Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Kata Ketua KPK soal Film Sexy Killers yang Jadi Pembicaraan

Sexy Killers mengangkat isu tambang batu bara, beserta kerusakan yang ditimbulkannya dan kaitannya dengan para peserta Pilpres 2019.

17 April 2019 | 06.31 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ketua KPK Agus Rahardjo, memberikan kata sambutan dalam pembukaan diskusi bertema Korupsi dan Krisis Demokrasi di gedung KPK, Jakarta, Selasa, 29 Januari 2019. Diskusi kerjasama KPK dengan Transparency International Indonesia (TII) tersebut bersamaan dengan peluncuran Corruption Perception Index (CPI) atau Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia Tahun 2018. TEMPO/Imam Sukamto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo mengatakan belum menonton film dokumenter Sexy Killers yang belakangan jadi perbincangan. Namun, dia meminta diberikan tautan untuk menonton film itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Belum, belum. Saya enggak dapat itu. Coba berikan ke saya akan kami pelajari. Sumber daya alam menjadi salah satu prioritas kami sudah lama," kata Agus saat ditanya wartawan di bilangan Senen, Jakarta Pusat, Selasa, 16 April 2019.

Film dokumenter Sexy Killers dirilis oleh Watchdoc Image menjelang gelaran Pemilu 2019. Sexy Killers disutradarai oleh Dandhy Dwi Laksono, seorang wartawan televisi senior. Film itu mengangkat isu tambang batu bara, beserta kerusakan yang ditimbulkannya dan kaitannya dengan para peserta Pilpres 2019.

Film tersebut menuai reaksi beragam di kalangan warganet. Salah satunya karena film ini dianggap sebagai kampanye golput.

Deputi V Kantor Staf Kepresidenan Jaleswari Pramodhawardhani mempersilakan orang yang berkeinginan golput karena menonton film Sexy Killers. "Kalau ada yang ingin golput gara-gara melihat Sexy Killers, undang-undang juga melindungi tentang hak itu," kata Jaleswari di Kantin Pojok Istana, Jakarta, Selasa, 16 April 2019.

Jaleswari mengatakan, undang-undang turut melindungi masyarakat yang mau menggunakan hak pilih maupun yang golput. Asalkan, kata dia, seseorang tidak memobilisasi berdasarkan kekerasan dan politik uang. "Itu yang dilarang."

Adapun Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menuturkan bahwa Presiden Joko Widodo selalu menganjurkan masyarakat untuk menggunakan hak pilihnya. Sebab, pemilu diselenggarakan dengan biaya yang tinggi.

"Ini pendidikan politik yang perlu juga diberikan masyarakat kita agar masyarakat kita semakin hari semakin melek demokrasinya semakin baik," kata Moeldoko.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus