MANUSIA dipegang karena omongannya, kerbau yang dipegang hidungnya. Karena itu, siapa yang tak tergiur naik haji gratis, atau hanya dengan menyumbang Rp 500 ribu sampai Rp 3 juta bisa ke Mekah? Iming-iming inilah yang disodorkan Angga Wargaatmadja dan kawan-kawannya. Untuk menopang daya tarik dan kredibilitas dirinya, Pak Gaek yang mengaku berusia 91 tahun itu memakai jurus dengan memasang gelar di depan namanya dengan profesor, doktor, kiai, dan haji. Dengan embel-embel itu kakek tujuh cucu ini berhasil menjerat sekitar 650 warga Serang, Jawa Barat, yang berniat menunaikan ibadah haji pada tahun ini. Cerita bermula awal Januari lalu. Haji Tubagus Bai Mahdi, yang biasa dipanggil Kak Bai, berkenalan dengan Yusuf Indrajit. Dalam pertemuan tersebut, menurut cerita pimpinan Pondok Pesantren Soleh Makmun di Serang itu, Yusuf ingin memperkenalkan dia kepada Angga. "Beliau itu profesor, doktor, kiai, dan haji yang dermawan," begitu Yusuf menggombal. Kemudian, Yusuf menyodorkan surat hibah dari Angga kepada Kak Bai. Dalam surat itu tercantum harta warisan Pak Profesor berupa uang, emas, berlian, danbatu giok. Dengan harta yang disebut dari leluhur itu, kata Angga, ia dapat membiayai 225 calon haji secara gratis. "Setelah membaca surat hibah itu dan mendengar omongan Yusuf, saya jadi yakin dan percaya," kata Kak Bai. Kemudian surat hibah pemberangkatan haji secara gratis itu ditandatanganinya. Sekaligus, hari itu ia berkenalan dengan Angga, yang mengaku meraih gelar profesor dan doktornya dari Universitas AlAzhar, Kairo. Seminggu kemudian, Yusuf menawarkan kepada Kak Bai agar Angga berceramah di Pesantren Soleh Makmun. Ketika peringatan Isra Miraj, awal Februari lalu, Angga datang bagaikan orang penting, sehingga disambut meriah. Menjelang magrib, sang Profesor minta disediakan kamar khusus. Di kamar itu dikatakannya kepada Kak Bai bahwa dirinya baru saja berkonsultasi dengan almarhum Soleh Makmun, ayah Kak Bai. Dalam konsultasi itu, katanya, dia mendapat wangsit tentang jemaah yang pasti diberangkatkan ke Mekah. Di aula pesantren, wangsit tersebut kembali diutarakan, dan mendapat tepuk dari undangan serta calon jemaah. Mereka bahkan segera ada yang mendaftarkan diri. Besok dan di hari berikutnya, pesantren itu diserbu calon jemaah hingga yang mendaftar 650 orang. Ini sudah melebihi jatah "haji gratis" untuk 225 orang yang sudahditetapkan Angga. Karena calon jemaah sudah berlebih, Angga mengharuskan mereka untuk menyumbang dana, mulai dari Rp 500 ribu hingga Rp 3 juta. Mereka setuju, karena dianggap lebih ringan dibandingkan ongkos naik haji yang lebih dari Rp6 juta itu. Ia menerima setoran dari mereka totalnya Rp 55 juta. Kemudian Angga menetapkan jadwal pemberangkatan ke Tanah Suci pada tanggal 12 Mei 1992. Tetapi yang terjadi: hingga batas akhir musim haji pada 5 Juni lalu,belum dipastikan kapan mereka berangkat. Tentu ratusan calon haji resah, dan pimpinan pondok kelimpungan melihat nasib jemaah pesantrennya. Kak Bai menjumpai Angga di rumahnya di Cibubur. Ternyata Pak Profesor sudah siap menyambut pimpinan pesantren itu. Belum sempat disapa, Angga langsungberseru, "Mana Yusuf. Yusuf yang harus bertanggung jawab. Cari dia." Mendengar ucapan bernada buang badan dari Angga itu, Kak Bai terperangah. "Waduh, bagaimana saya harus mengatakan kepada jemaah," tanya ayah 10 anakini kepada Angga. "Bilang saja situasi negara sedang tak aman, sehingga pemberangkatan jemaah haji dibatalkan," kata Angga, menyuruh Kak Bai berbohong. Embang Naddhuddin, yang mendaftar sebagai calon jemaah, bahkan kecewa berat mendengar pemberangkatan ke Tanah Suci dibatalkan. "Saya malu. Mestinya sayasudah jadi haji," katanya. Embang mengaku telah mengadakan acara selamatan untuk keberangkatan ke Mekah. Beberapa calon lain juga sudah menjual kambing,sawah, tanah, dan sejumlah harta bendanya. Ulah profesor dan kawan-kawannya itu dilaporkan kepada polisi. Angga, Yusuf, dan seorang lagi yang diduga ikut membantu, yaitu Arnold, diciduk awal bulan lalu. Yusuf diringkus di rumah istri mudanya di Cikampek. Selain itu, polisi menyita uang Rp 2,8 juta dari rekening Angga di sebuah bank. "Kasus ini jelas penipuan. Gelar dan surat hibah Angga itu juga palsu," kata Letnan Satu TonyHarmanto, Kasat Serse Polres Serang. Ketika ditemui TEMPO di tahanan Polres Serang, Angga menolak disebut sebagai otak penipuan. "Saya tidak mengatakan akan memberangkatkan jemaah haji secara gratis. Memang saya berkata akan membantu, tetapi membantu dengan doa," kata Angga. Lelaki yang tubuhnya menyebarkan semerbak bau minyak zaitun itu tidak mau berkomentar soal gelar yang disandangnya. "Sudahlah, riwayatnya panjang. Panggil saja saya Pak Angga," katanya. Kasus penipuan serupa juga pernah terjadi di musim haji tahun lalu. Sekitar 154 penduduk di Bojong Koneng, Bogor, terpaksa batal berangkat naik haji. Juga 19warga Desa Pete di Kecamatan Tigaraksa, Tangerang, walau telah mengadakan selamatan dan ada yang sudah membayar ongkos naik haji, mereka urung terbang ke Mekah. Tampaknya, para penipu tak segan-segan membonceng ajaran agama sebagai salah satu cara mengelabui calon jemaah haji. Gatot Triyanto dan Taufik Abriansyah
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini