Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Gunung Dalam Dokumen Rahasia

Kematian gunung saragih yang semula hanya diduga karena kecelakaan, akhirnya berbuntut lain m.b saragih (ayah korban) mengadu ke berbagai instansi bahwa kematian anaknya karena pembunuhan. (krim)

24 Mei 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

12 orang pelajar sudah dua bulan ditahan. Di antaranya ada dua wanita. Tuduhan: pembunuh. Dan Kota Medan pun menanti dengan dag-dig-dug. Yang mati adalah Gunung Heryanto Saragih, 15 tahun. Dia anak pensiunan Kapten TNI-AD M.B. Saragih. Kedua belas pelajar Pematang Siantar yang dituduh terlibat dalam pembunuhan, kini mendekam di tahanan Laksusda di Jalan Gandhi, Medan. Bersalahkah mereka? Yang jelas hingga kini Laksusda Sumatera Utara belum dapat mengumpulkan bukti. Andaikata memang tak ada bukti, kata Pangdam II/BB, Brigjen M. Sanif di Gedung Nasional Pematang Siantar 11 Mei lalu, "ya nama mereka akan direhabilitasi." Caranya, katanya, "kalau perlu diumumkan di koran-koran bahwa mereka tak bersalah ...." Sejak semula polisi sebenarnya berpendapat: kematian Gunung Heryanto Saragih karena "kecelakaan" biasa. Bukan seperti ditiup-tiupkan sementara orang: urusan gawat yang menyinggung sentimen antar golongan. Sampai ke Presiden Pemeriksaan oleh kepolisian Simalungun memang hanya mengungkapkan cerita sederhana. Suatu hari, hampir tengah malam 7 Juli tahun lalu, terjadi perkelahian kecil antara Kamaluddin Munte (anak seorang perwira polisi lalulintas di sana) dan Cokky, melawan Elman Pakpahan dan Pardamaian Silitonga. Sebabnyapun sepele, cekcok mulut. Tapi kemudian terjadi perkelahian lebih besar. Yaitu ketika rombongan Elman dan Pardamaian, anak-anak muda Simpang Empat, bertemu malam itu juga dengan anak-anak Timbang Galung, teman-teman Cokky dan Kamaluddin, di depan Bioskop Ria. Untung dalam waktu singkat polisi datang membubarkan keributan itu. Anak-anak muda itu -- umumnya terdiri dari pelajar tingkat lanjutan pertama dan atas -- lari berpencar. Di antaranya Gunung yang lari ke arah selatan, ke jalan Wandelpad, menuju Sungai Bah Bolon. Lalu menghilang di sana. Konon polisi yang mengejarnya mendengar suara "byur". Tak jelas adakah suara itu timbul karena tubuh Gunung tercebur atau sengaja terjun ke sungai menghindari kejaran petugas. Yang terang polisi tak dapat menemukannya. Dan sejak saat itu pelajar yang malang tersebut tak pernah ditemukan hidup lagi. Dua hari kemudian, 9 Juli, karyawan pabrik es menemukan mayat Gunung tersangkut di belukar di pinggir Sungai Bah Bolon di Jalan Diponegoro. Badannya di sana-sini memang terdapat tanda-tanda bekas terbentur benda keras. Polisi menyebut benturan batu sungai sebagai penyebabnya. Kematian Gunung -- karena dianggap sebagai kecelakaan biasa --dikesampingkan Polisi hanya memberkas perkara perkelahian anak-anak sekolah tadi - tak lebih digolongkan sebagai "kenakalan remaja". Berkas perkara sudah dilimpahkan ke kejaksaan. Tapi perkara tak bisa berjalan. Sebab para tersangka ternyata sedang diurus oleh Laksusda Sum-Ut. Itu merupakan buntut yang lain dari kasus kematian Gunung. Tak puas dengan hasil kerja polisi, bahkan mencurigai kebenarannya, M.B. Saragih mempunyai pendapat lain tentang kematian anaknya. Ia mengirim surat ke berbagai instansi, juga kepada Presiden dan Pangkopkamtib, membeberkan cerita seperti ini: Sesungguhnya kematian anaknya, Gunung, karena pembunuhan yang dilakukan oleh -- di antaranya -- anak-anak pejabat. Polisi, katanya, sebenarnya telah menangkap para pelaku. Tapi karena di suap Rp 5 juta, apalagi ada anak salah seorang pejabat kepolisian sendiri yang terlibat, perkara tidak jadi diusut sampai selesai. Bahkan belakangan, kata Saragih pula, ketenteraman dan keselamatan jiwanya terancam. Ia sampai harus mengungsi -- entah ke mana. Oleh pengaduan gencar Saragih, sebulan setelah kematian Gunung, Laksusda bertindak. CPM Pematang Siantar dikerahkan menangkapi beberapa pelajar yang ditunjuk Saragih. Tapi 4 hari kemudian dibebaskan -- karena tak cukup bukti bagi Laksusda untuk menahan lebih lama. Tapi Maret lalu kembali Laksusda turun tangan. Kali ini tak hanya kelompok anak-anak Simpang Empat (kawan-kawan Kamaluddin) saja yang ditangkap. Teman-teman Gunung juga turut diambil. Semuanya 12 anak muda -- termasuk dua di antaranya perempuan -- ditahan di rumah tahanan militer di Jalan Gandhi (Medan). Ada bukti? Bukan itu yang penting Soalnya di luaran beredar sebuah "dokumen rahasia" milik Korem (Komando Resimen) 021/Pantai Timur yang dibuat oleh Kepala Staf Korem Letkol. S. Tambunan. Isinya tak kurang dari apa yang dilaporkan ke sana ke mari oleh Saragih. Dan dokumen itu juga bereda di kalangan tertentu yang salah-salah bisa digunakan untuk hasut-menghasut sentimen golongan. Semuanya akan beres seperti dijanjikan Pangdam Sanif. Walaupun belum ada tanda-tanda kejelasan dari kasus kematian Gunung. Komandan Korem, Kol. Marzuki, tak berbicara benar dan tidaknya isi dokumen rahasia tentang kematian pelajar anak Saragih tersebut. Hanya kebocoran dokumen yang belakangan menghebohkan itu, akan diusut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus