Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Jika guru berkartu merah

Indra siswa sma negeri iv medan luka parah akibat dihajar guru olah raganya bachtiar sembiring, 40. kakanwil depdikbud soewono tak mau memecatnya kendati karateka dan i itu terkena sakit jiwa.

22 Oktober 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERNAHKAH Anda membayangkan dididik guru berpenyakit jiwa? Indra, ketua kelas 2-A-2 SMA Negeri IV Medan, mengalaminya. Selasa pagi pekan lalu, selesai menyiapkan daftar absen di kelasnya, Indra masuk kantin dan memesan lontong. Tak lama kemudian, Bachtiar Sembiring, 40 tahun, guru olahraga yang sudah lama tak mengajar, masuk ke kantin tersebut dan juga memesan lontong. Ketika Indra membayar lontongnya, Bachtiar meminta Indra sekalian mentraktirnya. Indra menolak, sehingga gurunya itu jengkel. Bachtiar, yang karateka Dan I itu langsung menyodok ulu hati anak itu. Belum cukup, kepala murid itu dibenturkannya tiga kali ke tembok. Dan dengan lututnya, dia hantam punggung Indra. Edy Sembiring, teman sekelas Indra, yang kebetulan mampir ke kantin itu, dipanggil Bachtiar. "Minta duitmu," kata Bachtiar. Edy menyerahkan Rp 2.000. Guru olahrag itu lalu menendang pantat Edy. Tak lama kemudian, ketika pelajaran geografi, Indra pergi ke kamar mandi dan muntah-muntah di sana. Dia segera dilarikan teman-temannya ke RS Pirngadi, Medan. Tapi dua jam setelah pulang dari rumah sakit, keadaan anak itu semakin buruk. Dia muntah-muntah dan napasnya pendek-pendek. Indra segera dilarikan ke RS Herna. Anak itu ternyata mengalami gejala gegar otak, sakit di ulu hati dan tulang belakang. Air seninya bercampur darah. Indra diinfus. "Saya menyesal," kata Bachtiar kepada orangtua Indra, ketika dia membesuk Indra. "Saya akan menjual tanah dan rumah untuk biaya perawatan Indra," janjinya. Tapi keesokan harinya, sekitar pukul pagi, Bachtiar muncul, mengenakan sarung dan peci. Dia membentak-bentak petuga rumah sakit. "Mana hasil ronsennya? Saya perlu tahu, karena saya yang mencederainya," teriaknya. Masih bersarung, di pagi itu juga ia datang ke SMA Negeri IV Medan. Di situ dia menghunus pisau, menantang duel guru dan murid. Dia memanggil Drs. J.M. Siregar, Pjs. kepala SMA tersebut. "Gara-gara kau aku diperiksa polisi. Ayo, maju," katanya. Karena ketakutan, murid-murid dan guru berhamburan. Henry, pelajar kelas 3, patah kaki karena terperosok ketika ikut kabur. Polisi, yang ditelepon J.M. Siregar, segera menangkap Bachtiar. Hari itu sekolah tutup. Bachtiar, ayah 3 anak, yang sudah setahun bercerai dengan istrinya, dua hari sebelum peristiwa itu rupanya sudah kesal kepada Indra. Ketika pulang piknik bersepeda ke Tuntungan, bersama teman-temannya Indra dibisiki Bachtiar, "Atur, supaya aku bisa pulang bersama dua cewek itu." Karena khawatir akan keselamatan rekan putrinya, Indra justru menyuruh kedua siswi itu pulang duluan. "Ini membikin Bachtiar sakit hati," kata teman Indra. Sebenarnya, gejala sakit jiwa guru itu bukan baru diketahui. Hanya tiga tahun setelah ia mulai mengajar di SMA itu, 1976, Bachtiar sudah menunjukkan tingkah aneh. Ia pun dirawat di rumah sakit jiwa dan mendapat kartu merah. Sebab itu, pada 1980 pihak sekolah berkali-kali mengusulkan agar Bachtiar dipecat. Tapi entah kenapa, usul itu tak ditanggapi Kakanwil Departemen P & K Sumatera Utara. "Soal itu jangan diungkit lagi," kata Kakanwil Departemen P & K, Soewono. Karena itu, Bachtiar, yang alumni IKIP Negeri Medan itu, bisa terus mengajar. Toh penyakitnya sering kambuh. Ia, misalnya, sering mengoyak baju muridnya kalau si murid tak menutup kancing atas bajunya. Karena itulah, beberapa bulan lalu, guru yang disebut muridnya Inoki itu diskors. Kendati ia menganiaya murid, toh ia luput dari tuntutan hukum. "Kalau dia sakit jiwa, tuntutan hukum terhadapnya praktis gugur," kata Kadispen Polda Sum-Ut, Letkol. Yusuf Umar. Yang salah tentulah pihak P & K: mempekerjakan guru berpenyakit jiwa. MS & Irwan E. Siregar (Biro Medan)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus