Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Hendro (asli) kontra amex

Deposito hendro juwono sebesar us$ 400.000 di american express (amex) bank tanpa setahu pemiliknya ditransfer ke bbd. biang keladinya sebuah surat bertanda tangan hendro palsu.

12 September 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TELEPON berdering di kantor Hendro Juwono, Surabaya. Hari itu, 28 Agustus 1987. Seorang karyawati American Express (Amex) Bank Jakarta bertanya, "Sisa depositonya akan diapakan?" Hendro, 52 tahun, kaget. "Sisa?" tanya pengusaha perusahaan minuman Californiana itu. Hendro kaget lagi ketika diingatkan bahwa empat hari sebelumnya ia telah mentransfer US$ 400.000 -- ini dari depositonya yang berjumlah US$ 500.000. Padahal, itu tak dilakukannya. Sejak 19 sampai 25 Agustus, ia di Hong Kong. Tiga hari kemudian ia ke Amex di Jakarta. Ia kecewa, karena jawaban petugas di bank asing itu tak memuaskan. Menurut pihak Amex, transfer itu berdasarkan permintaan tertulis Hendro sendiri. Sebaliknya, Hendro menyatakan tak pernah minta transfer -- apalagi secara tertulis. Tetapi menurut Patrick J. Wye, General Manager Amex Jakarta, transfer itu dilakukan karena surat-surat tersebut, katanya, "benar" dari Hendro. Tanda tangannya persis sama. Tak ayal, Hendro menuding Amex tak teliti dan tidak mengecek keasliannya. Padahal, surat-surat yang disebut itu menyangkut transfer uang. "Prosedur pengeluaran uang dari bank 'kan tak semudah itu. Hanya lewat surat saja?" kata Hendro. Untuk mentransfer nasabah harus datang sendiri ke bank. Ia harus mengisi formulir dan menulis pernyataan mencairkan deposito. Yang mengherankan, ujar Hendro, permintaan transfer itu pada 22 Agustus. Padahal, jatuh temponya pada 18 Agustus. Namun, Patrick tetap ngotot. Menurut dia, tanda tangan yang tercantum dalam surat permintaan transfer itu sama. Tapi setelah diteliti, tanda tangan itu meragukan. Tampak huruf H, E, N, O, -- lalu di ujungnya ada coretan yang tak jelas. Keempat huruf dengan coretan terakhir malah terpisah. Sedang pada tanda tangan Hendro yang asli, jelas terlihat huruf H, E, N, D (bukan O), dan bersambung dengan coretan di ujung tekanan. Hendro kemudian menyodorkan bukti lain Dalam bisnis ia selalu menggunakan surat dengan kop Californiana alamat pabrik: Jalan Rungkut Industri II/1, Surabaya. Sedang surat palsu itu berkop nama Hendro Juwono, beralamat rumahnya di Jalan Tales II/29, Surabaya. Aneh. Selama ini ia tak pernah melakukannya. Dalam surat-menyurat dengan Amex, Hendro selalu menggunakan kode rahasia: Account Hong Li Ge 509. Sedang surat palsu itu tak mencantumkan kode tersebut. Karena itu, Hendro menuding Amex ceroboh. Tapi Patrick berkelit. Ia menyatakan tak bertanggung jawab atas kasus tersebut. Yang bertanggung jawab Amex Pusat di Jenewa, Swiss. "Kami hanya sebagai kantor administrasi, membantu Swiss," katanya. Musibah ini bermula ketika Mei lalu Hendro kedatangan seorang petugas marketing Amex Jakarta. Petugas itu menawarkan fasilitas Platinum Card. Dengan mengantungi kartu itu, Hendro yang sering keluar negeri mendapat berbagai kemudahan dalam urusan bisnis. Syaratnya, mesti menyimpan uang minimal US$ 800.000. Sebulan kemudian, Hendro ke Jakarta. Tapi karena orang yang dulu menemuinya tak lagi bekerja di Amex, ia minta bantuan Nyonya Jiti (sementara, sebut saja begitu), juga petugas marketing, untuk menghubunginya dalam pengurusan kartu itu. Pada 16 Juni, Hendro mengajukan aplikasi dan menyetor deposit US$ 500.000, dikonversikan jadi pound sterling 371.133,25 atas namanya dan istrinya, Nyonya Lily Sulistyo -- beralamat Jalan Rungkut Industri. Kekurangannya, US$ 300.000, akan dicicil. Ia juga menulis pernyataan: urusan administrasi dilakukan Hendro melalui Nyonya Jiti. Aplikasi itu diterima Amex 18 Juni. Setelah itu Hendro bekerja seperti sediakala. Tapi tanpa diketahuinya, pada 13 Agustus muncul surat dari seseorang yang mengaku bernama Hendro Juwono, minta agar Amex mentransfer US$ 800.000 ke rekening "Hendro Juwono" di Bank Bumi Daya Sarinah, Jakarta, dengan A/C 09201400306, paling lambat 21 Agustus. Kalau teliti, mestinya Amex curiga -- apalagi kop surat itu berbeda dengan surat Hendro. Dan itu ditulis dalam bahasa Indonesia, sedang surat Hendro dengan Amex selama ini dalam bahasa Inggris. Deposit Hendro tak dalam dolar tapi poundsterling. Lagi pula, depositnya US$ 500.000, belum mencapai US$ 800.000. Limit waktu 21 Agustus belum tiba, pada 18 Agustus muncul lagi surat "Hendro Juwono". Kali ini ditujukan kepada Nyonya Jiti. Isinya sama, tapi limit waktu yang diminta 25 Agustus. Padahal, deposito Hendro jatuh tempo pada 18 Agusus. "Anehnya, kejanggalan itu tak ditanyakan pada saya," keluh Hendro. Padahal, ia masih di Surabaya. Belum sampai 25 Agustus, rupanya "Hendro Juwono" sudah ngebet. Pada 20 Agustus, sementara Hendro asli masih di Hong Kong, Hendro palsu menulis surat lagi. Kali ini yang diminta US$ 400.000, dengan limit waktu 22 Agustus. Amex men-telex Jenewa agar mentransfer US$ 400.000 ke rekening "Hendro Juwono" di BBD. Sarinah itu. Transfer terjadi 24 Agustus, seminggu setelah Hendro palsu membuka rekening. Ketika dibuka rekening itu juga ada kejanggalan. Hendro palsu membawa KTP Jakarta, padahal Hendro asli bukan penduduk Jakarta. Dan anehnya, ia juga membawa rekomendasi dari Bank Amex. Pada 25 Agustus, Hendro palsu datang ke BBD Sarinah dan minta uangnya dicairkan dalam rupiah. BBD Sarinah kaget karena tak punya cash senilai Rp 600 juta, dan terpaksa minta bantuan BBD cabang lain. Yang mengagetkan lagi, Hendro palsu jua bersedia menerima kurs Rp 1.631 per dolar, padahal kurs saat itu Rp 1.636. Maka, bobollah kantung Hendro, sementara Amex Jakarta tampaknya mau cuci tangan. Justru itu, pada 31 Agustus lalu Hendro asli terpaksa menulis, mencairkan seluruh depositnya berikut bunganya. Sampai di sini ia masih menemukan kejanggalan lain: Nyonya Jiti malah cuti. Padahal, sebelumnya ia sering menghubungi Hendro. Maka, pada hari itu terpaksalah ia melapor ke Mabes Polri. Orang di dalam Amex terlibat? "Sejauh ini belum ditemukan, atau ada dugaan yang melibat orang dalam," kata Patrik J. Wye, General Manager Amex Jakarta, kepada TEMPO. Tapi pekan lalu petugas Reserse Ekonomi Mabes Polri sudah minta penjelasan dari dua pimpinan bank itu. Apa "Hendro Juwono" yang palsu itu orang dalam? Polisi memang masih mengusut. Menurut pengamatan I Nyoman Moena, Ketua Umum Perbanas, dari 10 kasus bobolnya bank, 9 melibat orang dalam.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus