Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Saut Situmorang menilai wacana hukuman mati yang dilontarkan Presiden Joko Widodo atau Jokowi tidak menarik. Menurut dia, aturan hukuman mati sudah ada di Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Sebenarnya saya enggak terlalu tertarik bahas itu," kata dia di Gedung Pusat Pendidikan Antikorupsi, Jakarta, Selasa, 10 Desember 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saut mengaku lebih tertarik membicarakan revisi UU Tipikor. Dia membayangkan dalam UU Tipikor nantinya suap-menyuap antar sopir truk bisa ditangani penegak hukum. "Makanya perlu direvisi UU Tipikor dan UU KPK menjadi lebih baik."
Saut mengakui urusan suap-menyuap antar sopir mungkin terkesan sepele. Namun, menurut dia, korupsi itu soal kebiasaan. Maka itu, kasus korupsi jangan cuma dilihat dari besar atau kecil jumlah uang. "Bagaimana kita bisa membawa setiap orang yang bertanggung jawab besar atau kecil ke depan pengadilan," katanya.
Sebelumnya, dalam peringatan Hari Antikorupsi Sedunia di SMKN 57, Jokowi melontarkan wacana pemerintah bersedia mengusulkan revisi Undang-Undang tentang Tindak Pidana Korupsi agar koruptor bisa dihukum mati. Namun hal ini bakal pemerintah lakukan jika masyarakat luas menginginkannya.
Jokowi sempat berdialog dengan salah satu siswa SMKN 57. Siswa itu bertanya alasan Indonesia tidak bisa tegas terhadap koruptor.
"Mengapa negara kita mengatasi korupsi tidak terlalu tegas, kenapa gak berani dihukum mati, kenapa kita hanya penjara," kata Harli Hermansyah siswa kelas XII Jurusan Tata Boga.