Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pada 20 Februari 2025, Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP), Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja yang menjabat sebagai Kepala Polisi Resor (Kapolres Ngada) ditangkap atas kasus kekerasan seksual dan penyalahgunaan narkoba. Kasus pemaksaan dan kekerasan seksual yang ia lakukan ini terkonfirmasi ia lakukan kepada anak di bawah umur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Fajar yang sudah menjabat menjadi Kapolres sejak Juli 2024 ini harus melanggar Pasal 6 huruf c dan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Pasal 6 huruf c mengatur tentang perbuatan cabul terhadap anak, sementara Pasal 14 mengatur tentang eksploitasi seksual terhadap anak. Ancaman hukuman untuk pelanggaran ini maksimal 15 tahun penjara, ditambah sepertiga dari ancaman hukuman karena statusnya sebagai aparat penegak hukum.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Korban hanya satu orang berusia enam tahun," kata Direktur Reskrimum Polda NTT, Kombes Patar Silalahi dalam jumpa pers di Mapolda NTT, Selasa sore, 11 Maret 2025.
Pernyataan ini diungkapkan untuk memperbaiki misinformasi bahwa adanya tiga anak dibawah umur yang mendapatkan kekerasan seksual.
Terbuktinya dugaan tersebut, Fajar juga terancam sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) dari institusi Polri jika terbukti terlibat dalam penyalahgunaan narkoba. Brigjen Pol Mukti Juharsa, Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri, menegaskan bahwa anggota Polri yang terlibat narkoba pasti dipecat.
Namun, PTDH ini disebutkan bahwa akan dilaksanakan jika terlibat dalam penggunaan narkoba saja. Sontak hal ini menuai respons publik karena untuk tindakan asusila yang dilakukan tidak diberikan sanksi pemberhentian juga. Mengutip dari Antara, Deputi Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Nahar menyebutkan bahwa penanganan untuk kasus kekerasan seksual terhadap anak harus ditindak serius.
Respons semakin meluas kala Direktur Reskrimum mengatakan bahwa hanya ada satu korban. Beragam tanggapan warganet berisi kemarahan semakin meluas kala hukuman yang diberikan tidak melingkupi kekerasan seksual yang dilakukan dan hanya mengerdilkan korban yang jumlahnya hanya satu.
“Mau satu anak, mau berapa anak, tapi mereka tetap korban pak @poldantt . Yg diakui dan ketahuan satu, yg tidak? Gak perlu dibela, hukum berat dan pecat dong @Divpropam @DivHumas_Polri @ListyoSigitP,” cuit akun @tar*** dalam akun X-nya.
Kekerasan seksual yang dilakukan ini juga melingkupi Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) karena adanya penjualan rekaman seksual ke situs luar negeri. Hal ini disampaikan oleh Komisioner KPAI, Ai Maryati Soliha.
Musababnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) sekaligus Ketua Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Budi Gunawan turut menyatakan bahwa Kompolnas akan memantau proses penanganan kasus ini untuk memastikan berjalan sesuai prosedur tanpa intervensi.
Anastasi Lavenia Y berkontribusi dalam penulisan artikel ini.