Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghargai putusan Mahkamah Agung yang membolehkan mantan napi koruptor maju dalam sebagai calon legislator atau caleg dalam Pemilu 2019. "KPK sebagai instansi penegak hukum mau atau tidak mau harus menghormati institusi peradilan," kata juru bicara KPK, Febri Diansyah saat ditemui di kantornya, Jumat, 14 September 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hal itu harus dilakukan, ujar Febri, meski KPK dari awal berharap adanya perbaikan yang signifikan dengan menyaring para calon legislator sebagai upaya pencegahan tindak pidana korupsi di DPR dan DPRD. Hingga saat ini KPK sudah memproses 146 anggota DPRD dan 70 anggota DPR dalam kasus korupsi. Dan berkemungkinan masih akan bertambah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca:
Menurut Febri menyaring caleg sejak awal merupakan salah satu langkah untuk menciptakan lembaga legislatif yang lebih bersih. KPK, kata Febri, dalam kewenanganya akan lebih mencermati pencabutan hak politik bagi mantan napi koruptor. "Sepanjang itu sesuai dengan fakta persidangan dan tuntutan KPK."
Kamis, 13 September, Mahkamah Agung atau MA mengabulkan permohonan gugatan terhadap Peraturan Komisi Pemilihan Umum atau PKPU Nomor 20 Tahun 2018, yang melarang bekas napi korupsi mencalonkan diri sebagai anggota legislatif. Juru bicara MA, Suhadi, mengatakan MA memutuskan bahwa PKPU Nomor 20 Tahun 2018, yang melarang mantan narapidana narkoba, pelaku kejahatan seksual terhadap anak, dan mantan koruptor menjadi calon legislator, bertentangan dengan undang-undang.
Baca:
Kabulkan Gugatan PKPU, MA: Eks Napi Korupsi Boleh Nyaleg
Curhat Caleg Demokrat ke Ruhut Sitompul: Kalau Prabowo Kami Kalah
"Dikabulkan permohonannya dan dikembalikan kepada undang-undang. Jadi napi itu boleh mendaftar sebagai caleg asal sesuai ketentuan undang-undang dan putusan MK," ujar Suhadi kepada media, Jumat, 14 September 2018.
Larangan bekas napi korupsi menjadi caleg menuai polemik saat KPU menerbitkan PKPU Nomor 20 Tahun 2018, yang melarang mantan narapidana narkoba, pelaku kejahatan seksual terhadap anak, dan mantan koruptor menjadi calon legislator. KPU mencoret bakal calon legislator yang diajukan partai politik jika terbukti pernah terlibat kasus-kasus itu.
Peraturan yang melarang di antaranya bekas napi korupsi menjadi caleg itu digugat ke MA. Suhadi menjelaskan pertimbangan MA mengabulkan gugatan para termohon karena bertentangan dengan undang-undang yang lebih tinggi.
Pasal 240 ayat (1) huruf g Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu menyebutkan, “Bakal calon DPR dan DPRD harus memenuhi persyaratan: tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana.”
TAUFIQ SIDDIQ | DEWI NURITA