Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

ICW: RUU TNI Buka Peluang Impunitas bagi Anggota Militer yang Koruptif

Indonesia Corruption Watch mengkritisi rencana pengesahan RUU TNI yang dinilai akan membuka ruang konflik kepentingan dan impunitas.

18 Maret 2025 | 22.45 WIB

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Wana Alamsyah menunjukkan barang bukti kepada awak media saat melaporkan Ketua KPK Filri Bahuri atas dugaan penerimaan gratifikasi di Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis, 3 Juni 2021. TEMPO / Hilman Fathurrahman W
Perbesar
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Wana Alamsyah menunjukkan barang bukti kepada awak media saat melaporkan Ketua KPK Filri Bahuri atas dugaan penerimaan gratifikasi di Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis, 3 Juni 2021. TEMPO / Hilman Fathurrahman W

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia Corruption Watch (ICW) mengkritisi rencana pengesahan RUU TNI. Menurut ICW, aturan itu akan membuka ruang konflik kepentingan dan impunitas terhadap anggota militer yang terjerat kasus korupsi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Peneliti ICW Wana Alamsyah mengatakan, sepanjang 2014-2025, ICW mencatat sedikitnya terdapat delapan kasus korupsi yang melibatkan 15 orang dengan latar belakang militer, baik purnawirawan ataupun tentara aktif, sebagai pelaku korupsi. "Korupsi ini menimbulkan kerugian negara mencapai Rp 24,76 triliun atau setara dengan 50 persen kerugian negara," kata Wana dalam keterangan resminya, Selasa, 18 Maret 2025. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Menurut Wana, selain menimbulkan kerugian negara dengan nilai yang fantastis, korupsi militer tersebut juga disertai nilai suap sebesar Rp 89,35 miliar. Dari 15 pelaku, 13 orang di antaranya berpangkat perwira dan dua lainnya merupakan bintara. "Dari 15 pelaku yang ditetapkan sebagai tersangka, 10 diantaranya diproses hingga tahap persidangan," kata Wana. 

Dari seluruh anggota militer yang sedang atau telah menjalani proses persidangan, terdapat 5 anggota militer yang dihentikan penanganannya oleh Pusat Polisi Militer TNI. Mayoritas dari mereka adalah perwira militer. "Proses pemeriksaan tersebut dihentikan dengan dalih kurang alat bukti," kata Wana. 

Wana mengatakan, kasus tersebut berkaitan dengan pengadaan helikopter AgustaWestland (AW)-101. Padahal, pelaku dari unsur sipil yang juga terlibat dalam kasus korupsi tersebut telah divonis 10 tahun penjara. "Penghentian perkara ini patut diduga untuk menyelamatkan pihak lain dan semakin mempertebal adanya indikasi impunitas terhadap anggota militer yang melakukan kejahatan di wilayah sipil," kata Wana. 

Dengan kondisi korupsi di tubuh militer yang cukup serius, dikebutnya Revisi Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia atau RUU TNI oleh DPR dan pemerintah, tidak memberikan nilai tambah terhadap upaya pemberantasan korupsi.  

Revisi UU TNI yang dilakukan secara tertutup dan tidak partisipatif akan menimbulkan potensi kembalinya militer ke wilayah sipil tanpa menghilangkan impunitas yang melekat pada anggota militer. "Pembahasan aturan yang tertutup dan tidak partisipatif, selain melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan, juga akan membuka ruang adanya politik transaksional untuk kepentingan elit demi meloloskan aturan yang bermasalah," kata Wana. 

Untuk itu, Wana mendesak DPR menghentikan pembahasan RUU TNI karena dilakukan secara tertutup, tidak partisipatif, dan rawan politik transaksional. "Anggota militer aktif harus kembali ke barak dan tidak boleh menempati jabatan sipil agar tidak ada konflik kepentingan dan melanggengkan impunitas," kata Wana.

Ade Ridwan Yandwiputra

Lulusan sarjana Ilmu Komunikasi di Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik, Institut Bisnis dan Informatika Kosgoro 1957. Memulai karier jurnalistik di Tempo sejak 2018 sebagai kontributor. Kini menulis untuk desk hukum dan kriminal

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus