Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Harga Kasih Si Ibu Asuh

Pengadilan tinggi Kalimantan Selatan memvonis Sartidjah membayar ganti rugi Rp 3,5 juta kepada ibu asuhnya Siti Djainur, 50. Hukuman itu dimaksudkan agar dia bisa berbakti kepada orang tua.

25 November 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KASIH ibu sepanjang jalan atau tak ternilai harganya. Tapi tak demikian dengan ibu asuh. Sekurangnya Pengadilan Tinggi Kalimantan Selatan di Banjarmasin, baru-baru ini, bisa memutuskan nilai kasih sayang seorang ibu asuh terhadap anak asuhnya, yaitu Rp 20 ribu per bulan. Berdasarkan hitungan itu, Hakim Tinggi Nyonya Wieke S. Kumawati menghukum Dra. Sartidjah untuk mengganti kembali biaya pendidikan dan pemeliharaan kepada bekas ibu asuhnya, Nyonya Siti Djainur selama 14 tahun 3 bulan sebesar Rp 3,5 juta. "Ganti rugi itu untuk menghargai jasa-jasa dan jerih payah si ibu selama mengasuh tergugat," kata hakim wanita tersebut. Keputusan hakim tinggi yang berlawanan dengan vonis pengadilan negeri itu, tentu saja, diprotes pengacara si anak asuh, Sayid Abdussuud. Orangtua asuh, katanya, mestinya memiliki arti dan citra luhur dalam memberikan kasih sayang tanpa pamrih. "Bukan semacam biro jasa, PT, atau CV, yang memperhitungkan untung-rugi," katanya. Sebab itu, Sabtu dua pekan lalu, pihak Sartidjah mengirimkan memori kasasi ke Mahkamah Agung. Patah arang antara ibu dan anak asuh itu terjadi sekitar Juni 1986. Ketika itu, Sartidjah, 35 tahun, dengan alasan sudah mampu mandiri, meninggalkan tempat tinggal Siti Djainur di Banjarmasin dan pindah ke rumah kos. Siti, 50 tahun, yang pegawai Kanwil Depdikbud di kota itu, mengganggap tindakan Sartidjah tersebut sebagai anak tak membalas guna. Padahal, kata ibu empat anak lelaki -- kini semua sudah jadi sarjana itu -- sejak Oktober 1971, ia telah susah payah mengasuh Sartidjah. Pada 1986, masih dalam asuhannya, Sartidjah meraih gelar sarjana ekonomi dari STIE. Dalam asuhannya pula anak itu diterima bekerja di Kantor Kodya Banjarmasin. Ternyata, belakangan, Sartidjah begitu saja meninggalkan si ibu asuh. Itu sebabnya, Siti pun menggelar gugatan ganti rugi Rp 54 juta. Jumlah itu, katanya, adalah biaya pendidikan dan pemeliharaan yang telah dikeluarkannya selama 15 tahun mengasuh Sartidjah -- Rp 300 ribu per bulan. "Gugatan itu merupakan peringatan bagi para anak angkat," ucap pengacaranya, Idehani. Sartidjah, yang mengaku bertemu pertama kali dengan Siti di Jakarta, 1971, justru menganggap Siti yang ingin mengangkatnya sebagai anak asuh. Katanya, Siti memaksanya ikut dengan keluarganya di Banjarmasin. "Waktu itu, saya dianggap pengganti anak gadis Bu Siti yang telah meninggal," ucap Sartidjah. Bekas anak angkat yang kini, kabarnya, telah pindah kerja ke daerah kelahirannya di Riau juga membantah tuduhan tak membalas budi. Sebab, katanya, ia selalu memberikan honornya di Kantor Kodya, sejak sebesar Rp 2.250, pada 1973, sampai berjumlah Rp 100.000 lebih pada 1986, kepada ibu asuhnya itu. Pengadilan Negeri Banjarmasin, pada 17 Januari 1989, ternyata menolak gugatan Siti. Menurut majelis hakim, yang diketuai M. Ratuludji, adalah wajar Siti menanggung biaya pendidikan dan kehidupan anak asuhnya. "Selama mengasuh anak itu penggugat kan juga memperoleh imbalan berupa ketenangan batin, yang tak ternilai," kata majelis. Tapi pengadilan banding, pada 6 Juli 1989, meralat putusan itu. Dalam putusan bandingnya, yang baru diterima pihak tergugat pada 24 Oktober 1989, Sartidjah justru diwajibkan membayar ganti rugi itu Rp 20 ribu sebulan, sehingga keseluruhannya mencapai Rp 3,5 juta. Putusan itu sangat memuaskan Siti. "Tujuan saya bukan ganti ruginya. Tapi bagaimana memberikan pelajaran agar dia bisa berbakti kepada orangtua yang pernah mengasuhnya," kata Siti. Sebaliknya, pihak Sartidjah menyatakan kasasi. "Kalau putusan begitu ditoleransi Mahkamah Agung, tak bisa dibayangkan betapa banyak anak asuh di Indonesia yang telah dewasa dan ingin hidup mandiri nanti harus membayar ganti rugi kepada orangtua asuhnya," kata Sartidjah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus