12 orang pelajar sudah dua bulan ditahan. Di antaranya ada dua
wanita. Tuduhan: pembunuh. Dan Kota Medan pun menanti dengan
dag-dig-dug.
Yang mati adalah Gunung Heryanto Saragih, 15 tahun. Dia anak
pensiunan Kapten TNI-AD M.B. Saragih. Kedua belas pelajar
Pematang Siantar yang dituduh terlibat dalam pembunuhan, kini
mendekam di tahanan Laksusda di Jalan Gandhi, Medan.
Bersalahkah mereka?
Yang jelas hingga kini Laksusda Sumatera Utara belum dapat
mengumpulkan bukti. Andaikata memang tak ada bukti, kata Pangdam
II/BB, Brigjen M. Sanif di Gedung Nasional Pematang Siantar 11
Mei lalu, "ya nama mereka akan direhabilitasi." Caranya,
katanya, "kalau perlu diumumkan di koran-koran bahwa mereka tak
bersalah ...."
Sejak semula polisi sebenarnya berpendapat: kematian Gunung
Heryanto Saragih karena "kecelakaan" biasa. Bukan seperti
ditiup-tiupkan sementara orang: urusan gawat yang menyinggung
sentimen antar golongan.
Sampai ke Presiden
Pemeriksaan oleh kepolisian Simalungun memang hanya
mengungkapkan cerita sederhana. Suatu hari, hampir tengah malam
7 Juli tahun lalu, terjadi perkelahian kecil antara Kamaluddin
Munte (anak seorang perwira polisi lalulintas di sana) dan
Cokky, melawan Elman Pakpahan dan Pardamaian Silitonga.
Sebabnyapun sepele, cekcok mulut.
Tapi kemudian terjadi perkelahian lebih besar. Yaitu ketika
rombongan Elman dan Pardamaian, anak-anak muda Simpang Empat,
bertemu malam itu juga dengan anak-anak Timbang Galung,
teman-teman Cokky dan Kamaluddin, di depan Bioskop Ria. Untung
dalam waktu singkat polisi datang membubarkan keributan itu.
Anak-anak muda itu -- umumnya terdiri dari pelajar tingkat
lanjutan pertama dan atas -- lari berpencar. Di antaranya Gunung
yang lari ke arah selatan, ke jalan Wandelpad, menuju Sungai Bah
Bolon. Lalu menghilang di sana. Konon polisi yang mengejarnya
mendengar suara "byur".
Tak jelas adakah suara itu timbul karena tubuh Gunung tercebur
atau sengaja terjun ke sungai menghindari kejaran petugas. Yang
terang polisi tak dapat menemukannya. Dan sejak saat itu pelajar
yang malang tersebut tak pernah ditemukan hidup lagi.
Dua hari kemudian, 9 Juli, karyawan pabrik es menemukan mayat
Gunung tersangkut di belukar di pinggir Sungai Bah Bolon di
Jalan Diponegoro. Badannya di sana-sini memang terdapat
tanda-tanda bekas terbentur benda keras. Polisi menyebut
benturan batu sungai sebagai penyebabnya.
Kematian Gunung -- karena dianggap sebagai kecelakaan biasa
--dikesampingkan Polisi hanya memberkas perkara perkelahian
anak-anak sekolah tadi - tak lebih digolongkan sebagai
"kenakalan remaja". Berkas perkara sudah dilimpahkan ke
kejaksaan.
Tapi perkara tak bisa berjalan. Sebab para tersangka ternyata
sedang diurus oleh Laksusda Sum-Ut. Itu merupakan buntut yang
lain dari kasus kematian Gunung.
Tak puas dengan hasil kerja polisi, bahkan mencurigai
kebenarannya, M.B. Saragih mempunyai pendapat lain tentang
kematian anaknya. Ia mengirim surat ke berbagai instansi, juga
kepada Presiden dan Pangkopkamtib, membeberkan cerita seperti
ini: Sesungguhnya kematian anaknya, Gunung, karena pembunuhan
yang dilakukan oleh -- di antaranya -- anak-anak pejabat.
Polisi, katanya, sebenarnya telah menangkap para pelaku. Tapi
karena di suap Rp 5 juta, apalagi ada anak salah seorang pejabat
kepolisian sendiri yang terlibat, perkara tidak jadi diusut
sampai selesai. Bahkan belakangan, kata Saragih pula,
ketenteraman dan keselamatan jiwanya terancam. Ia sampai harus
mengungsi -- entah ke mana.
Oleh pengaduan gencar Saragih, sebulan setelah kematian Gunung,
Laksusda bertindak. CPM Pematang Siantar dikerahkan menangkapi
beberapa pelajar yang ditunjuk Saragih. Tapi 4 hari kemudian
dibebaskan -- karena tak cukup bukti bagi Laksusda untuk menahan
lebih lama.
Tapi Maret lalu kembali Laksusda turun tangan. Kali ini tak
hanya kelompok anak-anak Simpang Empat (kawan-kawan Kamaluddin)
saja yang ditangkap. Teman-teman Gunung juga turut diambil.
Semuanya 12 anak muda -- termasuk dua di antaranya perempuan --
ditahan di rumah tahanan militer di Jalan Gandhi (Medan).
Ada bukti? Bukan itu yang penting Soalnya di luaran beredar
sebuah "dokumen rahasia" milik Korem (Komando Resimen)
021/Pantai Timur yang dibuat oleh Kepala Staf Korem Letkol. S.
Tambunan. Isinya tak kurang dari apa yang dilaporkan ke sana ke
mari oleh Saragih. Dan dokumen itu juga bereda di kalangan
tertentu yang salah-salah bisa digunakan untuk hasut-menghasut
sentimen golongan.
Semuanya akan beres seperti dijanjikan Pangdam Sanif. Walaupun
belum ada tanda-tanda kejelasan dari kasus kematian Gunung.
Komandan Korem, Kol. Marzuki, tak berbicara benar dan tidaknya
isi dokumen rahasia tentang kematian pelajar anak Saragih
tersebut. Hanya kebocoran dokumen yang belakangan menghebohkan
itu, akan diusut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini