Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kasus korupsi pembangunan Jalan Tol MBZ (Sheikh Mohammed bin Zayed) Jakarta-Cikampek (Japek) II Elevated Ruas Cikunir-Karawang Barat terus bergulir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Pada persidangan yang digelar Selasa, 21 Mei 2024, terdakwa Sofiah Balfas, Djoko Dwijono, Tony Budianto Sihite, dan Yudhi Mahyudin menghadapi saksi yang dihadirkan oleh jaksa penuntut umum.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam persidangan, jaksa menghadirkan saksi seorang tenaga ahli di Pembagian Layanan Umum Politeknik Transportasi Darat Indonesia (STPI), Pandu Yunianto. Setelah Pandu duduk di kursi saksi di pengadilan dan dicek identitasnya oleh hakim, penuntut umum menanyakan tentang flyover atau jalan tol MBZ apakah sudah sesuai standar atau belum. "Mengapa truk dan bus dilarang untuk mengakses jalan tol atas (flyover)?" tanya jaksa kepada Pandu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Merespons pertanyaan jaksa, Pandu menjelaskan jika semisal truk atau bus melewati jalan lalu lintas yang atas, akan membuat truk tersebut meluncur ke bawah. "Dan bisa membahayakan kendaraan yang melalui jalan lalu lintas di bawah," ujar Pandu di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa, 21 Mei 2024.
Mendengar penjelasan tersebut, tim kuasa hukum terdakwa ikut mencecar Pandu. "Bagaimana saksi mengetahui bahwa tol tersebut tidak kuat untuk dilewati bus dan truk?" tanya kuasa hukum terdakwa. Pandu pun menjawab bahwa setiap adanya hari besar seperti Nataru (Natal dan Tahun Baru), truk dan bus akan lebih sering lewat jalan tol tersebut.
Jaksa penuntut umum menimpali bahwa saksi dipanggil untuk dipertanyakan tentang dokumen standarisasi, bukan tentang kekuatan jalan tol tersebut. Jaksa Djoko juga mempertegas bahwa pertanyaannya mengenai Jalan Tol MBZ itu sudah sesuai standar atau tidak. "Yang saya pertanyakan di sini adalah apakah tol (jalan tol MBZ) tersebut sudah memenuhi standarisasi dan perlindungannya atau tidak?" tanya jaksa Djoko. Pandu pun menjawab singkat. "Iya," ujar Pandu.
Hakim pun mengingatkan kepada Pandu bahwa yang bersangkutan tidak memiliki kemampuan untuk mengetahui tol itu kuat atau tidak. Karena itu, hakim meminta Pandu harus menjawab sesuai pengetahuannya.
Kasus korupsi ini melibatkan mantan Direktur Utama PT Jasamarga Jalan Layang Cikampek (JJC) periode 2016-2020, Djoko Dwijono, yang didakwa merugikan keuangan negara senilai Rp 510 miliar. Jaksa penuntut umum mengungkapkan bahwa tindakan korupsi ini dilakukan secara bersama-sama dengan terdakwa lainnya, yaitu Sofiah Balfas, Tony Budianto Sihite, dan Yudhi Mahyudin.
Selama persidangan, terungkap pula bahwa pelarangan terhadap truk dan bus untuk melewati jalan layang ini disebabkan oleh kekhawatiran akan keselamatan. Kualitas beton yang digunakan dalam pembangunan tol tersebut juga mendapat sorotan tajam dari berbagai pihak, termasuk hakim yang tampak geram dengan fakta-fakta yang terungkap di persidangan.
Catatan redaksi:
Artikel dan judul ini mengalami sedikit perubahan pada pukul 14.22 WIB, 21 Mei 22024, dengan mendetailkan percakapan antara saksi, hakim, jaksa penuntut umum, dan kuasa hukum terdakwa.