyerahan kembali berkas itu hanya berselang dua hari setelah gugatan praperadilan kedua.
Kasus ini diminta segera dibawa ke pengadilan.
JAKARTA – Kepolisian Daerah Metro Jaya menyerahkan kembali berkas perkara Firli Bahuri ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta pada Rabu, 24 Januari 2024. Langkah ini hanya berselang dua hari setelah eks Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu mengajukan gugatan praperadilan kedua ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 22 Januari lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Komisaris Besar Ade Safri Simanjuntak menyatakan penyerahan kembali berkas itu dilakukan setelah pihaknya memenuhi petunjuk jaksa. Kejati DKI Jakarta mengembalikan berkas Firli pada 28 Desember lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Ditreskrimsus Polda Metro Jaya telah mengirim kembali berkas perkara a quo yang telah dilengkapi dengan pemenuhan petunjuk P-19 dari JPU Kejati DKI,” kata Ade melalui keterangan tertulis, Rabu, 24 Januari 2024.
Ade tak mau mengungkap alasan pihaknya baru menyerahkan kembali berkas itu. Padahal, menurut Pasal 138 ayat 2 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), penyidik seharusnya mengembalikan lagi berkas tersebut 14 hari setelah diterima dari penuntut umum. Ade pun enggan menanggapi soal apakah penyerahan kembali itu sebagai jawaban atas gugatan praperadilan kedua Firli tersebut.
Firli ditetapkan sebagai tersangka pemerasan terhadap eks Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, pada 22 November 2023. Namun, sejak penetapan tersangka itu, eks Ketua KPK tersebut tidak pernah ditahan penyidik.
Kuasa hukum Firli Bahuri dalam sidang putusan gugatan praperadilan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif, Firli Bahuri, dalam kasus dugaan pemerasan Syahrul Yasin Limpo, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, 19 Desember 2023. TEMPO/Febri Angga Palguna
Pensiunan polisi berpangkat terakhir komisaris jenderal itu justru menggugat Kepala Polda Metro Jaya Inspektur Jenderal Karyoto melalui jalur praperadilan pada 24 November 2023. Dalam gugatan pertamanya, Firli, yang didampingi Ian Iskandar sebagai pengacara, menilai penetapannya sebagai tersangka dilakukan karena ketidaksukaan Karyoto terhadap Firli.
Salah satu bukti yang dibawa Firli adalah dokumen penyidikan kasus dugaan korupsi di Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan. Melalui dokumen itu, Firli ingin menunjukkan bahwa penetapan status tersangkanya lantaran KPK hendak menjadikan pengusaha bernama Muhammad Suryo sebagai tersangka. Suryo disebut memiliki kedekatan dengan Karyoto. Namun Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tidak menerima gugatan Firli dan meminta Polda Metro Jaya terus melanjutkan kasus itu.
Pengacara baru Firli Bahuri, Fahri Bachmid, menyatakan gugatan praperadilan kali ini berbeda dari yang pertama. Menurut dia, kali ini mereka akan lebih mempermasalahkan syarat formil penetapan Firli sebagai tersangka.
Misalnya, mereka akan mempermasalahkan dua alat bukti yang dimiliki penyidik. Fahri yakin penyidik tak memiliki dua alat bukti seperti yang disyaratkan Pasal 183 KUHAP.
Termohon dalam gugatan kali ini juga berbeda. Sebelumnya mereka menggugat Karyoto, tapi kali ini sasarannya adalah Ade Safri Simanjuntak.
"Dia (Ade Safri) kan sebagai yang menandatangani surat perintah penyidikan. Jadi itu yang kami gugat," kata Fahri, kemarin.
Fahri pun menilai mereka punya hak untuk kembali mengajukan gugatan praperadilan. Alasannya, gugatan pertama Firli bukan ditolak, melainkan tidak dapat diterima. Hakim juga belum masuk ke pemeriksaan materi dalam praperadilan pertama.
"Putusan yang pertama NO (niet ontvankelijke), bukan ditolak, melainkan tidak diterima dengan alasan tidak memenuhi syarat formil," ujar Fahri. Sidang perdana kasus ini pun akan digelar pada 30 Januari 2024.
Fahri menampik anggapan bahwa gugatan praperadilan kedua ini merupakan upaya Firli mengulur-ulur waktu proses penyidikan. "Tidak bermaksud mengulur waktu. Ini semata-mata adalah penggunaan hak konstitusionalnya untuk mencari keadilan," katanya.
Ketua KPK nonaktif, Firli Bahuri, memberikan keterangan setelah menjalani pemeriksaan di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, 1 Desember 2023. TEMPO/Febri Angga Palguna
Peneliti dari Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, mengatakan praperadilan merupakan hak setiap tersangka. Namun dia menilai Polda Metro Jaya lambat menahan Firli dan membawa kasus itu ke pengadilan.
"Polda Metro Jaya seharusnya segera merampungkan proses penyidikan, kemudian memberikan ke kejati, lalu melimpahkan berkas perkara ke pengadilan," ujarnya. Jika kasusnya sudah masuk ke pengadilan, menurut Kurnia, kesempatan Firli untuk mengajukan gugatan praperadilan bisa dinyatakan gugur demi hukum.
Perdebatan yang menarik, menurut Kurnia, justru ada dalam persidangan pokok perkara, daripada di ruang praperadilan yang hanya akan mempertanyakan soal administrasi penetapan tersangka. "Dalam praperadilan itu, hanya administrasi penetapan tersangka, tidak boleh ngomong soal materi kasus," ujarnya.
Kurnia menduga Polda Metro Jaya lambat menangani kasus ini karena senioritas dan kepangkatan Firli yang lebih tinggi dari Karyoto. "Di kepolisian itu ada budaya ewuh pakewuh. Yang menangani kasus adalah Polda Metro Jaya, secara kepangkatan di bawah Firli. Kemudian Karyoto dulu pernah menjadi bawahan Firli," ujarnya.
Karena itu, Kurnia meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo bisa memberikan perhatian khusus. "Kami mendorong Kapolri memberikan atensi khusus dan jaminan bahwa penanganan perkara ini bisa dilakukan secara profesional serta segera melimpahkan proses hukumnya ke pengadilan," katanya.
Lambatnya Polda Metro Jaya dalam penanganan kasus Firli mendapat perhatian dari publik. Peneliti utama Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi, menyatakan 33 persen publik tidak puas atas kinerja polisi dalam mengusut kasus itu. Meskipun masih ada 60 persen yang menyatakan puas, Burhan menilai angka 33 persen itu harus menjadi perhatian.
"Artinya ini bukan jumlah yang kecil," ucapnya saat memaparkan hasil survei lembaganya pada Selasa, 23 Januari lalu.
Burhan pun menyarankan Polda Metro Jaya lebih terbuka dalam penanganan kasus ini. "Polri perlu lebih menjelaskan apa yang sudah dilakukan, seberapa terang benderang bukti yang mereka kumpulkan, supaya keraguan publik bisa ditepis," ujarnya.
Survei itu dilaksanakan pada 30 Desember 2023 hingga 6 Januari 2024 dengan mewawancarai 1.200 orang di seluruh Indonesia secara proporsional. Indikator menggunakan metode acak bertingkat untuk menentukan sampel.
Sementara itu, pengacara Syahrul Yasin Limpo, Djamaludin Koedoeboen, menilai Firli Bahuri sebaiknya berfokus pada pembuktian materiil dalam persidangan pokok perkaranya. Djamaludin percaya penyidik Polda Metro Jaya sudah memiliki bukti yang cukup untuk menjadikan Firli sebagai tersangka.
"Semua bukti dan keterangan saksi sudah jelas, kok," katanya, kemarin.
ADE RIDWAN YANDWIPUTRA | ANTARA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo