Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Hakim adil hakim disembah

Mujah, 63, divonis bebas dari tuduhan menyimpan 0,6 gram ganja. hakim menilai tak ada bukti-bukti ia terlibat. syarif yang terbukti terlibat hanya divonis 1 thn. banyak kelemahan dalam perkara narkotik.(hk)

22 November 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI saat-saat banyaknya putusan pengadilan yang aneh, tidak kurang pula vonis hakim yang sangat mempertimbangkan rasa keadilan. Sabtu pekan lalu, misalnya, Hakim Sumantri membuat sejarah di ruang sidang Pengadilan Negeri Surabaya membebaskan nenek-nenek, Mujah, dari tuduhan menyimpan 0,6 gram ganja. Vonis itu boleh melambangkan keberanian hakim menegakkan hati nuraninya, kendati untuk vonis perkara semacam itu sudah dipatok, hukumannya harus maksimal. Mujah, 63, dengan bersandal jepit, berkebaya kusam, rambut digulung, dan mata sembab -- konon, karena setiap malam menangis di tahanan -- tidak bisa lagi menahan harunya begitu hakim menjelaskan maksud vonis bebas itu. Tangan dan jemari nenek yang sudah keriput itu serta-merta gemetar dan matanya terpejam. Di hadapan hadirin yang memenuhi ruangan sidang. Mujah menjatuhkan diri dari kursi terdakwa, seperti menyembah. Kemudian berlutut, "O, Allah Gustiii, saya minta ampun, saya tidak bersalah. Matur nuwun, Bapak Hakim," rintihnya. Ia kemudian bangkit menciumi tangan hakim dan jaksa. Nenek itu, sekitar Juni lalu, bertemu dengan seorang pemuda tetangganya, Syarif, di sebuah warung es. Anak muda itu menyuruhnya menyerahkan uang kepada seseorang yang berdiri tidak jauh dari situ. Konon bernama Salabi. Mujah sendiri, begitu pula kesaksian Syarif, merasa tidak kenal dengan Salabi. Sebab itu, setelah menyerahkan uang, ia tidak peduli: segera berlalu. Syarif mengaku bahwa dari Salabi, belakangan, dia menerima seamplop ganja. Ternyata, Salabi itu informan polisi: Syarif disergap. Begitu pula Mujah, yang diambil dari rumahnya di Gang Tampak Grising, ditahan. Syarif kemudian dihukum satu tahun penjara setelah dituntut jaksa empat tahun. Tapi Nenek Mujah -- salah apa dia? Selain kesaksian Syarif yang melepaskan nenek itu dari tuduhan jaksa, pihak penuntut tidak pula bisa menghadapkan saksi kunci, Salabi. Tidak munculnya saksi penentu, yang biasanya informan polisi, dituding pembela cuma-cuma Mujah dari Ikadin, Slamet sebagai kelemahan banyak perkara narkotik. "Mekanisme perkara narkotik selalu diliputi kabut misteri," kata Slamet. Menurut pengacara itu, dalam berita acara pemeriksaan yang dicantumkan selalu hanya kesaksian berdasar keterangan informan. "Para saksi sendiri tidak melihat langsung atau menangkap langsung, sedangkan si pelapor dimisteriuskan," kata Slamet, yang menuntut kliennya dibebaskan. Ternyata, pembelaan Slamet itu tidak hanya menggugah hati hakim. Penuntut Umum, Yusuf Calla, yang semula menuntut empat tahun penjara, kontan menurunkan tuntutannya menjadi 9 bulan penjara. Padahal, dalam perkara-perkara narkotik, biasanya, para jaksa harus minta restu atasan bahkan sampai ke Kejaksaan Agung sebelum meminta ini dan itu dari hakim apalagi Jaksa Agung pernah membuat edaran agar perkara narkotik dituntut berat. Kejutan terbesar kemudian memang vonis hakim. Tapi, bukan hanya hakim-hakim Surabaya yang berani memutus demikian. Sebelumnya, Hakim A. Halim Mussali di Pengadilan Negeri Jakarta Barat melepaskan seorang kakek berumur 81, Loe Hoeng Yoe alias A Lu Pak, dari tuntutan serupa. Padahal, A Lu Pak terbukti main candu. Tapi, menurut kakek yang sudah tuli itu, ia terpaksa memakai candu, yang dikoreknya dari pipa tua miliknya, untuk melawan rasa sakit yang menyerang beberapa bagian tubuhnya. Hakim lalu melepaskan terdakwa karena pertimbangan kemanusiaan. "Orang itu memang terbukti bersalah -- memakai candu tapi, untuk menjatuhkan hukuman, kami harus melihat keadaan terdakwa. Lu Pak itu hanya tinggal mati saja. Kalau sampai dipenjarakan, dalam waktu seminggu ia sudah mati," kata Hakim Mussali, selesai membacakan vonisnya, Agustus lalu. K.I. Laporan Saiff Bakham (Surabaya)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus